Author POV
Setelah langit kembali terang dan medan perang hening sejenak dari hiruk-pikuk pertempuran, Arzeen berdiri di tengah-tengah markas utama Qiandra. Wajahnya masih memancarkan sisa keletihan dari pergulatan batin yang baru saja ia menangkan. Shakhara kini bukan lagi ancaman yang menguasai tubuhnya, melainkan kekuatan yang berada di bawah kendalinya. Namun, musuh di luar sana belum habis.
Di dalam tenda komando, Kilan memandang Arzeen dengan tatapan yang tajam namun penuh hormat. “Kau berhasil mengendalikan kekuatan itu,” ucapnya seraya duduk di meja strategi, peta terbuka di hadapannya. "Tapi pertarungan kita belum selesai. Serangan berikutnya bisa datang kapan saja, dan kita masih belum tahu dari mana asal makhluk-makhluk ini."
Arzeen terdiam sejenak, merenung. “Aku tahu dari mana mereka berasal,” ujarnya tiba-tiba, suaranya rendah namun tegas. Kilan mengangkat alis, menunggu penjelasan lebih lanjut.
“Pusat kekuatan mereka bukan di medan ini. Mereka dipanggil dari dimensi lain, sebuah tempat yang gelap dan penuh kekacauan. Dan jika kita tidak menghancurkan sumbernya, mereka akan terus datang, gelombang demi gelombang, sampai kita hancur.”
Kilan tertegun. “Bagaimana kau tahu ini?”
Arzeen menunduk sejenak. “Shakhara. Saat aku bertarung untuk merebut kendali atas diriku, aku melihat apa yang dia lihat. Aku tahu di mana pintu gerbang itu berada, dan aku tahu bagaimana menghancurkannya. Tapi…” Arzeen terdiam sesaat, menahan napas, lalu melanjutkan dengan nada penuh keberanian, “Aku harus pergi sendiri.”
Kilan langsung berdiri dari duduknya. “Tidak mungkin, Arzeen! Itu terlalu berisiko. Jika kau pergi sendiri ke pusat mereka, tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi padamu.”
Arzeen menatap Kilan dengan mata yang mantap. “Kilan, kau tahu ini adalah satu-satunya cara. Jika kita terus bertahan di sini, kita akan kehabisan waktu, tenaga, dan nyawa. Aku tidak akan membiarkan lebih banyak orang mati karena kita tidak cukup berani untuk menyerang jantung masalahnya.”
“Kau tidak sendirian dalam hal ini. Kita bisa membuat rencana yang lebih baik, membawa tim,” Kilan mencoba membujuk, tetapi Arzeen menggelengkan kepalanya.
“Membawa pasukan ke sana hanya akan membuat lebih banyak korban. Kekuatan ini… ini bukan sesuatu yang bisa dilawan dengan pedang dan peluru. Shakhara dan aku—aku satu-satunya yang bisa menghancurkannya dari dalam.”
Kilan mengepalkan tangan, merasa marah sekaligus tak berdaya. “Kau benar-benar yakin ini satu-satunya cara?”
Arzeen tersenyum lelah, tetapi senyum itu penuh keyakinan. “Ini bukan soal yakin atau tidak. Ini soal pilihan yang kita punya. Dan aku memilih untuk melawan sampai akhir.”
Kilan mendengus frustrasi, lalu duduk kembali, berpikir keras. “Kalau begitu, kita akan menyusun rencana. Jika kau benar-benar akan pergi ke pusat itu, kau setidaknya butuh perlindungan untuk sampai ke sana. Biarkan aku mengatur tim kecil untuk menembus garis depan dan mengantarmu ke sana.”
Arzeen mengangguk, tahu bahwa meski ia memilih untuk berkorban, Kilan takkan membiarkannya pergi tanpa persiapan. “Baiklah,” katanya akhirnya. “Kita susun strategi. Tapi ingat, misi ini adalah serangan terakhir. Setelah ini, semuanya akan berakhir—baik bagi kita, atau bagi mereka.”
Keduanya lalu memandang peta dengan serius, memikirkan setiap langkah dengan cermat. Arzeen tahu risikonya besar, tapi ia juga tahu bahwa inilah saatnya mengakhiri semua kekacauan ini, sekali dan untuk selamanya.
Dengan strategi yang mulai terbentuk, Arzeen dan Kilan bersiap untuk misi paling berbahaya yang pernah mereka jalani—serangan langsung ke pusat kegelapan yang mengancam dunia mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shakhara: Legacy of the Shadow King
Science Fiction( ON GOING ) ⚠️Mengandung kata kata kasar⚠️ Seorang Laki-laki tangguh, terbiasa hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan kuasa, tak sengaja bertemu dengan seorang perempuan cantik yang penuh teka-teki. Dalam sebuah pertemuan takdir yang tak terduga...