chapter 4

34 12 12
                                    

𝐒𝐄𝐆𝐀𝐋𝐀 𝐌𝐀𝐂𝐀𝐌 𝐁𝐄𝐍𝐓𝐔𝐊 𝐓𝐘𝐏𝐎, 𝐓𝐎𝐋𝐎𝐍𝐆 𝐃𝐈 𝐌𝐀𝐊𝐋𝐔𝐌𝐊𝐀𝐍.

Selesai makan malam, keduanya pun memasuki kamar dengan bersamaan, Vico membuka pintu balkon kamarnya dan duduk di kursi yang ada disana sembari bertukar kabar dengan Bianca.

Melihat Vico yang tengah menelepon seseorang, Lea pun langsung tau siapa orang yang di telepon oleh suaminya itu, namun ia hanya melihat tak perduli lalu masuk ke dalam walk in closet yang ada di kamar Vico dan kini juga menjadi miliknya.

Ia berniat untuk mengganti pakaian dengan baju tidurnya. Merasa gerah sekali karena ia herus mengenakan pakaian sopan di rumah keluarga Bimantara, tentu ia tidak berani mengenakan dress pendek yang biasa ia pakai dikamarnya.

Tapi seketika Lea teringat kalau di kamarnya kali ini ia tidak sendirian lagi, melainkan ada Vico suaminya yang juga tidur di tempat yang sama dengannya. Sedikit bingung kala mencari baju tidur yang sopan, karena yang dimilikinya benar-benar baju tidur yang nyaman sekali.

"Ah nggak apa-apa lah, dia kan suami gue."

Setelah berbicara seorang diri barusan, Lea pun mengganti pakaiannya. Mengerang senang karena merasa terbebas dari kain-kain panjang sedari tadi yang melekat di tubuhnya.

Ketika ia keluar dari walk in closet, di lihatnya Vico yang masih saja menelepon kekasihnya, lalu ia pun mengambil ponsel miliknya dan berjalan menuju balkon, menduduki dirinya di sebelah Vico yang tak disadarinya mengeraskan rahang kala melihat Lea datang.

Tak memperdulikan Vico yang entah membicarakan apa dengan Bianca, Lea justru membuka Instagram miliknya dan mulai merepost orang-orang yang menandainya di cerita mereka dan mengucapkan selamat menikah padanya dan Vico.

Belum semenit Lea duduk, Vico menyudahkan teleponnya, lalu menatap kesal pada gadis yang kini tengah duduk santai di sebelahnya sembari memainkan ponsel dengan tanpa rasa bersalah.

"Maksud lo apa pakai baju begitu? mau goda gue?" Vico berujar dengan menyamping, menatap Lea yang terlihat tak begitu memperdulikannya. "Huh, sorry tapi gue gak bakalan tergoda sama lo." lanjutnya.

Lea pun akhirnya melepas pandangan dari ponselnya dan menatap Vico dengan heran. "Siapa yang mau ngegoda lo? orang baju gue begini semua, kalo nggak percaya sana cek lemari gue." sahutnya tanpa merasa emosi.

Malas berdebat dengan Lea, Vico pun lamtas masuk ke kamarnya dan merebahkan diri di kasur empuknya. Ia mulai memejamkan mata. Baru beberapa saat mata itu sudah terbuka kembali kala merasakan kasurnya bergerak seperti ada yang menaikinya.

Lalu ia menoleh ke samping dan melihat Lea sudah merebahkan dirinya juga di sebelah Vico, lantas pria itu mendengus. "Gue nggak mau sampai lo ngelewatin batasan ini." katanya memberikan guling di tengah-tengah mereka.

Lea membuka matanya lalu menyeringai. "Kita liat aja nanti, siapa yang ngelewatin batasan yang lo buat itu." tantangnya penuh percaya diri, membuat Vico muak mendengarnya.

Pria itu lalu berbalik dan memejamkan matanya untuk mulai memasuki alam mimpinya, begitupun juga Lea, tak lama setelahnya, kamar dengan nuansa cokelat muda itu hening, yang terdengar hanyalah dengkuran halus dari pasangan suami istri baru itu.

***

Pagi menjelang, suara kicauan burung-burung pun terdengar merdu membuat dua insan yang tengah membagi kehangatan itu semakin nyaman memasuki dunia mimpi.

Lea menggeliat dalam tidurnya, keningnya mengernyit kala merasakan hembusan nafas begitu dekat dengan wajahnya, lalu ia pun membuka mata untuk memastikan. Dan betapa terkejutnya dia kala melihat wajah tampan Vico di hadapannya masih pulas tertidur.

Ia juga merasakan kaki Vico yang menimpa kakinya dan juga lengan pria itu yang memeluk pinggang rampingnya. "Ekhem." dehemnya dengan suara sedikit di besarkan berharap pria itu bangun dan melihat posisi mereka.

Benar saja, Vico mengerang pelan dan mulai membuka mata nya perlahan. Ketika matanya menatap mata cerah milik Lea ia pun langsung menjauh dan terduduk. "Kenapa gue bisa peluk lo?!" katanya tak terima.

"Liat dong pak Vico yang terhormat, siapa yang ngelewatin batas." ujar Lea santai lalu bangun dan mulai berjalan menuju kamar mandi, membuat Vico langsung beralih menatap yang lain karena otaknya tiba-tiba konslet dan membanyangkan yang tidak-tidak kala melihat Lea berjalan dengan pakaian pendeknya semalam.

"Shit!" umpatnya.

Vico langsung merasakan kalau tidak baik jika setiap hari ia harus berbagi tempat tidur dan juga kamar dengan Lea, bisa-bisa kala imannya sedang turun ia melakukan hal yang tidak bisa di terima oleh otaknya.

Benar, Vico pun lantas turun dari ranjang dan keluar untuk mencari orang tuanya, sementara Lea tengah mandi. Langkah kaki lebar itu menuju ke arah ruang keluarga yang seperti perkiraannya, kedua orang tuanya tengah duduk santai disana, menikmati koran dan juga televisi yang menyala.

"Mi, Pi, Vico mau ngomong."

Pasangan paruh baya itu langsung saling menatap, lalu Kinan, Papi Vico akhirnya mengangguk. "Duduk Vic." suruhnya, dan di ikuti oleh Vico.

"Ada apa?"

"Aku rasa mungkin gak sebaiknya aku tinggal selama lima bulan disini mi, pi, karena mungkin aja Lea kurang leluasa ngapa-ngapain." ia menjadikan Lea sebagai alasan utamanya agar orang tuanya mau menyetujui hal itu.

Dara terlihat diam seakan berpikir, dan Kinan menatap istrinya yang terlihat diam. Namun tak lama, karena pada akhirnya Dara mengangguk menyetujui keputusan anaknya.

"Ya sudah, mami setuju kamu sama Lea pindah kerumah kamu, tapi ingat ya Vico, tugas kamu sebagai suami itu apa, mami gak mau denger berita kurang menyenangkan apapun dari ulah kamu."

Vico tersenyum tertahan, karena akhirnya ia bisa menjadi dirinya sendiri nanti, dan mengabaikan kehadiran Lea.

"Vico pasti nggak akan ngecewain mami kok, tenang aja." ujarnya penuh keyakinan palsu.

"Jadi suami yang terhormat Vico." suara Kinan terdengar tegas dan pria itu pun mengangguk mendengar ujaran sang papi.

"Kalau begitu, Vico ke atas dulu mau kasih tau ke Lea." lalu ia pun berdiri dari duduknya dan berjalan ke lantai dua untuk menemui Lea.

Begitu ia sampai kamar, Lea juga sudah selesai dengan ritual mandinya, ia tengah duduk di depan meja rias sembari mengeringkan rambutnya. Ia melihat Vico masuk ke kamar mereka dari pantulan cermin.

"Kita pindahan sekarang."

"Hah?" Lea langsung berbalik menatap pria yang sekarang adalah suaminya itu dengan kaget, karena kenapa menjadi tiba-tiba mereka harus pindah? mertuanya tidak suka padanya kah? itulah yang ada di pikiran Lea.

"Cepat beresin barang-barang lo."

"Kita diusir?" dengan polosnya Lea bertanya demikian, membuat Vico menaikkan alisnya heran.

"Kenapa mesti diusir?"

"Lah itu tadi lo bilang kita pindahan sekarang, kan harusnya lima bulan lagi." jelas Lea bingung.

Vico memutar bolamatanya malas, "Gue lah yang mau pindah, ngapain juga Mami Papi ngusir." ketusnya.

Lea mencibir, "Biasa aja kali, kan gue gak tau."

"Yaudah ayo cepetan."

"Sabar kali." dengus Lea lalu meletakkan hairdryer nya karena sudah selesai mengeringkan rambutnya.







𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐦𝐛𝐮𝐧𝐠...


𝐯𝐨𝐭𝐞 𝐝𝐨𝐧𝐠 𝐠𝐮𝐲𝐬, 𝐦𝐚𝐬𝐚 𝐢𝐲𝐚 𝐛𝐚𝐜𝐚 𝐝𝐨𝐚𝐧𝐠
𝐠𝐚𝐤 𝐛𝐞𝐬𝐭𝐢𝐞 𝐲𝐚 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐤𝐚𝐥𝐨 𝐠𝐚𝐤 𝐯𝐨𝐭𝐞😠
𝐞𝐡 𝐤𝐨𝐦𝐞𝐧 𝐣𝐮𝐠𝐚 𝐝𝐞𝐧𝐠 𝐡𝐞𝐡𝐞𝐡𝐞

𝐛𝐲𝐞 𝐠𝐮𝐲𝐬 𝐬𝐚𝐦𝐩𝐚𝐢 𝐣𝐮𝐦𝐩𝐚 𝐝𝐢 𝐦𝐨𝐨𝐝 𝐚𝐤𝐮 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐩𝐫𝐨𝐝𝐮𝐤𝐭𝐢𝐟 𝐥𝐚𝐢𝐧𝐧𝐲𝐚 𝐡𝐢𝐡𝐢𝐲 🫶🫶🫶

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

VICO ; The KarmaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang