"Dengan ini, kami informasikan bahwa Levi dari kelas 7A telah terpilih sebagai ketua OSIS yang baru, menggantikan ketua sebelumnya yang tidak dapat memenuhi tanggung jawab program kerja," ucap moderator yang memimpin acara pemilihan ketua OSIS.
"Kami berharap semoga dengan terpilihnya ketua OSIS yang baru, Levi, dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik." Lanjutnya.
Aamiinn ...
"Saya Michie Alexandra, selaku moderator pada siang hari ini, izin pamit. Jika ada salah kata, mohon dimaafkan. Selamat siang, salam sejahtera, dan selamat belajar kembali."
Para murid pun bertepuk tangan, lalu berdiri dan menuju ke kelas. Levi, ketua OSIS yang baru, juga berdiri ditemani oleh Regie, wakil ketua OSIS yang lama.
Moreen, salah satu murid di sana, mulai kembali ke kelasnya. Moreen tak menyangka bahwa orang yang ia sukai, 'Fritzy', kalah dalam pemilihan ketua OSIS, dan yang terpilih adalah Levi. Moreen mengakui, Levi unggul dalam hal pertemanan karena ia memiliki koneksi yang luas, mulai dari adik kelas, teman sekelas, hingga kakak kelas.
Erine, yang berjalan di amping Moreen, mengejeknya karena Fritzy tidak terpilih sebagai ketua OSIS. "Yah ... crush lo kalah vote, ya? Kalah berapa suara?"
Moreen menjawab, "beda 30 suara anjir dari Levi, tapi biarin lah, mungkin belum rezeki nya."
"Lemah banget koneksi pertemanan crush lo," ucap Erine.
"Biarin, daripada yang udah jadi ketua OSIS, terus malah di kick gara-gara ketahuan ciuman," balas Moreen sambil mengejek Erine.
"Eh, sumpah, itu siapa sih yang dapet rekamannya? Kasihan Oline. Tau gak sih tuh orang? Masa sesekali aja gak boleh, langsung di kick gitu aja," ucap Erine.
"Gue sih nggak nyebut merk, ya. Bisa aja gue lagi nyindir ketua OSIS yang lain, bukan nyindie pacar lo. Tapi kalau lo ngerasa gue nyindir, well, good job, ternyata lo peka juga sama yang gue maksud," ucap Moreen.
"Eh, anjing, kasus pacar gue udah gede banget, gimana gue nggak tahu. Tapi yang gue penasaran, yang ngerekam siapa? Pengen gue pukul sumpah kalau gue tahu siapa yang ngerekam," ucap Erine.
"Lagian, udah tahu Oline ketua OSIS, masih berani aja ngelakuin kayak gitu. Erine, Erine," ucap Moreen sambil menggelengkan kepalanya.
"Gue nggak mau, anjir. Si Oline yang maksa gue buat kissing-kissing kayak gitu. Gue mah udah nolak sampai 10 kali," ucap Erine.
"Terus kenapa lu masih terima?" tanya Moreen.
"Eh, anak cantik, pinter. Kalau gue nolak, gue diancam. Keluarga gue yang bakal kena ancaman," ucap Erine.
"Halah, alesan lo doang kali itu, mah," ucap Moreen.
"Udah, udah, lupain," ucap Erine.
Mereka berdua tiba di sekolah, lalu menaiki tangga menuju lantai tiga untuk pergi ke kelas dan melanjutkan pelajaran. Sesampainya di lantai tiga, Moreen dan Erine menuju kelas 7A. Di sana, dekorasi sangat ramai-muka Levi terpampang di sebuah banner yang dipajang di belakang kelas, dan di papan tulis tertulis ucapan 'Selamat, Levi' dengan huruf besar dan panjang. Moreen terkejut, ternyata Levi memiliki banyak penggemar.
"Gelo, guys, itu banner kapan dibuatnya? Kok nggak bilang-bilang gue dulu, sih? Kan gue entar bisa diskusi sama bendahara dulu, jadi kita bisa pakai uang kas, buat bikin baliho nya. Jawab jujur, ini pakai duit siapa, dan siapa yang buat?" tanya Moreen dengan nada sedikit marah karena baliho itu dibuat tanpa sepengetahuannya.
"Gue, gue yang bikin banner-nya. Kenapa, duit-duit gue!" jawab seorang lelaki berambut lumayan panjang dengan model rambut tengah.
"Morgan," sebut Moreen, yang ternyata adiknya dan menjadi pelaku. Morgan memang selalu punya kejutan, dan Moreen selalu capek melihat kelakuan adik lelakinya itu.
"Dek, copot topi! Lagi di kelas!" ucap Moreen.
"Gak mau! Hak gue, topi gue, yang bayar juga gue!" tolak Morgan dengan keras.
"Ya udah, seenggaknya kedepanin topinya, jangan kebelakangin, kayak orang sokong kamu, kalau topi dibelakangin gitu?" ucap Moreen.
"Gak!" tolak Morgan, menolak suruhan kakaknya.
Moreen, yang sudah kesal dengan adiknya, langsung mengambil topinya dan menyimpannya di tas. "Lain kali, jangan suka ngelawan apa yang kakak bilang, ngerti?"
Adiknya hanya bisa menundukkan kepalanya ke bawah karena tidak bisa melawan. Dia tahu, kalau dia melawan, dia akan berhadapan dengan kakaknya.
💸💕
Suara ramai mulai terdengar di luar kelas. Moreen punya firasat bahwa itu adalah antek-anteknya Levi yang sedang memuja-muji Levi dan ada yang memberi selamat kepadanya.
"Gelo, temen gue kepilih ketua OSIS," ucap seseorang kepada Levi sambil memijat pundaknya.
"Keren, dah lo, Vi. Lo bayangin, suara lo 400, sedangkan si Fritzy 370. Gila, seru banget tadi pas perhitungan suara," lanjut teman di sebelahnya.
"Iya, cok, sengit banget! Awal-awal, si Fritzy memimpin, dan di situ kondisi gue udah kayak orang mati, lemes banget. Eh, ternyata gak jadi lemes pas nama lo disebut sampai berkali-kali. Top banget!" lanjut temannya yang sedang memijat pundaknya.
"Stop, guys! Gue takut kena ain, anjir, dipuji-puji kayak gini. Gimana kalau jajanan kalian semua gue traktir nanti? Tapi ayo kita ke kelas dulu, capek gue tadi di luar, panas banget," ucap Levi dengan nada merendah dan santai.
"Omegot, ketua capek! Woi, Nala, kipasin, ketua kita capek! Gue lagi nggak bisa ngipas, gue lagi mijitin," ucap teman Levi kepada Nala.
"Siap, Chia," jawab Nala, menerima perintah dari Nachia.
Nala mengeluarkan kipas mini portable miliknya yang selalu ia bawa ke mana-mana jika dibutuhkan. Nala tidak takut jika dia dikatai "boty" oleh teman-temannya, adik kelas, maupun kakak kelas, karena Nala bisa mengajak duel kepada siapa pun yang berani mengatainya "boty."
Nala menyalakan kipas itu ke kecepatan paling tinggi agar anginnya terasa. Tak lupa, Nala mengambil lap milik Levi dan langsung mengelap muka Levi yang dipenuhi keringat.
Sesampainya di kelas, teman-temannya langsung memberi hormat kepada Levi dan memberikan jalan. Levi kaget melihat baliho di belakang kelas dengan wajahnya terpampang sangat besar.
"Pasti ulah si Morgan nih," gumamnya, tapi ia tak mau buka suara dulu.
"Astaga, siapa yang naro banner?" tanya Levi sambil menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangan, merasa malu.
"Tuh, pelakunya yang lagi duduk di kursi guru," jawab Moreen.
Firasat Levi ternyata benar. Dia ingin sekali memarahi Morgan, tapi merasa tidak enak karena ada kakaknya. Namun, sebelum itu, Levi ingin memastikan terlebih dahulu, takut kalau Moreen berbohong.
"Gan, bener lo yang bikin banner ini?" tanya Levi.
"Iya, gue yang bikin. Kenapa? Mau marahin gue? Tapi sebelum lo marahin, gue cuma mau bilang, gue udah effort loh bikin kayak gitu. Harganya juga nggak murah, dan ini semua demi lo," jawab Morgan.
Levi yang mendengar Morgan berbicara seperti itu, semakin merasa tidak enak untuk memarahinya, karena Levi juga tahu bahwa membuat banner tidaklah murah. Levi hanya bisa menghela napas dan akhirnya pergi ke tempat duduknya.