PROLOG

82 12 9
                                    

Harada Aiko duduk di sudut kafe, menatap layar laptopnya dengan penuh konsentrasi. Cahaya redup lampu neon dan suara mesin kopi memenuhi ruangan, kadang-kadang memecah fokusnya  hingga membuat beberapa kegelisahan mengisi pikirannya.

Saat ini sudah pukul 11 malam. Ia masih harus bekerja paruh waktu 1 jam lagi, sebagai pelayan cafe sembari belajar untuk ujian masuk universitas. Ah, ini sudah tahun ke 2 sejak ia lulus sekolah menengah pertama. Uang yang ia miliki selalu pas-pas-an hingga membuatnya harus bekerja lebih keras. 


Aiko tersentak ketika tiba-tiba ketika suara dering ponselnya memecah keheningan.
Saat melihat nomor yang tidak dikenal, ia mengernyit heran.
Tidak biasanya ada nomor yang tidak dikenal menelponnya?

Walaupun ia ragu, tapi Aiko tetap mengangkat telepon.
Suara yang ia dengar di ujung sana terasa rendah dan berat.

"Halo, ini kepala desa Matsumoto. Saya berbicara dengan Harada Aiko, bukan?" Suara itu serak, namun ada nada aneh yang membuat Aiko merinding.

"Ya, Saya adalah Harada Aiko."

"Saya ingin memberi tahu bahwa nenek Anda telah meninggal dunia."
Kata-kata itu membuat jantungnya berdegup lebih cepat; Aiko terdiam, ia merasa bingung dan tak percaya.

"Nenek? Saya tidak tahu saya punya nenek," jawabnya dengan nada ragu.

Ini pertama kalinya ia mengetahui bahwa ada keluarga dari pihak ibunya. Selama ini Ibunya selalu menutup diri tentang asal-usulnya, dan Aiko hanya tahu sedikit tentang kampung halamannya.

"Saya mengerti. Kami ingin mengundang Aiko-san untuk menghadiri upacara penghormatan kematian dan mengurus rumah peninggalan nenek Anda," lanjut kepala desa.

Hati Aiko berdegup lagi-kali ini lebih kencang, ia merasa gelisah untuk alasan yang tidak jelas. 

"Karna anda adalah satu-satunya keluarga yang tersisa. Saya rasa penting bagi Aiko untuk datang dan memberikan penghormatan terakhir pada Emiko-san" kata kepala desa dengan suara lembut, seolah-olah mencoba menenangkan Aiko.

Meskipun bingung, Aiko tahu bahwa ia akan tetap pergi. Ia membutuhkan uang untuk biaya masuk universitas, dan ia tidak ingin merepotkan pamannya yang selama ini sudah bersedia menampung hidupnya.

Meskipun keraguan itu menghantuinya, tapi kebutuhannya yang mendesak membuat tekad Aiko menguat. Ia segera menyiapkan barang-barangnya dan berangkat menuju desa dengan jadwal kereta paling pagi.  

Saat perjalanan dimulai, bayangan keluarganya mulai menyelimuti pikirannya. Kenapa ibunya tidak pernah bercerita apa-apa soal keluarganya? Bagaimana jika neneknya meninggalkan lebih dari sekadar rumah? Kenapa keluarganya hidup dan seolah-olah menganggapnya tidak ada? Apa yang akan dia hadapi di desa itu?

Saat kereta melaju ke arah perfektur kagawa, Aiko merasakan udara semakin berat. Kabut tipis mulai menutupi jendela, seolah-olah menyembunyikan sesuatu yang menunggu di balik kegelapan.

Dalam keheningan, suara bisikan samar terdengar, seolah-olah memanggilnya, mengingatkan Aiko bahwa warisan keluarganya mungkin jauh lebih dalam dan mengerikan daripada yang pernah ia bayangkan.
---

Haiii guyss ini FF pertama aku yang genrenya horor.

semoga suka yaaahhh jangan lupa bantu vote. thank you 


The Forgotten Family - Keluarga yang TerlupakanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang