Bahagian 4.

61 7 1
                                    

"Ekhem, aku ingin ke toilet sebentar kalian berbicara saja." ucap Jasper menarik Jaxon menjauhi meja yang diisi oleh Marcus juga Hayden.

Marcus menatap punggung Jasper dengan tatapan kesal kemudian menetralkan kembali pandangannya dan menatap ke arah Hayden.

"Jadi.. ada keinginan apa ingin bertemu denganku?"

Jelas terlihat bahwa Hayden sedang gugup, bahkan ia mengulum bibirnya dan menggigit bahagian pipi dalam miliknya, mulutnya seolah-olah berat ingin berkata melontarkan kata-kata.

Marcus memandangnya dengan tenang menunggu ucapan yang akan dilontarkan oleh sosok didepannya itu, "Sebenarnya aku berfikir untuk memasukkan pesanan biasamu di dalam menu tapi tidak akan sepenuhnya sama karena itu khas untukmu, juga ingin sedikit bertanya tentang minat dalam menu-menu makanan."

Ucapnya memperlihat beberapa foto yang telah ia ambil, terdapat nota-nota kecil bertuliskan "Pesanan untuk penulis, lightweight coffee and tea, milk, ice, latte."

"Ini.. minuman yang sering kamu buatkan untukku?" soal Marcus sedikit tidak percaya membaca berkali-kali tulisan yang terdapat di dalam foto tersebut.

Hayden mengangguk dengan wajahnya yang terbilang sangat jujur, "Tapi tidak mungkin aku hanya akan mengeluarkan satu menu saja, jadi.. bisakah kamu membantuku untuk membuat beberapa jenis menu lainnya? Mengikuti cita rasamu tentu saja."

Marcus terdiam, ini adalah tawaran yang unik dan tidak pernah ia alami sepanjang 24 tahun menjalani hidup membosankan namun menyenangkannya itu.

"Tentu saja aku tidak akan langsung membuatnya hari ini, mungkin kita bisa mengaturnya di waktu yang lain? Kamu memiliki apa-apa acara? Supaya kita bisa menyesuaikan jadwal kita."

Lanjut Hayden lagi, nadanya terdengar sangat ceria sekarang tidak seperti tadi yang sangat ragu-ragu dan lesu.

"Tentu, aku sangat menyukai pengalaman baru seperti ini. Aku akan menghantarkan pesanan waktu dan tanggal aku kosong jadi kita dapat menjalankan proyek ini." balas Marcus tersenyum ke arah Hayden, membuat si empu terkesima menatapnya.

"Jadi.. aku telah melihat beberapa foto dan video yang telah kamu post tentang makanan ataupun makanan penutup, dan kebanyakkannya adalah kue atau pai.

"Mhm, benar. Aku sangat menyukai kue atau pai, terlebih lagi kalau coklat didalamnya seolah-olah melumer. Mirip seperti kue brownies, tapi bulat."

Balas Marcus antusias, bahkan ia menunjukkan beberapa foto makanan penutup yang sering ibunya buat dulu, "Favorit aku 'sih, pasti punya bubu. Karena rasanya sangat berbeda dengan apa yang dijual dikafe atau di toko bakeri."

"Lalu.. apa bubu kamu sudah tidak membuatnya lagi?"

"Ayah tidak membenarkan ibu untuk masuk ke dapur dan melelahkan dirinya, karena.. dulu ia pernah terlibat dalam kecelakaan dan harus mengoperasi bahagian lututnya. Walaupun sudah hampir 10 tahun, tetap saja aku tidak mahu bubu kenapa-napa hanya karena ingin mewujudkan keinginanku."

Jelas Marcus menaruh tangannya digelas hangat tersebut, menghangatkan tangannya yang dingin dengan hawa panas tersebut.

"Kalau aku mencuba untuk meniru buatan bubu kamu, apa boleh?"

"Tentu saja! Aku akan sangat berterima kasih, aku boleh bertanya kepada bubu jika ingin dia memberikanmu resepnya."

"Aku senang. Baiklah, ingin mencuba beberapa menu yang akan dilaunch?" usul Hayden membuat wajah Marcus berubah antusias.

"Ayo!"

Caffeine Kisses

"Mereka terlihat sangat sesuai, sungguh jarang melihat Jazz tersenyum lebar seperti itu. Walaupun dia sangat ceria."

Jasper menatap Jaxon, "Maksud kamu?" soalnya kepada sang kekasih yang sedang duduk dimeja sudut dengan beberapa makanan yang disediakan oleh Hayden.

"Setelah Jazz ditinggalkan dulu oleh mantan kekasihnya, senyumannya sangat berubah. Terlihat dengan jelas dari perwatakan Jazz menjadi lebih sedih. Aku sebagai sahabatnya tentu saja merasa sedih, apalagi ketika sosok cerianya hilang begitu saja karena cinta."

"Tapi.. bukankah itu sudah hampir lima tahun yang lalu?"

"Jazz sosok yang matang diusia mudanya, apalagi menjadi saksi kedua orangtuanya ketika mereka diambang kehancuran disebabkan oleh penipuan yang dilakukan oleh mantan kekasihnya. Tapi, syukurlah. Dia terlihat lebih baik sekarang."

Jasper hanya mengangguk faham sembari memandang ke arah Hayden dan Marcus yang sedang duduk berdepanan, berbicara dengan satu sama lain tidak meninggalkan senyuman lebar diwajah mereka.

"Aku berharap kakak akan bertemu dengan cinta sejatinya."

"Aku juga, seperti kita berdua. Jadi aku bisa melamarmu setelah d-"

"Diamlah, peluang kamu masih lama." balas Jasper memutarkan matanya malas, Jaxon tidak habis-habis membicarakan tentang lamaran dan pernikahan membuatnya lelah mendengar.

"Kita harus fokus dengan mereka sekarang, aku kasian dengan kakak setelah kejadian dulu. Semoga mereka berdua tidak menyakiti satu sama lain."

"Semoga saja."

Caffeine Kisses

"Senyumanmu tidak kunjung luntur dari wajah cuekmu, membuat aku sedikit kesal melihatnya." ucap Jasper memandang sang kakak yang sedang melamun dengan senyuman yang tercetak diwajahnya.

"Ck, ketika aku tidak memiliki kekasih kau mendesakku. Sekarang aku sedang diambang jatuh cinta kau malah tidak menyukainya, kenapa kau seperti wanita sekarang." ujar Marcus menatap Jasper dengan kesal.

"Kau terlihat seperti psikopat yang menemukan sasarannya."

"Terserah."

"Jadi.. bila bubu dan ayah akan pulang? Ini sudah hampir sebulan mereka disana. Apa mereka tidak merindukan anak tampan mereka ini."

"Kau fikir mereka sedang berhoneymoon disana? Dan apa mukaku terlihat seperti seseorang yang mengetahui bila mereka akan pulang?" balas Marcus sarkas memainkan ponselnya, sedang melihat rekomendasi tempat yang boleh didatangi.

Ia merasa bosan akhir-akhir ini, terlebih lagi ia tidak sedang sibuk dengan kegiatan menulisnya membuat kehidupan si sulung Clarke itu terasa sedikit monoton.

"Sage, apa kau dan Laze pernah melakukan library date?"

Jasper menoleh, matanya mengerinyit menunjukkan lipatan kulit pada bahagian dahinya menandakan ia sedang berfikir jauh ke dalam fikirannya.

"Tidak pernah, Laze tidak suka hal-hal berbau seperti itu. Makanya aku tidak pernah mengajaknya."

Marcus menaikkan sudut bibirnya ditambah dengan tatapan yang sedikit tidak setuju, "Tapi bukankah hobimu juga membaca novel? Bagaimana bisa kencan itu tidak pernah wujud dalam hubunganmu. Jadi kalian ke mana saja?"

"Hmm, piknik pernah, dinner night pernah, lunch date pernah, night ride pernah, night market date juga pernah. Ya, yang berbau makanan lebih sering kami lakukan. Dia benar-benar anti dengan buku-buku."

Marcus mengangguk faham, "Ternyata dia juga boleh romantis. Aku baru tahu." ucap Marcus membuat Jasper mendecak malas mendengar ucapannya.

"Menjengkelkan."

Caffeine Kisses

Halooo, kayaknya di chapter ini ngebosenin ya? Aku udah tiga kali ngerombak pls 😭 Jangan lupa vote ya maniezz

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Caffeine Kisses [SLOWUP]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang