06. Mulai lelah

659 59 7
                                    

Happy ready yaaa!!!
________________________________

Ananta terlonjak ketika mengetahui pintu kamarnya tiba-tiba terbuka dari luar. Cowok itu sedikit merutuki dirinya, memaki dirinya sendiri di dalam hati, kenapa tadi pintunya tidak dikunci?

Sosok Papa muncul sembari menggelengkan kepala, bersedekap dada sambil berjalan masuk, menyalakan lampu utama pada kamar itu, membuat semua sisinya terang.

Melihat Ananta yang diam saja di tempatnya, Papa lantas mengusap surainya gemas. "Berapa kali dibilangin jangan begadang!" Disusul dengan jeweran pelan di telinga.

Ananta sontak meringis, tapi kemudian terkekeh. "Maaf, Pa."

"Udah jam 2 loh ini, Dek. Tidur sana, besok sekolah kan? Kalau gak bangun gimana?"

"Pasti bangun kok, Pa."

"Pasti bangun atau pasti gak bakal tidur sampai subuh?"

Lagi-lagi Ananta hanya bisa nyengir.

Meskipun sudah sering dapat penyakit dari kebiasaan-kebiasaan buruknya, tidak tau kenapa anak bungsunya ini tak pernah merasa kapok. Papa, Mama, Mas Raga, semua orang selalu mengingatkan Ananta untuk meninggalkan kebiasannya, yang dikasih tau juga mengangguk-angguk saat diberi wejangan. Memberi jawaban dan janji-janji yang menyakinkan kalau ia akan berubah. Namun kenyataannya? Semua janji yang Ananta utarakan hanya berupa omong kosong. Ananta masih tetap pada kebiasaan buruknya. Melupakan apa saja yang bisa terjadi ke depan jika ia terus seperti itu.

"Ayo, Ta, udahan dulu main gamenya. Cuci muka sana terus tidur. Ini lagi, kapan kamu pesen kopi?"

Papa itu orangnya sabar, hampir tidak pernah marah yang sampai meledak-ledak. Apa karena itu Ananta jadi gak punya takut? Akan tetapi, Raga, meskipun tidak pernah dimarahi dan selalu dikasih tau dengan lembut, ia selalu nurut, gak pernah ngebantah.

"Bentar lagi ya, Pa, 5 menit."

Bukan seperti Ananta, yang ada saja alasannya.

"Aku belum ngantuk, Pa. Percuma juga rebahan di kasur mataku tetep gak bisa merem."

"Ya gimana mau ngantuk Ta, kalau malam-malam sebelum tidur begini kamu malah ngopi?" Papa menyindir segelas kopi yang isinya tinggal seteguk di atas meja belajar putranya.

"Itu sisaan sore kok."

"Gak usah bohong. Udah ayo tidur, Ta."

"Janji, 5 menit lagi. Papa keluar dulu saja."

Papa menghela panjang. Jujur lelah kalau ditanya. Harus dengan cara apalagi ia menasehati Ananta? Apakah ia harus menjadi ayah yang super galak? Yang kasar dan dikit-dikit teriak, main tangan? Oh ayolah, Papa bukan tipe yang seperti itu. Papa gak akan tega untuk melukai anaknya barang sedikit pun. Justru, saat seringkali anaknya terluka, ntah karena bermain, diganggu temen, apa pun itu, alih-alih mengomel kayak mama, Papa malah akan mengambdikan dirinya sebagai perawat untuk anak-anak, merawat buah hatinya hingga benar-benar sembuh.

Sekarang saja sudah jarang karena Papa merasa jika anak-anaknya sudah besar dan sudah bisa jaga diri. Tapi melihat Ananta yang masih seperti ini, sepertinya mau tidak mau Papa harus bertindak sedikit lebih keras.

"Ck, udah ayo, tidur, Ta!" Papa merampas ponsel Ananta hingga cowok itu memekik sambil melotot tidak terima. Ia juga sampai bangkit dari duduknya, berupaya menggapai ponselnya dari tangan Papa.

"Pa, balikin, itu dikit lagi menang."

"Nggak ada! Tidur sekarang!"

Tanpa basa-basi, Papa pun memilih pergi. Bersama dengan ponsel Ananta, Papa melenggang keluar. Mengabaikan teriakan anaknya. Bahkan sampai mengunci pintu dari luar ketika Ananta mengejar.

What is Life? [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang