SUBUH

31 1 1
                                    

Setelah kata Amiin, ku akhiri dialogku dengan sang maha kuasa di pagi ini, kulepas atribut itu, sedikit merapikan rambut dan tank top yg ku kenakan dari semalam tadi.
Aku berjalan ke arah teras depan, ingin menikmati udara subuh yang 2 hari terakhir tidak dapat ku nikmati, diruangan itu seakan memberiku batas, aku sama sekali tidak suka disana.

Dan disinilah aku, di teras rumah abang ketigaku, menikmati udara subuh yg bersih, tidak banyak kendaraan yg lewat, masih gelap.
Entah kemana pikiranku menerawang aku tak ingat,
Tapi tiba tiba abangku datang, duduk disampingku dan meraih pipiku, ia menyeka air mataku, yg sebenarnya aku sendiri tidak menyadari, kapan aku menangis.

Hening, tidak ada pembicaraan diantara kami sampai beberapa menit, suasana ini sudah familiar untukku di satu bulan terakhir, aku tidak banyak bercerita dengan keluargaku, aku lebih suka diam, entahlah.
Di menit ke 10, abangku mengusak pucuk kepalaku dengan lembut, ku lihat matanya berkaca kaca,

" Tidak pernah sekalipun abang menyakiti istri abang, menyayanginya menuruti semua yg dia mau, abang juga tidak pernah membentak apalagi memukulnya, setiap kali kami beda pendapat, abang selalu mengalah, abang memilih diam, abang takut emosi menguasai dan abang takut semua menjadi fatal.
Abang selalu menjaga perasaannya, tidak peduli abang setuju atau tidak, abang lakukan dengan hati hati demi menjaga perasaannya, kebahagiaannya selalu menjadi prioritas diatas kebahagiaan abang sendiri, bang awa dan bang lung juga melakukan hal yg sama.
Karena kami sadar, kami memiliki 2 adik perempuan, yg akan menerima karma apabila kami melakukan kesalahan dalam berumah tangga, abang sangat berhati hati, tapi entah kesalahan yg mana yg mungkin abang dan 2 abang lain tidak sadari hingga kamu mendapatkan balasan seperti ini, abang minta maaf atas semua hal buruk yg kamu alami, abang sudah lalai, abang minta maaf atas semua rasa sakit yg kamu dapat ".
Abang berkata panjang lebar sambil terus melihat kearah punggungku, tangannya tak henti membelai lembut punggungku,
Lebih tepatnya kearah tatoo disana.

Semenit kemudian, yg kudengar hanyalah isak tangis, abangku menangis, kami berdua menangis.
Atas apa yg kualami, bukan salah mereka, ini salahku.
Aku memilih diam, aku diam.

Aku juga ingin sembuh, apapun akan kulakukan, aku ingin sembuh. Sakitku, lukaku sudah berusaha ku lepaskan, ku ikhlaskan semua seiring berjalan waktu.
Mungkin saja aku butuh waktu lebih lama lagi, untuk menyembuhkan semua luka, menyembuhkan semua trauma
Lebih banyak waktu lagi, setidaknya itu yg sedang kuusahakan, selalu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ONE SHOOT COLLECTION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang