03

118 15 0
                                    

Halilintar itu punya alergi dengan makanan pedas. Ya, daripada disebut alergi, perut Halilintar tidak kuat makanan pedas. Jadi, hari ini dia sial, dia beli makanan dan malah memasukkan terlalu banyak sambal ke dalam makanannya. Alhasil, dia kepedasan dan perutnya tidak enak.

Jadilah ia berakhir di UKS dengan perut yang terasa panas. Di sana ada Pak Daun yang sudah memeriksa keadaanya.

“Sakit perut karena makan pedas? Ini obatnya diminum dulu,” ucap Pak Daun. “Kamu istirahat aja lah di sini, wajahmu juga pucat gitu.”

“Udah tahu enggak bisa makan pedes, kok ya tetep dimakan?”

“Eman Kak,” balas Halilintar, “kan beli pakek duit.”

“Perut lo kalau sakit, beli obatnya juga pakek duit, lo goblok, ‘kah?”

“Aelah, kenapa jadi gue yang salah?”

“Yee, lo memang salah juga,” ucap Beliung. “Dibilangi kok malah bantah, gue juga udah bilang ke lo buat enggak dimakan, malah diterusin, noh rasain dah.”

“Heh, udah, jangan dikatai lagi. Kamu mau saya hukum?” Petir menatap Beliung dengan tajam.

“Buset, ampun, Pak. Enggak ejek lagi, ini mau balik kelas aja,” ucap Beliung dengan cepat dan langsung lari keluar dari UKS.

“Ya udah, gue enggak bisa anter lo pulang sekarang, jadi di sini aja dulu.”

“Hm.”

Setelahnya, Petir pergi bersama dengan Pak Daun yang juga ada di sana. Itu penjaga UKS doyan sekali tidak ada di UKS.

Keadaan jadi hening, sampai tiba-tiba suara seseorang terdengar, “Lo akhir-akhir ini sering banget ke sini, ya? Apa Cuma perasaan gue doang?”

Itu Ais, penghuni tetap UKS di sini.

“Sakit perut karena makan pedes,” jawab Halilintar datar, “perut gue enggak terlalu bisa nahan pedes.”

“Hm, wajah doang garang, perut kagak ya,” balas Ais.

Cowok itu memutar tubuhnya dan menatapnya, ia hanya tersenyum tipis, “Gue pikir lo sengaja ke sini dan pura-pura.”

“Buat apa gue pura-pura?”

“Hmm ... buat nemuin gue?”

“Hah?!”

“Ya, entahlah, gue ngerasa lo sering menatap gue kek kagum,” gumam Ais datar, “ya, atau gue kepedean?”

“Lo kepedean.”

Tawa itu segera keluar, Ais tertawa pelan, selanjutnya ia hanya bergumam, “Ya, mungkin terlalu pede aja, sih.”

Halilintar tidak bicara apa pun. Keheningan ada di antara mereka, Halilintar melirik Ais yang sudah memejamkan matanya dengan menghadapkan tubuhnya padanya. Mata pemuda itu terpejam, wajah damai itu menyambutnya, membuat Halilintar terpesona sesaat.

Benar.

Ais itu jika diamati dengan saksama, dia itu ganteng. Maksudnya, walaupun dia tidak terlalu tinggi untuk seorang laki-laki, tapi, dia termasuk cowok yang punya wajah cukup ganteng—iya, rupawan, mungkin mirip dengan Halilintar juga yang cukup tampan.

Hahh, apa, sih? Gue baru aja mikir Ais itu ganteng? Udah gila, ‘kah?

Dan sekarang Halilintar kembali teringat dengan Ais yang turun dari mobil. Mobil yang dipakai Ais termasuk cukup mewah. Ya, mewah, itu bagus. Kalau begitu Ais orang kaya? Wajar jika dia diperlakukan spesial. Namun, ini terlalu spesial, tidak ada yang menegurnya sama sekali. Bahkan Petir juga tidak.

(BL) Beruang Kutub & Gledek (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang