- CHAPTER 04 -

86 14 2
                                    


【Mr. Sim】


Sore hari pun tiba, Harsa sedang duduk sambil melihat ponselnya di ruang tamu. Kini Harsa tidak bersama Pak Judas, pria itu sedang duduk di halaman belakang, menikmati langit yang lama kelamaan berubah menjadi jingga. Ibunya pun tidak berada di sana, karena sedang menyetrika pakaian di kamarnya. "Papa pulang." Suara itu yang Harsa tunggu-tunggu, dengan sigap ia berdiri dan menghampiri ayahnya. "Pa, Papa nyewa supir pribadi buat Harsa?" Tanyanya dengan nada bicara yang datar, ia berusaha sebaik mungkin untuk memendam kekesalannya. Pria paruh baya itu berhenti berjalan, dan menghadap ke arah putranya. Tidak sempat menjawab, Harsa kembali bertanya. "Kenapa gak langsung kasih tau Harsa?" Ayahnya hanya terdiam, pria itu bisa merasakan kekesalan sang putra. "Harsa.. dengerin dulu." Remaja itu terdiam, menunggu penjelasan ayahnya.

"Papa ngerencanain ini kemarin sama Mama, buat kebaikan kamu, Harsa. Untuk mencegah kamu pulang telat, dan ada yang nganterin kamu pulang. Dan kemarin sempat punya kemungkinan supir pribadi yang Papa sewa akan dateng dan mulai kerja besok. Tapi jadinya dia dateng hari ini, dan kerjanya besok. Papa mau usaha biar kamu bisa terbiasa dengan keberadaan supir baru kamu." Harsa menjadi sedikit tenang setelah mendengarkan penjelasan ayahnya, namun ia masih terdiam.

"Siapa yang kasih tau kamu kalau Papa nyewa supir pribadi itu buat kamu?"

"Mama." Jawab remaja itu dengan singkat.

"Kamu udah kenal sama supirnya?"

"Namanya Pak Judas." Jawabnya lagi. Sang ayah menghela napas, tangannya ia ulurkan untuk meraih kepala Harsa dan mengacak rambutnya pelan. "Maafin Papa karena gak langsung kasih tau kamu." Harsa hanya mengangguk, dan kembali duduk di kursi tamu. Pria paruh baya itu kembali berjalan, pergi menuju kamarnya.

____________________________________________________________________

Tak terasa satu jam berlalu, Harsa masih sendirian di ruang tamu. Namun Harsa merasakan sesuatu yang aneh.. Apakah ada yang memperhatikannya dari belakang? Sebelum ia sempat menoleh untuk memeriksa, tiba-tiba..

"DOR!"

"EH KOCAK!"

Ponsel Harsa seketika lepas dari genggamannya. Itu Judas, dia sangat bahagia karena berhasil mengejutkan Harsa. Pria itu tertawa lepas hingga perutnya terasa sakit. Ditambah lagi Harsa yang latah saat terkejut, tubuhnya melompat di kursi itu. "Haha, aduh, Harsa.. Kamu kagetan ya?" Tentu saja Harsa merasa jengkel, dia menarik napas dalam untuk mengontrol emosinya.

"Ya, Bapak kan ngagetin saya pake suara gede. Gimana saya gak kaget coba, Pak?"

"Kagetan mah kagetan aja, sa."

Harsa tidak terima, ia berdiri di hadapan Judas dengan ekspresi kesal. Justru Judas melihatnya dengan gemas, dia hanya seorang lelaki yang lebih muda darinya. Pria itu menyilangkan kedua lengannya, menatap Harsa dengan seringai meledek. "Kesel ya? Besok saya kagetin lagi ah."

"Pak!"

"Apa?"

"Ada kecoak."

Judas langsung menengok ke belakang, ia segera menjauh dari kursi, kini jarak Judas dengan kursi tamu itu adalah dua meter. Harsa langsung terbahak menyaksikan ekspresi ketakutan Judas, tubuhnya jatuh ke atas sofa, dia memegangi perutnya yang sakit karena tertawa. "Aduh.. besok siap-siap saya bales pake kecoak juga ya." Mata Judas membola mendengarnya, "Mana boleh begitu?!" itu hanya membuat Harsa semakin tertawa geli. "Bapak takut kecoak ya?" Judas meringis jijik, membayangkan kecoak berada di belakangnya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri. "Saya nggak takut, saya cuma geli." Harsa hanya mengangguk dengan mulutnya yang membentuk huruf 'o.' Pria itu duduk di sebelah Harsa, ia hanya bersantai di sebelah remaja itu. "Sebenernya saya belum se-tua itu buat dipanggil 'Pak,' lho." Harsa menoleh, sedikit memiringkan kepalanya. "Memangnya Bapak umur berapa?" Judas menghela napas sebelum menjawab, "Saya kelahiran 2002. Kamu pasti umur delapan belas tahun, kan?" Harsa menaikkan kedua alisnya, merasa terkejut karena pria itu mengetahui umurnya.

"Kok Bapak tau?"

"Ya, rata-rata umur anak SMA kelas tiga."

Setelahnya, Harsa menghitung umur Judas. Kelahiran 2002, dia umur dua puluh satu tahun saat ini. "Oh, Bapak umur dua puluh satu tahun ya?" Pria itu mengangguk, "Sebenernya saya juga merasa agak aneh kalau dipanggil 'Pak,' karena selisih umur kita cuma tiga tahun." Yang lebih muda pun tidak menyangka bahwa umur mereka tidak jauh, ia mengira bahwa umur Judas tidak jauh berbeda dengan ayahnya. "Terus saya harus manggil apa?" Judas berpikir sejenak, dan akhirnya ia mendapatkan jawabannya.

"Mungkin 'kak,' aneh gak?"

"Aneh."

Pria itu menatap Harsa dengan pasrah dan menepuk lengan Harsa perlahan, membuat remaja itu terkikik menggodanya. "Ya udah, senyamannya kamu aja deh, sa." Akhirnya Judas menyerah, ia akan membiarkan Harsa memanggilnya dengan sebutan yang ia mau. "Oke deh, Pak." Pria itu tersenyum tipis, dan mengusap kepala Harsa. Namun Harsa merasakan sesuatu, jantungnya berdegup kencang. Ia merasa sedikit malu. Kepalanya diusap seperti ini oleh seorang pria yang cukup tampan? Tidak, Harsa mulai berpikir bahwa Judas lebih dari tampan.

Tunggu, kenapa pemikiran Harsa menjadi aneh begini?! Dia tidak bisa memikirkan yang mengada-ada seperti ini. Ia segera mencoba menghapus pemikirannya yang seperti itu tentang supir pribadinya. Kalau boleh jujur, Judas memang kelihatan tampan dan keren. Harsa berpikir pasti banyak perempuan yang mengincar Judas, karena dia memiliki wajah yang diimpikan semua laki-laki.

____________________________________________________________________

Setelah makan malam, mereka masih asik berbincang. Judas menceritakan banyak hal kepada Harsa, dan remaja itu hanya mendengarkan dan sesekali bertanya. Judas melihat ke arah jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 21.00. "Harsa, kamu gak tidur? Udah jam sembilan." Mendengarnya, Harsa melirik ke arah jam dinding. "Nggak ah, saya belum ngantuk." Namun Judas bisa melihat ekspresi Harsa yang sudah lemas dan terlihat kesulitan untuk membuka mata.

Harsa berusaha menahan kantuknya karena ingin mendengar cerita Judas lebih banyak, ia rela tetap bangun hingga tengah malam untuk mendengarkan suara pria itu. "Ya udah, kalau ngantuk tidur aja, sa." Harsa mengangguk, ia menyandarkan kepalanya di sandaran sofa. Judas meraih remote TV dari meja, menyalakan benda berbentuk persegi panjang itu dan memilih acara televisi favoritnya. Remaja di sampingnya terlihat tak kuasa menahan kantuk, sampai beberapa menit kemudian, Judas merasakan kepala Harsa menyandar pada bahunya. Ia menatapnya sejenak, melihat betapa damainya anak itu tertidur. Pria itu memutuskan untuk membawa Harsa ke kamarnya, namun ia berpikir bahwa masuk ke kamar orang lain tanpa izin itu tidak sopan. Tetapi membiarkan Harsa tidur di ruang tamu seperti ini, ia tidak tega. Judas bangkit dari sofa, dan perlahan mengangkat tubuh Harsa untuk menggendongnya. Ia mulai berjalan menuju lantai atas, menaiki tangga dan memasuki kamar tidur Harsa. Dengan hati-hati ia rebahkan remaja itu di atas kasur, dan membalut tubuhnya dengan selimut. Sambil membelai surai hitamnya, Judas tersenyum dan berbisik. "Have a tight sleep, Harsa." Setelahnya ia melangkahkan kaki keluar kamar, dan tersenyum sambil melihat Harsa yang tertidur pulas sebelum menutup pintunya.

Judas menuruni tangga, kembali ke ruang tamu. Ia akan tidur di sofa saja malam ini, tempat itu juga tidak buruk. Ruang tamu di rumah ini menggunakan AC, sehingga siapapun yang berada di sana masih bisa merasa sejuk. Pria itu merebahkan tubuhnya di atas sofa, memejamkan kedua matanya dan akhirnya tertidur setelah beberapa saat. Ia berharap Harsa memiliki mimpi yang indah di dalam tidurnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

• 💼 Mr. Sim | HeeJake/JakeSeungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang