Prolog

567 60 4
                                    

Marsha selalu dikenal sebagai "cegil" di kampus—cewek gila, begitu mereka menyebutnya. Bukan karena dia tak waras, tapi karena caranya mencintai selalu berlebihan, ugal-ugalan, penuh kejutan, dan tak kenal takut. Di setiap koridor kampus, rumor tentang cinta-cinta Marsha yang dramatis sudah jadi cerita umum. Tapi kali ini berbeda. Objek perhatiannya adalah Nazeera, seorang mahasiswa baru yang dinginnya seperti kulkas. Nazeera tak banyak bicara, selalu terlihat tenang, tak tersentuh oleh kegaduhan kampus, tapi kalau soal tindakan, dia cepat dan efektif—satset, selesai.

Bagi Marsha, Nazeera adalah tantangan yang tak bisa dilewatkan. Dan, seperti biasa, Marsha tak bisa menahan diri untuk bermain gila lagi. Tapi apakah Nazeera, dengan sikap dinginnya, bisa luluh oleh kegilaan Marsha? Atau justru semuanya akan berakhir dengan kekacauan lain yang dicatat dalam sejarah kampus?

Hari itu, langit mendung dan suasana kampus sedikit lengang saat jam kuliah usai. Nazeera berjalan keluar gerbang, tak menyadari kalau matanya sudah menjadi incaran seseorang sejak beberapa minggu terakhir. Marsha, dengan senyum lebar yang menyimpan segudang niat, mendekat cepat sebelum kesempatan hilang.

"Zee, ya?" sapa Marsha tanpa basa-basi, langsung memotong langkah Nazeera.

Nazeera berhenti, sedikit mengernyit melihat senior yang bahkan belum dikenalnya. "Iya... kenapa?" jawabnya datar.

Marsha menyeringai, "aku nebeng yaa! kebetulan rumah aku lewat arah rumah kamu." Padahal dia sama sekali nggak tahu arah rumah Nazeera. Tapi, itulah Marsha. Gaya cegilnya selalu spontan, nggak peduli seberapa konyol kedengarannya.

Nazeera menatapnya datar, tak berusaha mengonfirmasi omongannya. "Emangnya lo tahu rumah gue di mana?"

Dengan cepat, Marsha menjawab seakan sudah tahu segalanya, "Yah, Aku feeling aja. Sekali-kali coba percaya sama insting." Marsha tertawa kecil, seolah semuanya biasa saja.

Tanpa banyak omong, Nazeera mengangkat bahu dan terus berjalan. Ajaibnya, dia tidak menolak. Mungkin dia hanya terlalu lelah untuk mempermasalahkan hal ini.

Sejak hari itu, Marsha tak pernah berhenti muncul dalam hidup Nazeera. Saat jam istirahat, meskipun mereka beda fakultas, Marsha selalu saja muncul di kantin yang sama, duduk tanpa diundang di meja Nazeera, membuat suasana yang tenang menjadi gaduh.

"Lo kan bukan anak fakultas sini," kata Nazeera saat Marsha muncul lagi di siang hari yang panas, dengan nampan makanan penuh.

Marsha hanya mengangkat bahu sambil menyeringai. "Gue kan fleksibel, bisa kuliah di mana aja kalau soal urusan hati."

Sikap Marsha yang selalu terang-terangan dan ugal-ugalan itu memang bertolak belakang dengan dinginnya Nazeera. Tapi, entah bagaimana, meski Nazeera selalu bersikap cuek, Marsha tetap gigih dan semakin sering muncul, seolah tak peduli pada tatapan dingin yang dia dapatkan.

 Tapi, entah bagaimana, meski Nazeera selalu bersikap cuek, Marsha tetap gigih dan semakin sering muncul, seolah tak peduli pada tatapan dingin yang dia dapatkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nazeera Mahesa Natio

Marsha Aruna Lathea

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Marsha Aruna Lathea

Love DegreesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang