❖ 16 . Petua Dua Kandidat

55 15 0
                                    

❝ banyak orang mengatakan bahwa dengan cinta semua masalah terberat sekalipun bisa jadi seringan embun

❝ banyak orang mengatakan bahwa dengan cinta semua masalah terberat sekalipun bisa jadi seringan embun ❞

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

➷ Yogyakarta, 1997.

"Nona, bisa minta hatinya?"

Pertanyaan itu terdengar begitu dekat ditelinga Aruna, ia enggan untuk sekedar menoleh saja, terasa keluh juga untuk menjawabnya, "jawab aku nona, jangan membuat ku berlari tanpa arah tujuan," pemuda itu mengukungnya dimeja dapur tersebut, membuat nonanya terkesiap bingung. "Jangan bicarakan itu Husain, bunda akan melihat kita," lengannya terulur menahan dada pemuda itu untuk tidak lagi mengikis jarak diantara mereka.

"Tapi aku menginginkan dirimu, aku yakin kita punya perasaan yang sama nona, berikan aku pertanyaan atas rasa ragu yang membuat mu bingung,"

Sudah begitu jelas dari matanya bahwa pemuda itu terasa tersiksa ketika ia ingin bertindak lebih tetapi gadis yang ia cintai justru memberikan batasan untuk dirinya, Aruna mengelak dari pandangan, "mundur Husain, supnya bisa saja gosong," lerai Aruna agar Husain tak lagi mengukungnya. Dia hanya bisa mentap dan memperhatikan nonanya lihai memasak, mengesampingkan dahulu hatinya yang gundah.

Tak lama dari itu masakan yang Aruna buat selesai, ia menata cantik diatas meja makan. Melihat Husain yang terlihat sudah tidak sabar, Aruna memperingatinya, "jangan nakal ya, aku panggil bunda dulu baru kita makan sama-sama," gadis itu beranjak dan sudah pasti Husain berkerucut sebal.

"Bunda, ayo makan siang, masakannya sudah selesai," ajak Aruna pada bunda yang masih berkutat dalam mesin jahitnya, "wah baiklah kalau begitu, bunda jadi tidak sabar mencicipi masakan gadis cantik ini," bunda berdiri dari duduknya, mengelus pucuk kepala Aruna dengan lembut. Gadis itu tersenyum dengan semu merah muda dipipinya, "nona, bunda, ayo cepat kemari aku sudah sangat lapar!" panggil Husain dari arah dapur mengetuk-ngetuk sendoknya ke-meja.

Keduanya terkekeh dan mereka makan bersama bertiga dimeja makan itu, Aruna menyajikan semuanya pada Husain, menuruti semua kemauan pemuda itu, bunda tentu melihat kedekatan keduanya, memperhatikan mereka seperti sepasang kekasih, "kalian berdua ini pacaran?" celetuk bunda membuat keduanya menatap penuh keterkejutan, "em..." Husain ingin menjawab namun Aruna memotongnya, "kami berteman bunda, Husain kan adik kelas saya," mendengarnya hanya membuat Husain diam. "Benar ini tidak ada yang bohong-bohong dengan bunda?" sengaja bunda menggoda kedua anak muda itu dan mereka menggeleng kuat.


***


Usai dari sore yang hangat, Husain mengantarkan Aruna pulang ke rumahnya, gadis itu turun dengan senyuman, "terimakasih untuk sorenya, Husain," pemuda itu membalas senyumannya, lalu beranjak pamit undur diri.

Selepas dari itu Husain hanya menggoes sepedanya pulang kembali menuju rumah, dengan kesunyian yang mulai kembali melandanya, sebab saat menjelang malam semua orang sudah masuk kerumah mereka masing-masing, dengan pikiran yang berkecamuk antara dia ingin senang atau mulai merasakan patah hati, pemuda itu bingung sendiri.

Romansa Tuan Sastra | Lee HeeseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang