BAB. 01 (Tentang Keluargaku)

175 18 0
                                    

Tentangku, Santa, anak dari Bapak Boun dan Ayah Prem, yang sudah berpisah kurang lebih 15 tahun. To be honest, kami semua bahagia di jalan masing-masing. Hanya saja lebih dari sepuluh mulut tetangga menggagap kami sebagai berikut :

"Kasihan, masih kecil orangtuanya udah pisah. Kurang kasih sayang tuh anak. Mana orangtuanya sama-sama laki-laki ya semakin kurang perhatian."

"Takut banget kalau anaknya besok kayak orangtuanya. Biasanya karma itu nyata. Semoga aja Santa gak kayak gitu."

"Eh, eh, eh, anaknya Pak Jiwong, si Prem, ayahnya Santa, beli sawah dekat lahan saya, loh. Pakai uang orangtua apa gimana, ya? Perasan si Prem itu kerja online di rumah, masa bisa beli sawah yang hampir satu miliyar."

Tetangga lain berspekulasi, "Liburan sekolah kemarin Santa ke kota, ke tempat Bapaknya, kan. Mungkin dapat uang buat biaya sekolah sama kebutuhan sekolah, eh sama Ayahnya malah dipakai buat beli sawah kali? Kasihan Santa-nya. Anakku saja aku rela-relain beli sepatu Tomkins yang mahal biar awet, terus aku lihat Santa cuma pakai sepatu Adidas KW kali, ya? Beli di emperan pasar."

"Eh, Bapaknya itu orang punya loh padahal."

"Ya memang! Palingan cerai karena gak direstui pihak sana."

"Iya kah?"

"Iya!"

"Banyangin saja setiap dapat uang saku dari Bapaknya buat kebutuhan anak malah dipakai buat beli sawah, sapi, kambing, sama kebutuhan rumah!"

Dan lain lagi...

Santa tidak perlu repot-repot memberitahu akan keindahan cerita kehidupanya yang sudah berjalan 16 tahun ini.

Memang awal kisah cinta Boun dan Prem sangat manis. Cerita klasik jaman sekolah. Prem di kota tanpa pengawasan orangtuanya membuat Prem bebas dan semakin bebas hingga tanpa diduga hamil saat masih duduk dibangku sekolah.

Mengenai perceraian hanya keduanya yang lebih tau.

Namun, pernah sekali Santa muak dengan berbagai gosip yang beredar. Ia ingin sekali mengundang beberapa tetangga yang kerap menguliti keluaraganya untuk datang ke balai desa dan Santa akan dengan senang hati  berbicara dengan mic di tangannya.

"Pertama, jangan kasihani hamba ini! Kenapa? Karena kehidupan kami lebih dari cukup dan tidak kekurangan sama sekali."

"Kedua, Bapak Boun saya yang mulia itu  sangat amat sangat perhatian, baik kasih sayang dan materi. Begitu juga Baginda Ayah Prem, beliau ini sudah memberiku banyak kasih sayang yang tingginya melebihi Everest. Begitu juga kasih sayang kakek-nenek kedua belah pihak sedalam Palung Mariana. Paham?"

"Ketiga, karma? Hei tetangga yang budiman, saya Santa yang terhormat ini ingin menyampikan, jika Ayah saya, Prem Warut, sudah menguliahiku sejak dini. Beliau yang bercerita jika perbuatannya di masa mudanya itu perbuatan dosa. Ia memberiku contoh tentang perilaku baik dan buruk yang harus saya hindari. Contoh kecilnya apa? Rasan-rasan! Alias dilarang membicrakan orang. Paham? Jadi, daripada sibuk menunggu karma yang diperbuat orangtuaku dan datang padaku, lebih baik mewanti-wanti diri sendiri. Jikapun dimasa depan saya mendapat karma, itu datangnya dari saya pribadi, perbuatan buruk yang saya jalani. Bukan dari perbuatan orang lain."

"Keempat, kekayan. Haruskah saya bercerita secara rinci? Saya yakin jika Anda sekalian lebih tahu daripada saya, karena saat itu saya masih belita. Dalam artian, gosip saat itu lebih panas daripada saat-saat ini."

Santa ingin merinci perjalan setelah badai percerian orangtuanya. Meskipun Santa mendapat cerita tersebut dari kakek-neneknya, ia sempat bertanya kepada orangtuanya, dan mendapat anggukan jika itu 'iya'.

[BL] BOUNPREM - BAPAKKU DUDA - MPREG Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang