Aku melangkah keluar dari taman dengan langkah berat, pikiranku terus berputar, tak henti-henti. Langit di atas masih mendung, seperti bayang-bayang kelabu yang menggantung di pikiranku. Aku tahu ada sesuatu yang aneh dengan diriku. Bukan hanya kekuatan itu, tapi juga reaksi orang-orang di sekitarku. Mereka tak lagi melihatku sebagai Dice yang mereka kenal.
Menyusuri lorong akademi yang kosong, aku bergegas menuju kamarku. Langkah kakiku menggema di sepanjang koridor yang sunyi, seolah menandakan betapa aku kini merasa benar-benar terasing. Setibanya di depan pintu kamar, aku menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membukanya dan masuk.
Kamarku, yang biasanya terasa nyaman, kini terasa sepi dan dingin. Kamar ini dulu menjadi tempatku merenung, beristirahat, dan merencanakan langkah-langkah ke depan. Namun sekarang, seolah-olah dinding-dindingnya menyimpan sesuatu yang menekan. Aku menutup pintu, mengunci diri di dalam ruangan ini. Hanya di sini aku merasa cukup aman untuk berpikir jernih.
Aku duduk di meja yang terletak di sudut kamar, menatap buku catatanku yang tergeletak di atasnya. Biasanya, buku ini penuh dengan rencana dan strategi yang aku susun untuk berbagai hal di akademi. Namun kali ini, aku akan menulis sesuatu yang berbeda—sesuatu yang jauh lebih serius. Aku akan mencoba memecahkan misteri kekuatan yang tiba-tiba muncul dalam diriku dan semua kejadian aneh yang terjadi di sekitarku.
Aku mengambil pena dan membuka halaman pertama dari buku catatan itu. Tangan kananku masih sedikit gemetar saat menyentuh kertas, mengingat kembali sensasi kekuatan yang tak terkontrol tadi. Kuhela napas panjang, berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya mulai menulis.
"Apa yang terjadi di kantin?"
Itu pertanyaan pertama yang aku tulis di halaman. Aku memejamkan mata sejenak, mencoba mengingat setiap detailnya. Semuanya begitu cepat, begitu kacau, tapi aku harus mulai dari mana saja yang bisa kuingat.
Pertarunganku dengan Valens seharusnya tidak berlangsung lama. Kami sering bertarung sebelumnya, meski hanya untuk latihan atau kompetisi persahabatan. Tapi kali ini berbeda. Valens memancingku dengan kata-kata yang menusuk, membuat darahku mendidih. Namun, bukan itu masalahnya. Masalahnya adalah, di tengah-tengah pertarungan itu, aku merasa... ada sesuatu yang bangkit dari dalam diriku. Kekuatan yang tak pernah aku ketahui ada sebelumnya. Dingin, kuat, dan... menguasai.
"Dadu bermata delapan," aku menulis lagi. Benda itu tiba-tiba muncul di tanganku saat pertarungan mencapai puncaknya. Aku tidak ingat mengambilnya, tidak ingat pernah memilikinya. Tapi entah bagaimana, dadu itu seolah-olah telah menunggu saat yang tepat untuk muncul, seperti benda itu memiliki keinginan sendiri.
Aku berhenti menulis sejenak, tatapanku jatuh pada jendela di seberang kamar. Di luar, angin mulai bertiup lebih kencang, menggoyangkan pohon-pohon di halaman akademi. Mungkinkah dadu itu yang memicu kekuatan dalam diriku? Tapi kenapa? Dan bagaimana caranya benda itu tiba-tiba muncul?
Aku melanjutkan menulis, mencoba mengurai misteri ini.
"Bisakah dadu itu yang memberi kekuatan padaku?"
Pertanyaan itu menggantung di udara. Di akademi, banyak artefak yang memiliki kekuatan tersendiri. Sebagian digunakan oleh murid-murid yang ahli dalam bidang sihir, sebagian lagi hanya dipelajari sebagai objek yang langka. Namun, tak satu pun dari mereka yang aku tahu tentang dadu bermata delapan ini. Aku harus mencari tahu lebih lanjut tentang benda itu.
Kembali ke kejadian di kantin, aku mengingat momen saat Valens terkapar di lantai. Pandangan kosongnya seolah menatapku dengan ketakutan yang belum pernah kulihat sebelumnya. Murid-murid lain... mereka juga takut. Mereka tidak hanya takut padaku, tapi juga pada kekuatan yang muncul dari dalam diriku.
Aku menuliskan hal itu di catatanku.
"Semua orang takut. Termasuk aku."
Aku merasakan tubuhku sedikit merinding saat menulis kalimat itu. Kekuatan itu, meskipun memberiku keunggulan dalam pertarungan, terasa... berbahaya. Ada sesuatu yang tidak benar dengan semua ini. Aku takut kehilangan kendali. Aku takut apa yang terjadi selanjutnya akan lebih buruk.
Kuhela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diriku lagi. Aku tahu, jika aku terus membiarkan kekhawatiran ini menghantui pikiranku, aku tidak akan pernah menemukan jawaban. Aku harus tetap tenang dan logis. Inilah yang selama ini aku lakukan dengan baik—menganalisis dan mencari solusi.
"Akademi."
Aku menulis satu kata itu di halaman baru. Ini adalah pusat dari semua kejadian aneh yang kualami belakangan ini. Sejak pertama kali masuk ke Akademi Ardura, aku sudah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Banyak misteri yang tersembunyi di balik dinding-dinding tua ini. Beberapa di antaranya tampak tak berbahaya, hanya mitos dan legenda yang beredar di antara para murid. Namun, yang lain... terasa lebih nyata, lebih berbahaya.
Sejak masuk ke akademi, aku telah mendengar desas-desus tentang ruang tersembunyi, artefak kuno, dan sihir yang sudah lama hilang. Tapi aku tidak pernah menyangka bahwa hal-hal itu akan berdampak padaku. Apakah ini terkait dengan misteri akademi? Atau ada sesuatu yang lebih dalam yang aku belum pahami?
Aku menuliskan daftar pertanyaan di bawah kata "Akademi."
1. Apa rahasia yang disembunyikan oleh akademi?
2. Apakah ada hubungan antara dadu bermata delapan dengan akademi?
3. Siapa yang mengetahui lebih banyak tentang kekuatan ini?
4. Mengapa aku merasa diawasi sejak beberapa hari terakhir?Pertanyaan terakhir muncul begitu saja, dan aku terkejut oleh pikiranku sendiri. Tapi, jika aku memikirkannya lebih dalam, rasanya memang benar. Sejak beberapa hari terakhir, aku sering merasa ada mata yang terus mengawasi setiap gerakanku. Bukan hanya murid-murid lain, tapi sesuatu yang lebih... tersembunyi.
Aku harus mencari tahu lebih banyak. Tapi dari siapa? Akademi ini penuh dengan orang-orang yang menyimpan rahasia mereka sendiri. Dan saat ini, aku tidak tahu siapa yang bisa kupercaya.
Suara gemerisik lembut dari luar kamarku membuatku berhenti menulis. Jantungku berdegup lebih cepat. Aku menoleh ke arah pintu, telingaku berusaha menangkap suara itu. Tidak ada suara langkah kaki. Hanya keheningan.
Aku berdiri perlahan, mendekati pintu. Tangan kananku meraih gagang pintu, sementara tangan kiriku sudah siap memegang dadu yang kini berada di kantong jubahku. Aku membuka pintu dengan perlahan, berharap tidak ada siapa pun di luar sana.
Kosong.
Lorong akademi di depanku kosong, hanya diterangi cahaya redup dari lentera-lentera yang menggantung di dinding. Tapi aku tahu, aku tidak salah dengar. Seseorang—atau sesuatu—telah berada di sini.
Aku kembali menutup pintu dengan hati-hati, berusaha tetap tenang. Apapun itu, aku harus bersiap. Entah bagaimana, aku merasakan ini bukan akhir dari kejadian aneh yang kualami hari ini. Ini baru permulaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Master of Dice
Teen FictionDi Akademi Ardura, sihir adalah segalanya, dan para siswa elit di puncak akademi memegang kendali dengan permainan gelap mereka yang penuh tipu daya. Dice, seorang siswa biasa yang sering diabaikan, menemukan bahwa dirinya memiliki kemampuan langka:...