PROLOG
Pertama kalinya naik pesawat, Jenna mengalami mabuk yang cukup ringan. Tak henti-hentinya rasa syukur ia ucapkan dalam hati sebab selama perjalanan dirinya merasakan cemas hingga ia putuskan untuk tidur saja selama perjalanan. Menghirup udara kelegaan, Jena menarik kopernya keluar bandara dan berencana mencari taksi. Salahnya juga yang sok-sokan tidak mengabari budenya kalau ia tiba lebih awal. Akhirnya, ia malah kerepotan sendiri.
Waktu menunjukkan hampir tengah hari. Perutnya yang semula mual mulai merasa lapar. Matanya menyapu sekitar dan tak menemukan satu pun taksi.
Haaaah.... Haruskah ia pesan saja? Tidak ada pilihan, Jenna menghidupkan ponselnya. Hingga tiba-tiba, bahunya ditepuk dan iapun refleks menyingkir dan melihat pelakunya.
Seorang pemuda yang mungkin seumuran dengan dengan kakak sepupunya yang kuliah di luar negeri berdiri di hadapannya dengan tangan yang masih terulur bekas menepuk bahunya tadi. Jenna mengernyitkan dahi mengingat apa ia kenal dengan pemuda ini.
"Siapa, ya? " tanyanya merasa tidak mengenal pemuda di depannya ini. Gantian pemuda itu yang mengernyitkan dahinya, lalu mencebik malas. Tanpa sempat menghindar, pemuda itu menarik koper Jenna dan merangkul lehernya.
"Lo gausah sok-sokan gak kenal sama sepupu lo yang paling ganteng, baik hati, tidak sombong, dan gaada tandingannya ini", ujar pemuda itu lalu menyeretnya dengan masih merangkul Jenna dengan tangan kanan dan tangan kiri menyeret koper. Sedang Jenna yang masih terkejut hanya bengong mengikuti pemuda itu. Sesampainya di mobil, pemuda itu membuka pintu penumpang dan mendorongnya masuk. Setelah menutup pintunya, ia menuju bagasi belakang mobil dan memasukkan koper Jenna. Jenna hanya diam sembari memikirkan kembali apakah ia memang memiliki sepupu se-narsis pemuda ini. Memang sih kesemua sepupunya pada narsis dan hal itu pasti akan teringat olehnya.
"Jalan, Pak! " pinta pemuda itu pada sopir dan duduk di samping Jenna. Mobil pun melaju membawa mereka yang terdiam dengan pikirannya masing-masing.
***
Di sisi lain, seorang wanita paruh baya terlihat buru-buru keluar dari kamar mandi dan meraih ponselnya yang terus berdering di atas meja nakas."Halo, " sapanya pada seseorang di seberang telepon. Entah apa yang seseorang itu katakan hingga sang wanita terbelalak dan segera pergi.
***
Tiga puluh menit berlalu, masih tidak ada yang bersuara di antara Jenna dan pemuda di sampingnya. Jenna bimbang apakah ia harus mengabari budenya atau tidak. Jika ia kabari budenya, rencananya akan gagal. Tapi pemuda di sampingnya ini sama sekali tidak dikenalinya. Sejauh ini Jenna tidak merasakan ancaman atau apapun yang berbahaya dari pemuda ini. Tetap saja ia mesti berjaga-jaga. Masih kalut dengan pikirannya, perut Jenna yang memang sedari awal lapar, berbunyi cukup keras memecah keheningan. Refleks ia meringis malu sembari memegang perutnya. Pemuda di sampingnya menyeringai dan berusaha menahan tawa. Begitu juga sopir yang melirik dari spion. Jenna benar-benar merasa malu."Mampir ke resto biasanya ya, Pak! " perintah sang pemuda. "Baik, Den. "
Mobil berbelok ke kiri dan berhenti di parkiran sebuah restoran yang terlihat cukup mewah. Pemuda itu mengisyaratkan Jenna untuk turun dan mengikutinya. Jenna yang sudah sangat lapar pun mengikutinya tanpa sepatah kata.
Mereka memasuki restoran dan duduk di meja samping jendela besar tak jauh dari pintu masuk. Tak lama kemudian seorang pelayan datang dan menanyakan pesanan.
"Nasi goreng seafood sama cappucino ice. Lo mau apa? "tanya pemuda itu tanpa menyentuh buku menu. Sedangkan Jenna tampak tercengang melihat deretan angka harga menu.
'Gilak! Masak nasi goreng aja sampe lima puluh ribu?! 'seketika jiwa emak-emaknya menjerit. Jenna beralih pada pelayan yang menunggu pesanannya. " Samain aja", putusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Still About You
Teen FictionJennaira Syazani sama sekali tidak menyangka, kepindahannya ke kampung halaman tempat almarhumah neneknya, membawanya pada serangkaian kisah penuh drama. . . . . WARNING!!! DILARANG KERAS PLAGIAT!!! Harap tinggalkan vote dan komentar, yaaa....