38. Titik Terendah

139 35 30
                                    













Bab ini dihadirkan dengan alasan

Dari Taehyun untuk Hueningkai,
dan dariku untuk kamu
Para manusia yang tengah berada
di titik terendahnya.













• • •







Guna menghindari kegaduhan di ruangan Taehyun, aku memutuskan menyeret appa ke lobby rumah sakit untuk melakukan konfrontasi terhadap rasa tidak terimaku belakangan ini. Momennya tepat.

Aku bersyukur, hari ini aku datang bersama Soobin hyung dan Beomgyu hyung. Jelas aku tidak membiarkan Taehyun tinggal sendiri. Beberapa hari ke belakang, meninggalkan Taehyun berdua saja dengan appa, nyatanya aku gusar. Lucu rasanya, bahwa sekarang, aku lebih tenang menitipkan Taehyun pada orang lain, dibanding appa yang sepatutnya memberi kami rasa aman.

Dan sialnya, kebencianku menjadi nyata. Miris hatiku menyadari bahwa pria yang sedang berlutut di hadapanku ini, nyatanya akan menjadi orang pertama yang harus kubenci. Dia yang pernah kuharap menjadi payung di saat hujan, dan rumah yang melindungiku dari hantaman badai petir. Obrolan kami sudah berlalu terlalu panjang, namun tak ada satupun utas kalimatnya yang membuatku menemukan alasan untuk meluruhkan benci yang malah kian menggunung ini.

"Tidak sulit, bukan? Kau hanya perlu pura-pura mengaku pada nenek dan kakekmu bahwa appa is not your Dad. Sementara mereka ada di sini nanti, panggil appa dengan sebutan uncle."

Aku tak memberi reaksi apapun. Bukannya apa-apa, aku hanya sudah terlalu lelah meladeni appa dengan amarah. Aku masih ingin protes. Emosiku tertahan di puncak, sama sekali belum menyentuh angka nol, namun rasanya kini percuma. Sudah lebih dari satu jam aku duduk di kursi tunggu rumah sakit ini tanpa rasa nyaman sedikitpun. Percakapan panjang yang sudah berlalu pun tampak sia-sia jadinya, appa hanya berkutat dengan solusi egois yang menurutnya paling tepat. Aku berusaha mendinginkan uap panas di kepalaku, tapi dia yang entah dengan sadar atau tidak, justru membuatku selalu terpancing kesal.

"Ingat Kai, rencana ini bukan berarti buruk. Bukannya appa jahat. Ini hanya win-win solution yang seratus persen akan berhasil baik bagi kita semua. Terutama untukmu. Dan tentu saja, Joyce sudah menyetujui alur rencana ini. Dia akan bilang pada nenek dan kakekmu, bahwa dahulu, dia pernah mempunyai kekasih."

Appa bangkit dari berlututnya, mengambil tempat di samping kananku untuk duduk. Aku masih tak ingin menggubris meski appa mengurangi jarak dengan cara merangkul pundak. Dulu, perlakuan ini sempat hangat, namun sekarang, aku merisih.

"Selama ini, nenek dan kakekmu hanya ketakutan bahwa kau akan terlahir dengan kekurangan yang dulu pernah menjadi mimpi buruk bagi kita semua. Tapi, siapa sangka? Fisikmu sangat baik, kau tampan, sehat dan bugar, kau nyaris sempurna. Mereka akan menyesal karena sudah mengira bahwa kau adalah seorang anak yang terlahir dari sebuah kesalahan. Dan appa berjanji, sandiwara ini adalah akhir dari segala kebohongan appa yang selama ini appa lakukan dengan gelap mata. Appa sangat meminta ampunanmu untuk itu, Kai. Appa berjanji, ini semua akan berakhir dengan baik. Appa hanya membutuhkan sedikit saja kerja samamu nanti."

Dalam hati, aku mendecih. Tanpa cacat saja, kalian memperlakukan aku begini. Bagaimana jika aku benar terlahir cacat? Apa masih dibiarkan hidup? Eh? Bukankah seperti itu justru lebih baik?

"Kai? Kau dengar semua yang appa ucapkan?" Dia menegur.

Ingin rasanya aku menjadi Taehyun, yang begitu leluasa dalam mendeklarasi amarahnya. Sekarang, aku baru memahami, perihal seberapa wajar sikap Taehyun yang pernah nekat menyewa pembunuh bayaran sebagai respon terhadap kebenciannya. Mengingat itu, aku menyesal sempat mengira Taehyun bodoh.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TWIN FLAME || Taehyun & HueningKaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang