BAB 3

133 72 231
                                    

DIUTAMAKAN VOTE & KOMENTAR!
DILARANG MEMBACA DISAAT WAKTU SHALAT.
DILARANG MEMBACA WAKTU MALAM!

H
A
P
P
Y

R
E
A
D
I
N
G

****

Setelah meninggalkan perpustakaan, Myra dan teman-temannya melangkah ke ruang seni. Suasana di sekolah terasa semakin mencekam, seolah angin membawa bisikan dari masa lalu. “Kita butuh informasi lebih lanjut,” Myra menyatakan, semangatnya kembali menggebu. “Bu Rina mungkin tahu lebih banyak tentang tempat terlupakan itu.”

Sesampainya di ruang seni, mereka menemukan Bu Rina tengah menyelesaikan lukisan. Ketika melihat mereka, ekspresinya berubah dari terkejut menjadi khawatir. “Ada apa, anak-anak? Kenapa wajah kalian terlihat pucat?”

Myra menceritakan pertemuan mereka dengan kegelapan dan bagaimana mereka berhasil mengusir bayangan hitam di gudang tua. Wajah Bu Rina menjadi semakin serius saat mendengar cerita itu. “Kegelapan bukan hal baru di sini. Legenda lama menyebutkan makhluk yang terikat dengan tempat terlupakan. Mereka menunggu saat yang tepat untuk bangkit kembali.”

“Tempat terlupakan?” Aislin bertanya, ingin tahu lebih jauh.

“Di tepi hutan, ada reruntuhan tua yang dulunya digunakan untuk ritual. Banyak yang tidak berani mendekat ke sana,” Bu Rina menjelaskan, memberikan peta usang. “Tempat itu berhubungan dengan kegelapan yang kalian hadapi.”

“Apakah itu aman?” Revanna bertanya, kekhawatiran terlihat di wajahnya.

“Tidak ada yang benar-benar aman saat berhadapan dengan kegelapan,” Bu Rina menjawab. “Tapi jika kalian bersatu, kalian mungkin bisa menemukan cara untuk menghentikannya.”

Dengan semangat baru, mereka berangkat ke tepi hutan, membawa peta dan harapan. Namun, saat memasuki hutan, suasana semakin gelap. Pepohonan tinggi menghalangi cahaya, menciptakan bayangan menakutkan. “Lo merasakan itu?” Raden berbisik, menatap ke belakang. “Seolah ada yang mengintai.”

“Jangan panik. Kita harus tetap fokus,” Myra berusaha menenangkan mereka.

Setelah berjalan jauh, mereka akhirnya sampai di reruntuhan tua yang diselimuti lumut. Suasana di sana membuat bulu kuduk mereka merinding. “Kita harus hati-hati,” Kaelan mengingatkan, suara bergetar.

Di tengah reruntuhan, mereka menemukan altar kecil dengan simbol yang mirip dengan yang mereka lihat di gudang. “Ini mungkin tempat yang digunakan untuk ritual,” Kaelan menyimpulkan.

Saat mereka menyelidiki altar, suara berderak terdengar keras. Bayangan hitam muncul, menakutkan dan mengintimidasi. “Kalian berani datang ke sini?” suara itu menggema. “Kalian tidak akan bisa menghentikanku.”

“Tidak! Kami akan melawanmu!” Myra berteriak, berusaha menunjukkan keberanian meski jantungnya berdegup kencang.

Kegelapan mulai mendekat, membuat mereka terhimpit rasa takut. “Kalian pikir bisa menang dengan keberanian semata?” suara itu menantang. “Kegelapan akan selalu menemukan jalan untuk kembali.”

Myra menyadari bahwa mereka harus menggunakan simbol di altar. “Kita harus melakukan ritual ini!” dia berteriak. “Kita bisa mengusirnya!”

06 DETECTIVE ( TERBIT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang