14. Sebuah Aliansi.

163 31 0
                                    

Author POV

Medan perang mulai tenang setelah kehancuran besar yang ditinggalkan oleh kekuatan Shakhara. Hembusan angin membawa aroma tanah hangus dan darah yang pekat, sementara pasukan Qiandra dengan cepat berkumpul kembali di sekitar area pertahanan.

Mereka mendirikan pos-pos sementara di sepanjang perimeter Distrik C untuk berjaga-jaga jika serangan berikutnya datang lebih cepat dari dugaan mereka. Adel, yang masih terhuyung-huyung di tengah medan yang porak-poranda, merasa beban yang begitu berat menekan bahunya.

Matanya terus menatap ke arah Shakhara yang berdiri di kejauhan, masih dikelilingi oleh aura kegelapan yang melingkar di sekitar tubuhnya. Sosok itu tampak seperti Zee, tapi jelas, ini bukan lagi dia.

Tiba-tiba, dari ujung barat distrik, sebuah kelompok besar mulai mendekat. Bukan musuh, melainkan sekelompok pria bersenjata dengan pakaian khas Mafia yang lusuh, terlihat babak belur dan penuh luka.

Salah satu dari mereka, seorang pria paruh baya dengan bekas luka di wajahnya, melangkah maju dengan tangan diangkat, tanda bahwa mereka datang tanpa niat bertempur.

Pasukan Qiandra yang berjaga di gerbang utama segera siaga, mengarahkan senjata ke arah mereka, memastikan tak ada ancaman yang datang. Adel berjalan mendekat, matanya penuh kecurigaan.

"Apa yang kalian inginkan?" tanyanya dengan nada tegas, menghunus pedangnya yang masih berkilauan dengan sisa energi. Pria paruh baya itu terengah-engah, jelas habis melalui pertempuran yang berat.

"Kami... kami dari Kubu Arvin," ujarnya dengan suara serak. "Kami datang bukan untuk melawan. Kami menyerah."

Adel mengerutkan kening. "Menyerah? Mengapa kalian berpikir kami akan menerima tawaran itu?" Pria itu menelan ludahnya, tampak ketakutan tapi berusaha tetap tegar. "Kami tak punya pilihan lain. Pasukan kami hancur... kami kehilangan sebagian besar anggota kami di tengah kekacauan ini. Musuh-musuh yang kalian hadapi- makhluk-makhluk itu-telah menyerbu markas kami. Kami... kami membutuhkan perlindungan."

Adel mendengar dengan penuh perhatian, tapi rasa tidak percayanya masih begitu kuat. "Apa yang membuatmu berpikir Qiandra akan melindungi kalian? Setelah semua yang kubu kalian lakukan?" Pria itu menggigit bibirnya, matanya terlihat penuh penyesalan.

"Kami tak punya pilihan, Qiandra adalah harapan terakhir kami. Jika kau tidak melindungi kami, kami semua akan mati. Dan musuh yang sebenarnya jauh lebih besar dari permusuhan kita." Di belakang pria itu, kelompok Mafia lainnya juga mulai muncul. Mereka adalah para pemimpin dari kubu lain, semua dalam keadaan yang sama-babak belur, terluka, dan tampak hancur. Mereka semua datang dengan satu tujuan: perlindungan.

Taufik yang berdiri tak jauh dari Adel, maju dengan ekspresi ragu. "Adel, ini tampaknya semakin rumit. Jika kita menerima mereka, kita akan terbebani. Tapi jika tidak, mereka bisa berubah menjadi ancaman lain." Adel terdiam sejenak, pikirannya berkecamuk antara kewajiban melindungi distrik dan keraguan untuk memercayai para mafia ini.

Namun, melihat keputusasaan di wajah mereka, dia tahu bahwa mereka juga korban dalam kekacauan ini. "Apa jaminannya kalian tidak akan mengkhianati kami?" tanya Adel tegas, matanya menusuk langsung ke arah pemimpin mafia yang berdiri paling depan.

Pria itu menggelengkan kepalanya cepat-cepat. "Kami bersumpah di bawah nama keluarga kami. Kami tahu pertempuran ini bukan lagi soal wilayah atau kekuasaan. Ini tentang bertahan hidup." Suasana hening sejenak, hanya angin yang bertiup di antara mereka.

Adel menatap Taufik, lalu kembali pada pria itu. "Baiklah," jawab Adel akhirnya. "Kalian bisa tinggal di sini untuk sementara. Tapi ingat satu hal: jika ada satu tanda pengkhianatan, aku sendiri yang akan menghabisi kalian." Pria itu mengangguk dengan cepat, terlihat lega. "Terima kasih. Kami tidak akan melupakan ini."

Shakhara: Legacy of the Shadow KingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang