Malam tiba, saat ini Flai sedang bersantai di ruang tv menonton film kartun kesukaannya yaitu Upin dan Ipin, Flai duduk dengan tenang tapi ketenangannya di rebut begitu saja setelah Caca kakaknya memindahkan saluran TV ke saluran lainnya.
"kok di ganti sih, aku kan lagi nonton ihh... sini remotnya" ucap Flai tidak terima karena tayangan kesukaannya di ganti begitu saja oleh kakaknya.
"gak mau, siapa yang pegang dia yang punya kuasa" balas kakak Flai dengan nada sinis. Karena Flai tetap tidak terima, Flai berusaha merebut remote itu dari tangan kakaknya sehingga terjadi pertengkaran kecil di antara mereka, Ibunya melihat pertengkaran itu segera melerai Flai dan Caca."sudah jangan berkelahi, Rain sekarang giliran kakakmu yang menonton, kamu sudah dari tadi menonton sekarang gantian" ucap Ibunya memberikan remote itu kepada Caca yang senang hati mengambil remote itu sambil mengejek Flai di sampingnya.
"tapi bu, UpinIpin baru saja tayang"balas Flai masih membela dirinya.
"sudah, diam" balas Ibunya dengan tegas membuat Flai tidak bisa berkutik lagi sedangkan Caca masih mengejeknya.
Flai kesal, ia sudah sering diperlakukan seperti ini tidak adil tapi ia tetap tidak bisa apa-apa. Flai meninggalkan ruang TV dan mengarah ke pintu rumah, tenang Flai tidak kabur kok cuman ia hanya ingin duduk di depan rumah sambil melihat suasana komplek rumahnya di malam hari.
Di depan rumahnya Flai melihat beberapa remaja sedang bermain bola di jalanan sambil termenung, Flai selalu bertanya kepada dirinya sendir 'apakah dia tidak disayangi sampai ibunya selalu membela kakaknya, apakah ia anak nakal sampai ibunya sering marah kepadanya, apakah ia merepotkan sampai ibunya sering mengomentari segala tentangnya' banyak pertanyaan yang ada dibatin Flai, Flai seringkali termenung seperti ini entah itu dikamarnya atau di depan rumahnya tiap kali ia merasa kurang diperhatikan oleh keluarganya, anak sekecil itu sudah memiliki banyak pikiran yang mengisi kepalanya yang harusnya ia menikmati masa kecilnya dengan tenang malah diberatkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang tidak seharusnya ia pikirkan. Ibunya Flai memang seperti itu dia selalu mengutamakan anak pertamanya Caca dibandingkan Flai dan Adiknya, setiapkali Caca meminta sesuatu pasti ibunya berikan, setiap Caca melakukan kesalahan pasti ibunya maklumi dan setiap kali Caca memberontak atau dimarahi oleh Ayahnya pasti ibunya berkata 'jangan keras-keras sama anak, nanti Caca semakin memberontak'. Sedangkan Flai hanya diberi bekasan dari kakaknya, tiap kali Flai meminta sesuatu pasti ibunya berkata 'itukan punya kakakmu masih bagus pakai aja dulu punya kakakmu', meskipun terkadang keinginan Flai dituruti tetap saja Ibunya tidak akan memberikannya begitu saja, Flai harus melakukan sesuatu terlebih dahulu sebelum ia mendapatkan keinginannya, seperti sebulan yang lalu Flai menginginkan tas sekolah baru, Ibunya memberikannya tapi ia harus lancar membaca dulu baru dibelikan dengan itu Flai benar-benar belajar mati-matian selama sebulan itu demi mendapatkan tas baru. Flai tidak mengerti kenapa ia terkadang diperlakukan tidak adil atau itu hanya perasaan Flai saja? Flai terkadang juga denial terhadap perasaanya, ia sering merasa mungkin dirinya yang memang berlebihan saja, lagi pula ia hanya anak kecil yang tidak tahu apa-apa, Flai beranggapan mungkin ibunya sengaja melakukan itu demi kebaikannya. Begitulah pemikiran anak kecil yang malang itu. Hanya seorang anak kecil yang harus mengerti semua keadaan.
"Rain, kok masih disitu. Ayo masuk rumah, ini sudah jam 8 malam" Ayah Flai datang dari arah dalam rumahnya,
"iya ayah sebentar lagi" jawab Flai yang matanya masih setia melihat para remaja itu bermain bola. "Rain masih kesal yah dimarahi ibu tadi" kata Ayah Flai ikut menonton remaja-remaja komplek itu bermain dijalanan, Flai tidak menjawab, ia hanya diam saja matanya pun tetap mengarah ke permainan bola itu. "Ibu tadi tidak marah kok Rain, Ibu cuman kasih tahu Rain kalo kita itu harus berbagi, kan bisa nonton bareng-bareng, Rain punya kartun kesukaan sama dengan Caca juga begitu, jadi rain juga harus mengerti dan nonton sama-sama aja" ucap Ayah Flai sambil mengusap kepala Flai sedangkan Flai hanya menjawab perkataan Ayahnya dalam hatinya 'kenapa selalu dia yang harus mengerti,kenapa bukan Caca saja, diakan seorang kakak harusnya mengalah sama adeknya, lagipula ia menonton baru setengah jam saja, Ibu juga kenapa selalu mengutamakan Caca, kenapa tidak berkata seperti ayah saja bisa menonton bareng' lagi-lagi Flai tidak bisa mengungkapkan emosinya kepada keluarganya, ia selalu memilih diam saja. "sudah.. ayo masuk udah jam 8 lewat, banyak nyamuk juga. Sini Rain" ucap Ayah Flai lagi sambil memegang tangan Flai dan membawanya masuk ke dalam rumah, sedangkan Flai hanya bisa pasrah saja berjalan mengikuti langkah ayahnya.
Flai tersadar dari lamunannya, ia tersadar saat air matanya jatuh di pipinya dan membasahi benang wol yang dipegangnya. Bagi Flai mengingat masa lalu akan selalu menyakitkan baginya, tapi ia bisa apa jika memori masa lalu seringkali datang diingatannya. Flai sebenarnya tidak begitu ingat dengan kenangan masa kecilnya, tapi kenangan masa kecil yang menyakitkan terkadang hinggap di otaknya begitu saja. Bahkan Flai lupa apakah sewaktu kecil ia pernah merasakan bahagia yang sangat amat. Ia tidak mengerti kenapa hanya kenangan yang menyakitkan saja yang kerap kali tersimpan di otaknya.
'ahhh... aku harus menyelesaikan ini secepatnya. Ayooo semangat Flai, semangatt okeeee' gumannya sambil mengusap sisa air matanya.
Tak lama setelah menyelesaikan rajutannya ponsel Flai bordering menandakan ada yang menelpon. 'ku mohon semoga bukan' guman Flai sambil menghampiri ponselnya. Flai berharap semoga yang menelpon bukan orang tuanya, bukan ia tidak suka jika orang tuanya menelpon, tapi saat ini tidak tepat, Flai sedang dalam kondisi emosional dan lelah, ia hanya tidak ingin kondisi emosionalnya saat ini mempengaruhi percakapannya dengan orang tuanya. Pernah sekali Flai mengangkat telepon dari orang tuanya dalam kondisi kelelahan dan mood yang tidak baik karena pekerjaan dan yang terjadi adalah sebuah pertengkaran antara dirinya dengan Ibunya, ia tidak ingin itu terjadi lagi, sepertinya Flai trauma.
'hufttt.. untung saja, tumben Nafa menelpon, ada apa yahh' gumannya lagi setelah melihat layar ponselnya dan segera mengangkat telpon tersebut.
"halooo Rainnnnn" ucap Nafa diseberang sana.
"halo naf, tumbenn" balas Flai.
"kok tumben sih"
"yaa emang tumben lo menelpon, ada apa emangnya?" ucap Flai to the point, Flai memang selalu seperti itu, ia tidak suka basabasi.
"hahahaa... gue mau kasih tau lo sesuatu. Pasti lo seneng dehh hahaaa" Nafa membuat Flai penasaran, kelihatannya Nafa sangat senang dengan hal itu dan mungkin ini hal penting sampai-sampai Nafa menelponnya. FYI, Flai tidak suka di telpon, ia lebih suka dikabari lewat chat saja dan Nafa tahu itu, tapi jika itu sangat penting yang tentu tidak masalah."apasihh Naf... keknya lo seneng banget dehhh. Cepett kasih tau gak usah basabasi" tanya Flai penasaran, sedang di seberang telepon sana masih terdengar suara tawa Nafa yang sepertinya penuh kebahagian.
"KAMU HARUS TAU KALO BESOK GUE BAKAL FLIGHT KE JAKARTA" ucap Nafa dengan suara lantang membuat Flai kaget."are you serious? For what?" tanya Flai masih sedikit ragu dengan pernyataan Nafa.
"iya seriusss bangettt... ngapain gue bohong Rain. Gue bakalan ke Jakarta eh lebih tepatnya Bandung sih mau lanjutin Profesi Psikolog di Bandung. Tapiiiiii... masih 2 minggu lagi harusnya, jadi minggu ini gue bakalan main di tempat lo dulu baru minggu depan gue ke Bandung urus berkas, kos dan lainya" jelas Nafa ditelpon."wahhh... gila sih. Lo keren banget Naf bisa lanjutin studi lo lagi. Selamat yah, sumpahhh gue speechless, gue seneng banget naf lo mau datang liat gue, mau main sama gue dulu, duhh aku jadi terharu nih" balas Flai dengan mata yang berkaca-kaca sedikit terharu dengan sahabat lamanya itu "btw, lo hutang cerita yah sama gue. Kok tiba-tiba banget. Pokoknya lo harus cerita" sambung Flai.
"Hahahaaaa... apasih yang enggak buat lo Rain. Gue dari kemarin exited banget tau, gue berusaha setengah mati buat gak cerita sama lo. Tenang yah... pokoknya seminggu ini waktu gue buat lo deh. Gue bakal ceritain semuanya dan lo juga harus ceritain semua yang telah terjadi di hidup lo. Selama ini gue yang selalu cerita di chat besok-besok giliran lo yahhh, calon psikolog nih bos, lo adalah pasien pertama gue sebelum gue resmi jadi psikolog nanti ahahaaa" ucap Nafa dengan nada yang sedikit menggebu-gebu. Flai sangat senang sekali Nafa akan datang, wajahnya tidak berhenti tersenyum memperlihatkan senyuman cerahnya.
"hahaa... bisa aja lo Nafa-Nafaaa. Siap deh bu Psikolog. Sumpah yah Naf gue seneng banget sampai gue gak tau lagi harus bicara apalagi"
"gue tauuu itu hahaa, pokoknya besok lo kirim alamat lo ntar gue samperin yah, gak usah di jemput, gue tau lo kerja jadi biarin gue datang sendiri, oke bye gue harus peacking byeeeee" ucap Nafa dan memutuskan telponnya sepihak begitu saja tidak membiarkan Flai berbicara."tapi-" Flai tidak sempat berbicara, ia tahu Nafa tidak akan membiarkannya menjemputnya. Nafa pun tahu Flai tidak akan membiarkan Nafa datang sendirian ke kosnya. Flai akan menghubunginya nanti. Biarlah dia akan berdebat via Chat saja.
"Kenangan yang menyakitkan akan terus teringat dan kenangan indah perlahan akan tertutupi oleh banyaknya kenangan menyakitkan"
-Zahhh-
Haihaihai sahabatku, part anak kecil udah selesai nih. Menurut kalian gimana cerita Flai ini, ada yang relate gak yah? jangan lupa vote dan komen yah, kritikan dan saran selalu terbuka. See you byebyebye...
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAR ME!
RandomKupu-kupu yang malang ini hanya bisa terlihat indah. Deritanya disaat tumbuh diabaikan dan dibalaskan "aku juga lebih menderita". Hingga ia tetap tumbuh dengan sayap menawan tanpa tahu sayapnya tidak sempurna. Aku hanya ingin didengarkan dan ku hara...