"Caruban Nagari, Ayah?"
Seorang pria berparas Belanda itu mengernyitkan wajahnya. Tiba - tiba saja dia dipindah tugaskan ke salah satu kota yang cukup jauh dari Batavia. menurutnya, pindah lokasi pekerjaan itu melelahkan. Batavia sudah menjadi lokasi yang sangat pas untuknya.
"Gantikan Kepemimpan untuk pabrik gula disana, Jenan"
Dengan berat hati pemuda bernama Jenandra Alaisdair itu mengangguk, lalu "Kapan perjalanan saya dimulai Ayah?"
Pria Belanda yang sudah matang itu menghampiri Jenandra. Dia menepuk pundaknya lalu berkata "Besok pagi" ujarnya "Disana ada perbatasan dengan Nippon kuharap kau berhati - hati, kau tahu sendiri bagaimana arogannya orang - orang Nippon."
Jenandra mengangguk lalu tersenyum, "Baik Ayah."
~~~
Ayahnya - Albert van Alasdair berkata bahwa dirinya akan dijemput oleh William di station ini. Jenan sendiri telah mengenal Will kurang lebih 1 tahun. William saat itu pernah menetap di Batavia sana jadi mereka berdua cukup dekat. Ayah William awalnya menjadi pimpinan untuk pabrik gula ayah Jenan di Caruban Nagari. Namun, karena dia sudah makin berumur, jadi ayahnya memerintahkan Jenan yang menggantikan pimpinan di pabrik gula miliknya.
Hari itu matahari terlihat bulat sempurna. Apinya membakar seluruh permukaan bumi. Neraka, pikir Jenan. Dia menenteng tas berkulit hitamnya dilengan kiri. kemeja putihnya digulung asal sampai sikut. tak lupa dengan topi bundar khas Belanda yang menutupi hampir seluruh bagian wajahnya.
Tak lama dia melihat sebuah kereta kencana berhenti dihadapannya. Lalu seseorang turun dari kereta itu, pemuda berparas Belanda sama dengannya itu tersenyum. "Sir Jenan, maaf jika anda menunggu lama"
Jenandra mengangkat pandangannya lalu tersenyum "Ah, tidak William kau hanya menjermuku Lebih dari 10 menit" Katanya sedikit tertawa.
"Oh ayolah sir, kau tahu bagaimana ramainya jalanan pasar kan?" dia berdalih lalu mengangkat barang bawaan Jenan keatas kereta.
Jenan sedikit tertawa lalu dia ikut naik keatas kereta kencana itu "Aku tidak menyangka akan dipindah tugaskan disini oleh ayahku."
William mulai menjalankan keretanya, dia menoleh "Sudah menjadi resikomu Sir"
"Will kenapa tidak kau saja yang meneruskan memimpin pabrik gula yang didirikan ayahku" Jenan berujar
William menoleh, lalu dia menghembuskan nafas berat "Aku tidak suka berbisnis Sir Jenan, ah itu hanya membuat kepalaku menjadi semakin pusing, lagipula aku belum menyelesaikan sekolahku"
Jenan hanya tersenyum menanggapi. William memang lebih tertarik dengan dunia seni, dia . Dia lebih tertarik dengan seni lukis, sudah banyak lebih dari 100 kanvas yang sudah dihiasi dengan cat dikamarnya. beberapa lukisan yang dia buat terjual dengan harga fantastis . Menurut William dia bisa menghasilkan uang dari hobinya dan itu tidak membuatnya stress.
YOU ARE READING
Melia : Sebuah Cinta yang Tertinggal
Ficción histórica"𝐀𝐤𝐮 𝐬𝐞𝐥𝐚𝐥𝐮 𝐦𝐞𝐧𝐮𝐧𝐠𝐠𝐮𝐧𝐲𝐚 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐞𝐦𝐩𝐮𝐭𝐤𝐮, 𝐭𝐚𝐩𝐢 𝐝𝐢𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐩𝐞𝐫𝐧𝐚𝐡 𝐝𝐚𝐭𝐚𝐧𝐠" -𝐌𝐞𝐥𝐢𝐚 𝐈𝐬𝐯𝐚𝐫𝐚 Caruban Nagari, Hindia Belanda 1875