6

336 24 3
                                    

Aku pernah berpikir kalau aku lebih sibuk dengan dunia fiksi ketimbang dengan dunia nyata. Bahkan aku lebih sering mengabaikan orang orang disekitar ku hanya untuk sekedar menulis, tak banyak dari mereka melarang ku untuk berhenti menulis cerita tapi aku menentang semua itu.

Karena yang ada didalam pikiran ku hanya lah fiksi, fiksi dan fiksi. Menjadi makhluk sosial yang introvert menjadikan diri ini semakin tertutup, setiap kali aku marah, sedih, rindu dengan seseorang, dan banyak lagi selalu ku tulis di atas kertas putih.

Tidak ada gunanya kita berbicara pada orang menceritakan keluh kesah kita tapi tidak ada satupun yang mendengar nya, aku disini bukan disitu. Rasanya ingin berteriak ditelinga mereka "hei, lihat aku menangis, aku marah dan aku butuh pelukan untuk menenangkan diri,". Sehingga sebuah imajinasi konyol mulai tumbuh dalam diri ku, lucu sekali saat semua orang tertawa dengan riang terdekat mereka sedang aku hanya mampu tertawa dengan imajinasi ku.

Aku benci mereka, sungguh aku membenci dunia ini yang tidak pernah Adil pada diri ku. Sudah beberapa obat tidur yang ku telan setiap malam hanya untuk tidur yang tenang.
Untuk menyambut pagi yang cerah tapi tidak dengan hati.

___
_
___

"Woy!" Teriak seseorang. Sontak saja Wezen langsung menoleh kearah belakang, seorang pemuda berlari kearah nya dengan kaki jenjangnya. Kala itu bibir nya terangkat melukiskan senyuman manis disana.

Wezen melambaikan tangan kearah zavian tapi pemuda itu justru melewati nya yang membuat dirinya kecewa, ia memutar tubuhnya saat itu wezen melihat zavian sedang berbincang dengan Danar temen sekelasnya.

"Ayo pulang, gua udah laper." Ucap zavian merangkul pundak Danar, "gimana kita makan mie ayam bang Mamat?"tawar Danar.

"Boleh! Ayo!"seru zavian berjalan santai menuju motor nya. Suasana parkiran yang sudah semakin sepi, satu persatu murid meninggalkan pekarangan sekolah dan pulang kerumah ataupun sekedar nongkrong bersama teman. Zavian melaju motornya keluar dari gerbang sekolah melewati Wezen yang masih berdiri disana.

____
_
____

"Zen, sudah pulang?"tanya seorang wanita keluar arah dapur dengan pakaian yang sedikit kotor karna adonan kue yang menempel.

"Hmm.."balas wezen, deheman. Tidak menegur putra nya, Rini hanya mampu menghela nafas ulah Wezen.

"Zen, mama udah bikinin kue kesukaan kamu. Kamu cobain, yah?"tawar Rini dengan semangat tapi tidak mendapatkan respon dari Wezen. "Gua enggak butuh!"

"Zen, mama udah susah susan bikin, loh. Kamu enggak mau ngehargain buatan mama?" Ucap sedunya.

Dengan berat hati wezen berjalan ke dapur, Rini tersenyum saat melihat putranya mengambil satu gigitan di kue bikinannya. Tidak sia sia ia membuat nya kue itu sudah habis dilahap Wezen, "udah, kan?"

"Sayang, maafin mama, ya? Maafin mama enggak ngebela kamu, mama tau ini sangat menyakitkan tapi kamu harus bertahan ya?"

"Bertahan? Dari dulu sampai sekarang Wezen selalu nurut kata mama sama ayah, enggak pernah Wezen menentang semua itu! Selalu Wezen turutin. Katanya buat kebaikan Wezen tapi apa? Wezen enggak pernah merasakan kalau yang mama sama ayah kasih itu baik."

Dada nya terasa sesak, nafasnya putus putus. Sudah lama ia memendam semua rasa sakit ini, saat dirinya masih kecil mama sama ayahnya. Disaat Wezen kecil ingin bermain bersama teman teman seumurnya tapi justru dirinya harus belajar, belajar, belajar dan belajar. Setiap kali wezen kecil ingin meminta dibelikan main justru keinginan tidak pernah dituruti.

Tak hanya itu ayahnya tidak segan segan menghukum nya saat dirinya melewati les privat nya, tubuh mungil itu dipukul dan dikurung ditempat yang dingin tanpa diberikan makan dan minum, sungguh kejam tapi ini ada aturan ayahnya.

Saat usianya sudah menginjak usia 10 tahun paman dari ayahnya pulang dari Belanda saat mendengar dirinya sering disiksa oleh ayahnya. Disaat ayahnya memarahi Wezen kecil yang memeluk tubuh mungilnya disudut ruangan, pamannya lah orang pertama yang membawa nya pergi.

Erwin rawikara, pria setengah baya itu masih tampak masih muda dan tampan, bahan kerutan diwajahnya tidak memberikan efek pada wajah nya. Masih banyak para wanita ataupun gadis yang menginginkan Erwin tapi pria itu lebih memilih melajang Agara bisa melindungi keponakan nya, Wezen.

"Wezen, keponakan kesayangan om. Apa kabar boy?" Tanya Erwin merangkul pundak Wezen, "baik om, om gimana baik?"tanya balik Wezen.

"Seperti yang kamu lihat masih tampan seperti kalanya!" Tawa mereka pecah saat mendengar ucapan Erwin, keduanya sering menghabiskan waktu bersama hanya untuk mengobrol, bermain catur ataupun melakukan hal hal yang menyenangkan lainnya.

Wajah keduanya seperti copy layaknya semangka dibelah dua. Dari cara berbicara, berjalan, makan hingga kebiasaan mereka sungguh mirip. "Gimana sekolah hari ini, menyenangkan?"

"Lumayanlah," jawab Wezen meneguk minuman nya, "kok lumayan?"

"Ya, begitu lah! Oh ya om! Tadi Zen liat, zavian lagi senyum. Dia manis banget sumpah!" Ujar Wezen menceritakan zavian yang ia lihat tadi. Wezen sering menceritakan tentang zavian ke Erwin dan Erwin tau kalau dirinya pernah pacaran sama zavian. Itu semua tidak dipermasalahkan oleh Erwin selagi keponakan nya senang hal itu tidak menjadi masalah untuk nya.

Toh mereka yang menjalani bukan dirinya, kalau soal dosa biar lah menjadi urusan tuhan dan malaikat. Kita hanya melakukan apa yang kita ingin kan asala kita tidak lupa kalau kita ada masih milik tuhan.

Ia sering menasihati keponakan nya untuk tidak mendengarkan ucapan manusia yang dia temui, "urusan mereka biarlah menjadi urusan mereka, urusan kita biarlah manjadi urusan kita" artinya jangan terlalu peduli apa yang mereka katakan pada diri mu, dan jangan pernah ikut campur urusan mereka.

"Kamu ini selalu cerita tentang dia tapi enggak pernah temuin om sama dia?"

"Nanti aja pas ada waktu, soalnya dia lagi marahan sama Wezen!"bisik Wezen.

"Om? Om pernah pacaran trus mau balik om ngomong apa ke dia biar bisa balikan?"tanya Wezen menoleh kearah Erwin, "hmm...pernah keknya. Om pernah pacaran sama Tante mu pas masih SMA, waktu itu kita udah putus dan om mau balikan sama dia, om ajak lah dia ke tempat yang tenang dan romantis. Seperti tempat dimana kita ketemu pertama kali, waktu itu kalau enggak salah om ketemu sama Tante mu di taman---"

"Dia cantik banget, hari itu hujan dan dia lagi jalan dibawah hujan tanpa payung, senyum nya behh! Manis banget. Menari di bawah hujan yang lebat, cantik banget!"lanjut Erwin sambil memutar memori saat ia pertama kali bertemu dengan wanita idaman nya. Matanya bersinar, bibir nya tidak henti hentinya melukis senyum disana.

Entah seperti apa wanita yang yang membuat Erwin melajang saat ini yang pasti wanita itu cantik dan menawan. Sayangnya wanita itu meninggalkan karna sakit kanker otak mereka hanya menjalin hubungan sampai lima tahun saja, setelah itu wanita itu pergi dengan tenang meninggalkan cinta sejati nya.

"Dia pasti cantik?"gumam Wezen masih terdengar oleh Erwin, "pasti! Gadis manis, kulit nya putih susu, bibirnya seperti stoberi."

"Om punya fotonya?" Erwin berpikir sejenak lalu mengeluarkan dompet dari saku nya. Mengeluarkan selembar foto seorang wanita cantik.

 Mengeluarkan selembar foto seorang wanita cantik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersambung.....

mantan kok manggil sayang? || BxbTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang