06

126 14 0
                                    

Ini hari libur.

“Hah...”

Halilintar hanya rebahan di rumah, ia menatap atap-atap rumahnya dan sekali lagi malah memikirkan Ais. Cowok suka tidur itu beberapa hari ini terus saja menghantuinya. Sejujurnya membuatnya agak bingung dan stres sendiri.

“Masak gue suka Ais? Hahh,” gumam Halilintar pelan.

Pintu kamarnya diketuk tiba-tiba, hal itu sontak membuat Halilintar menoleh dan di sana Petir sudah membukanya.

“Napa Kak?”

“Gue mau pergi nih, ada urusan sama temen. Lo sendiri enggak papa, ‘kan?”

“Hm, enggak papa,” jawab Halilintar datar, “hati-hati, tapi mau ke mana?”

“Nemenin temen, mau jalan-jalan.”

Temen, ya? Siapa? Tapi, biarlah, buat apa gue tahu?

“Ya udah, jangan-jangan malem-malem pulangnya.”

“Paling jam 6 gue udah pulang, lo cari makan sendiri aja kalau laper.”

Halilintar mengangguk dan Petir segera pergi. Halilintar lalu menghela napas panjang, pada akhirnya ia berakhir bermain game di ponselnya, sambil menguap beberapa kali. Ingin tidur, tapi di sisi lain juga malas. Habisnya, setiap Halilintar tertidur di siang atau sore hari, maka malamnya ia akan sangat sulit untuk bisa tidur.

Beberapa jam kemudian berlalu, ponsel Halilintar berbunyi, nama Petir ada di sana. Dia meneleponnya.

“Halo, apa, Kak?”

“Gue keknya malem ini enggak bisa pulang jam 6 an,” ucap Petir kalem, “lo bener-bener harus cari makan sendiri, enggak papa, ‘kan? Gue transfer uang kalau uangnya kurang. Gimana?”

“Santai, gue udah gede. Dan uang masih cukup kok, paling gue beli ayam geprek aja deket sini. Sama lo pulang jamber, Kak?”

“Enggak tahu,” jawab Petir dengan cepat, “agak maleman dah, entar gue kabarin lagi. Entar kunci pintu rumah kalau semisal gue bener-bener sampai malem.”

“Iya,” balas Halilintar, “ya udah, gue tutup.”

“Hm.”

Dan sambungan berakhir begitu saja.

Halilintar kemudian rebahan lagi. Namun, ia beralih pada Tablet miliknya yang bergetar tiba-tiba, ia segera meraihnya dan mendapatkan sebuah pesan dari Beliung. Ada sebuah foto di sana dan pemuda itu bahkan meminta video call. Untuk apa coba?

Namun, ia segera menekan tombol hijau dan menggesernya ke atas.

“Woi! Hali!”

“Apaan? Keras banget anjing suara lo, gue kagak tuli ya njir,” ucap Halilintar sebal.

“Lo harus lihat ini!”

“Lihat apa?”

“Foto yang gue kirim ke lo anjing!”

Halilintar memutar kedua bola matanya, ia segera menekan foto itu dan bungkam ketika melihatnya. Itu foto dua orang yang tengah duduk berdua berhadapan dan saling tertawa. Mereka tampak begitu akrab sampai membuat Halilintar merasa bingung harus memberikan reaksi apa.

“Mata gue enggak buta, gledek! Itu kakak lo sama Ais anjir!”

Jadi, temen yang dimaksud kak Petir si Ais? Aelah, anjing, sialan lah, kok gue agak kesel, sih? Sialan.

Oi! Kok diem aja lo anjing?

“Ya, gue harus beri reaksi apa?”

“Lo kan suka Ais anjir?! Masak enggak marah?”

(BL) Beruang Kutub & Gledek (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang