Happy reading yaaa!!!
_____________________________Hari itu Ananta melakukan check up rutinnya di salah satu rumah sakit yang memang sudah tak asing lagi bagi cowok bertubuh kurus tersebut. Ia hanya datang bersama Raga sebab kedua orangtuanya sedang ada pekerjaan. Sejak dalam perjalanan, telinga Ananta terus-menerus, tanpa henti dicerca, dimasuki oleh omelan Raga mengenai segala macam larangan yang sebenarnya sudah Ananta hafal di luar kepala.
Daripada mendengarkan yang berujung bosan dan muak, Ananta pun membuang muka ke luar jendela. Raga yang melihat tindakan adiknya itu lantas mengesah berat.
"Gini nih, kalau gak ingat kita lahir dari rahim yang sama, serius Ta, gue jorokin sekarang juga lo keluar."
Tau jika itu hanya bercanda. Ananta lantas menyahut sekenanya, "Dorong aja, paling kalau gue jatuh, terus ketabrak kendaraan dari belakang, mati, lo sendiri juga yang bakal nangis-nangis."
"Anak anj—"
Sabar.
Sabar adalah satu kata yang selalu Raga tekankan dalam hatinya sejak lama. Sepertinya juga, Raga banyak menurun sifat Papa yang gak gampang marah, yang lemah lembut, punya kesabaran seluas samudera. Lalu, bolehkah Raga bersyukur akan kelebihan itu?
"Lo kapan mau cari cewek, Mas?"
"Hah?"
Ditodong pertanyaan seperti itu dengan cara mendadak, sukses membuat Raga melongo dengan mulut dan mata yang terbuka lebar. Ananta sedikit tertawa melihat ekspresi kakaknya.
"Lo gak sakit kan? Gak ada angin gak ada hujan. Kenapa tiba-tiba nanya kapan gue mau cari cewek?"
"Ya ... gak apa-apa. Pengen lihat aja, selera cewek lo kayak gimana."
"Heh! Selera gue tinggi ya! Mangkanya gue lama dapat cewek. Maaf, gue orangnya terlalu pemilih," kata Raga congkak.
"Halah, alasan, padahal lo gak punya cewek karena gak ada yang mau, iya kan?"
"Ngeremehin nih, bocah. Jangan sembarangan lo!"
Lagi, Ananta tertawa, kali ini agak keras tawanya dan Raga sadar akan hal itu. "Serius lo ngetawain gue? Gini-gini banyak yang naksir gue, Ta."
"Ya udah mangkanya, cepet cari yang sesuai sama kriteria lo. Gue ... gue ingin lihat lo bahagia, Mas. Bahagia yang tulus, yang bukan karena orang lain, tapi karena diri lo sendiri."
Siang itu Ananta sukses membungkam mulut Raga, menjadikan lidah Raga terasa kelu. Sekadar menelan ludah saja Raga kesusahan. Ia meremas stir mobilnya sebagai bahan pelampiasan atas perasaan aneh yang tiba-tiba menyeruak dalam dada. Raga tidak menengok ke arah Ananta, ia tidak tau bagaimana rupa Ananta sekarang. Apa ekspresinya Raga tidak ingin tau. Namun dari perkataannya, Raga cukup takut. Apa maksud anak itu bilang demikian?
***
Sesampainya di rumah sakit, Raga dan Ananta hanya menunggu sebentar karena sudah membuat janji dulu dari awal. Keduanya lalu berjalan masuk ke ruangan dokter yang memang sudah menangani Ananta sejak lama. Mereka sudah akrab, seakrab Ananta dengan rumah sakit dan obat.
Dokter Fauzan namanya. Dari yang Raga pernah dengar, Dokter Fauzan juga merupakan anak dari teman dekat kakeknya—ayahnya Papa. Namun karena beda negara, jadilah si penyambung tali tak pernah berinteraksi dalam waktu yang cukup lama. Lalu tau-tau, kedekatan yang sempat berjarak dipertemukan lagi oleh Ananta, sebagai pasien Dokter Fauzan.
Saat Raga dan Ananta masuk, Dokter Fauzan menyambut mereka dengan senyum manis. Lesung pipi itu tampak cocok berada dan menghiasi wajah sang dokter. Mereka berdua dipersilahkan duduk untuk kemudian meminta Ananta menjelaskan tentang kondisinya belakang ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
What is Life?
FanfictionBagi Ananta Dipta, hidup adalah tentang kesehatan. Tidak ada yang lain, Ananta hanya ingin kembali hidup sehat untuk waktu yang panjang. -- ⚠️⚠️⚠️ - no bxb - no romance - no happy ending -- Rank #7/41,6k - Jaemin (2 November 2024) #5/4,89k - Sick...