Bab 13 | Pertemuan Tak Terduga

2 0 0
                                    

--Sarah's POV--

     Aku sudah masuk ke dalam bis dan mendapatkan tempat duduk di baris kedua dari belakang. Aku sengaja memilih duduk di samping kaca bis yang sedikit terbuka, agar bisa merasakan hembusan udara segar di musim semi.

     Angin musim semi yang lembut menerpa wajahku memberikan kesegaran dan kesejukan. Aroma bunga sakura yang menguar di udara memberikan ketenangan, walau hanya sesaat.

     Perjalanan menuju rumah orang tuaku disertai dengan pemandangan indah bunga sakura di sepanjang jalan. Meskipun tidak sebanyak bulan lalu, pemandangan ketika kelopak bunga sakura berjatuhan memberikan tontonan yang jauh lebih indah. Kurasakan secara perlahan senyuman timbul di wajahku, seakan ingin menggambarkan kegembiraan yang sedang aku rasakan di dalam hatiku.

     Hampir setengah jam berlalu, bis yang aku tumpangi berhenti di halte di kawasan rumah orang tuaku. Aku segera turun dari bis. Dengan kedua tangan berada di dalam saku cardigan abu-abuku.

     Aku melangkah santai menuju rumah orang tuaku. Kakiku menapak pada jalan menanjak. Sebelum memasuki lorong di mana rumah orang tuaku berada, aku menyinggahi sebuah mini market tua yang letaknya di sudut simpang tiga--tepat di persimpangan jalan. Sudah menjadi kebiasaanku setiap kali pulang ke rumah, aku pasti akan membeli es krim di mini market tua ini.

     Kali ini aku memilih es krim yang berbalutkan bolu coklat. Harganya 1200 won dan rasanya jauh lebih enak dibandingkan varian red velvet. Memang tak seenak itu, tapi masih sangat lumayan. Sambil menikmati es krimku, aku melanjutkan langkahku.

     Aku melewati kos-kosan, apartemen, sekolah, dan gedung perkantoran. Jadi tak heran jika jalanan di sini selalu tampak ramai. Mobil-mobil terparkir rapi di tepi jalan di sepanjang aku melangkah, ditemani dengan pemandangan indah dari pohon sakura yang aku lewati.

     Sepuluh menit melangkah, kini aku sudah berada di hadapan rumah orang tuaku. Bangunannya masih terawat dengan baik. Dindingnya memiliki corak batu bata yang dicat dengan warna senada. Tembok pagarnya yang sedikit lebih tinggi dariku juga terbuat dari bata yang sama.

     Aku menekan bel rumah orang tuaku sebanyak tiga kali dan tetap tidak ada yang menyahut dari interkom. Apakah tidak ada di rumah? Aku raih ponselku dari saku celana jeansku. Aku mencari nomor ibuku, tentu bukan nomor ayahnya, karena hubunganku dengan ayahku cukup canggung. Entahlah, aku tak mengerti. Padahal dulunya aku sangat dekat dengan ayahku, tetapi seiring bertambahnya umur, perlahan kami menjadi canggung.

      "Waeyo?!!" --Kenapa?

     Teleponku disambut, dan aku dapat mendengar suara ibuku melalui ponselku, juga dari telingaku satunya lagi. Suara itu terlalu keras, membuatku langsung celingak celinguk, yakin sekali bahwa ibuku berada di sekitarku. Nah, benar kan. Tampak ibuku di sana, sekitar 10 meter di bawah sana, sedang melangkah menanjak menuju rumah.

     Mataku mendadak membelalak ketika kulihat ibuku tak sendiri. Ada Yong Ju di belakangnya, sedang membawa banyak paper bag besar bertuliskan brand mahal di tangannya. Dia tidak menghubungiku barang sekali saja, tapi dia menghampiri ibuku? Begitulah pikirku.

     Sebenarnya tidak ada yang aneh melihat kebersamaannya dengan ibuku. Selama ini pun Yong Ju memang sangat sering mengunjungi rumahku. Tapi, dia sudah berjanji akan kembali padaku, kenapa malah menemui ibuku?

     "Tumben sekali ke sini di siang hari seperti ini? Kenapa? Ada masalah?" tanya ibuku, yang sedang membuka kunci pintu pagar rumahnya.

     Aku tak begitu mendengarkannya karena mataku sudah terpaku pada wajah itu. Yong Ju menatapku teduh, dengan sedikit senyuman di wajahnya. Dia terlihat sangat santai seakan tidak ada apapun yang terjadi. Ya, memang sih. Memang tidak ada yang terjadi. Terakhir kali bertemu, dia memang mengatakan akan kembali, tetapi tidak mengatakan kapan pastinya. Pada dasarnya akunya saja yang terlalu memikirkannya.

WHEN WINTER COMESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang