Saat itu, terdengar ketukan di pintu. "Pizza sudah datang!" seru salah satu siswa yang berlari masuk ke kelas, membawa kotak pizza yang berasap.
Seisi kelas langsung riang gembira. Ada yang berteriak-teriak tidak jelas, ada yang memuja-muja Levi, dan beberapa murid bahkan menggunakan kesempatan ini untuk tidur. Beberapa lainnya asyik bermain gitar, mengisi ruangan dengan suara melodi spontan. Sementara itu, Moreen duduk di bangkunya, menatap suasana kelas yang sedikit kacau. Meskipun dia merasa tidak senang dengan kebisingan itu, dia ingat janjinya untuk lebih santai. Lagi pula, ini perayaan yang diinisiasi oleh gurunya sendiri untuk Levi, jadi dia tidak bisa melawan suasana.
Moreen mencoba menarik napas panjang dan melepaskannya perlahan, berusaha menyesuaikan diri. "Oke, Reen, ini cuma sehari, santai aja," gumamnya pada diri sendiri.
Erine yang duduk di sebelahnya melirik dan tersenyum kecil. "Gue tahu lo masih berusaha menahan diri, kan?" tanya Erine sambil menyenggol bahu Moreen.
"Ya ... Lumayan," jawab Moreen sambil tersenyum kecut. "Tapi nggak apa-apa, toh ini buat perayaan Levi juga."
"Nah, gitu dong! Sesekali nikmatin aja, lo terlalu sering jadi polisi disiplin. Lihat tuh mereka," Erine menunjuk ke arah teman-teman mereka yang sedang bercanda sambil makan pizza. "Kita bisa gabung, atau kalau lo masih risih, kita bisa tidur juga tuh kayak mereka," canda Erine, membuat Moreen sedikit tertawa.
Di tengah keramaian, Levi melihat Moreen yang tampak sedikit terasing. Dia mendekat dengan sepotong pizza di tangan. "Reen, gue tahu lo nggak suka hal-hal berantakan kayak gini, tapi coba nikmatin aja, ya. Lagipula anggap aja ini sebagai ngerayain kerja keras lo sebagai ketua kelas," kata Levi dengan senyum lebar.
Moreen menatap Levi, lalu mengangguk. "Oke, gue coba ... Tapi lo janji, abis ini langsung tertib lagi."
"Deal!" jawab Levi sambil menyerahkan sepotong pizza ke tangan Moreen.
""Ayo, Reen, kita gabung," ajak Levi sambil menarik tangan Moreen.
Moreen yang tak siap ditarik, hampir terjatuh, namun berhasil menahan dirinya. Dia pun akhirnya mengikuti Levi, meskipun wajahnya masih tampak ragu.
"Waduh, lo ajak nih anak ke sini, Lev? Yakin lo? Dia kan biasanya gabisa diajak seneng-seneng," ucap Nala sambil tertawa kecil, menggoda Moreen.
Moreen melirik Nala, lalu menjawab dengan nada sedikit sarkastik, "Hah, emangnya gue robot ya, nggak bisa senang-senang? Gue cuma nggak suka keributan berlebihan, tahu."
Levi tersenyum mendengar jawabannya. "Nah, kan, bisa kok dia diajak seneng-seneng. Santai aja, Reen, ini sekali-sekali."
Nala mengangkat bahu, "Oke deh, kita lihat aja. Mungkin hari ini lo bisa jadi manusia normal!" godanya lagi.
Moreen hanya menggeleng pelan, lalu ikut duduk di antara mereka. Walau masih canggung, perlahan ia mulai menyesuaikan diri dengan suasana. Teman-temannya terus menggoda dan mengajak bicara, membuat Moreen sedikit lebih rileks.
Erine yang duduk tak jauh dari situ memandangi Moreen, lalu berbisik pada Nachia, "Gue heran sama Moreen, padahal dia bisa seneng-seneng, tapi kayaknya dia terlalu memikirkan aturan. Semoga aja hari ini dia bisa relax."
"Iya, liat aja, lama-lama dia pasti enjoy," jawab Nachia sambil mengunyah sepotong pizza.
Suasana semakin santai dan tawa terdengar di seluruh sudut kelas. Moreen, yang awalnya ingin menghindar, akhirnya tersenyum juga dan mulai terlibat dalam percakapan dan candaan.
Levi menepuk pundaknya, "Liat, nggak susah kan buat sedikit enjoy? Lo cuma perlu berhenti mikir terlalu keras, Reen."
"Iya, iya..., tapi ingat janji kita tadi ya, Lev. Habis ini langsung tertib, jangan buat keributan lagi," jawab Moreen, dengan nada tegas namun tetap santai.
Levi mengangguk sambil tersenyum lebar ke arah Moreen. "Iya, itu gampang banget diatur, yang penting sekarang kita happy-happy dulu," balasnya dengan nada ringan, mencoba mencairkan suasana.
Moreen mendesah pelan tapi tidak bisa menahan senyum kecilnya. "Oke, gue pegang omongan lo ya, Lev," katanya, setengah bercanda, setengah serius.
Suasana di sekitar mereka semakin meriah, anak-anak terus bercanda dan menikmati pizza yang dibawakan oleh Miss Gracia. Beberapa murid mulai memainkan musik dari ponsel mereka, menghidupkan suasana.
"Eh, Ren, lo suka lagu ini kan?" tiba-tiba Erine memutar sebuah lagu yang familiar, sebuah lagu yang sering diputar Moreen saat dia lagi di mood yang lebih santai.
Moreen melirik Erine, tersenyum kecil, "Tahu aja lo, Rine."
"Yah, gue kan temen lo, gue hapal banget sama playlist lo," jawab Erine sambil tertawa kecil.
Seiring berjalannya waktu, suasana di kelas 7A mulai lebih tenang, tapi tetap terasa hangat. Moreen perlahan merasa lebih nyaman, meski tetap memperhatikan agar teman-temannya tidak berlebihan.
Levi melihat Moreen yang duduk agak lebih tenang sekarang, lalu dia mendekat dan berbisik, "Nih, liat, gue udah berhasil bikin suasana nggak terlalu ribut, kan?"
Moreen tertawa kecil, "Iya, iya, lo menang kali ini, Lev. Tapi jangan lupa ya, abis ini kita tetap harus fokus lagi."
Levi mengangguk sambil melirik jam tangannya, "Tenang, gue ingat kok. Bentar lagi, kita beresin semuanya, dan balik ke mode ketua kelas."
Moreen tersenyum kepada Levi, merasa sedikit heran namun senang. Tidak biasanya Levi begitu patuh padanya, apalagi dalam situasi seperti ini. Namun kali ini, Levi terlihat benar-benar berbeda, begitu nurut dan menghormati setiap kata-kata Moreen.
"Aneh juga lo hari ini, Lev," ucap Moreen sambil tersenyum, setengah bercanda.
"Kenapa tuh? Emang gue salah apa?" jawab Levi dengan ekspresi pura-pura bingung, tapi senyum lebar tetap terlukis di wajahnya.
"Biasanya lo ngelawan dulu kalau gue ngomong, sekarang kok jadi penurut banget. Ada apa nih?" tanya Moreen, masih dengan nada bercanda.
Levi hanya mengangkat bahunya. "Kadang-kadang kita butuh jadi ketua kelas yang baik juga, kan?" jawabnya ringan, namun ada sedikit nada serius di dalamnya.
Moreen mengangguk kecil, merasa sedikit terkesan. "Ya udah, semoga seterusnya lo kayak gini," katanya.
Levi tertawa pelan. "Doain aja," jawabnya sambil menatap ke arah teman-teman mereka yang masih sibuk bersenang-senang di kelas.
Di sisi lain, Erine memperhatikan dari jauh, melihat bagaimana Moreen dan Levi mulai bisa berinteraksi tanpa banyak ketegangan. "Wah, wah, si Levi nurut juga ya sama si ketua judes," gumamnya kepada Nachia yang berdiri di sebelahnya.
"Iya nih, gue kira tadi bakal ribut, ternyata bisa damai juga," jawab Nachia dengan nada setengah bercanda.
Sementara itu, di depan kelas, Miss Gracia masih duduk di mejanya, memperhatikan murid-muridnya dengan senyum kecil. Dia merasa bangga karena murid-muridnya, meski baru saja melalui suasana tegang pemilihan ketua OSIS, tetap bisa menjaga kebersamaan dan tidak berlebihan.
Setelah beberapa saat, Miss Gracia berdiri dan berkata, "Oke, anak-anak, waktunya beres-beres. Perayaan kecilnya cukup ya, kita harus siap-siap untuk pelajaran berikutnya."
Semua murid mulai bergerak, membereskan sisa-sisa makanan dan minuman. Levi melihat Moreen lagi dan berkata, "Lihat, gue janji kan, kita bakal tertib lagi."
Moreen tersenyum puas. "Iya, lo buktiin omongan lo kali ini, Lev."