KLAN KELUARGA BESAR WIBISANA

2 1 0
                                    


  MALAM ini adalah malam dimulainya seluruh kebenaran yang tertutupi dibuka kembali untuk mencari informasi tentang data pribadi seseorang yang diincar oleh eluarga Wibisana.

  Malam ini bukan seperti malam biasanya. Hujan berkabut, jalanan tidak terlihat karena gumpalan kabut putih yang dingin tersebut.

  Mobil hitam besar berkendara di tengah asap kabut di tengah jalan tersebut, sang supir tidak peduli betapa tebalnya kabut itu.

  Di dalam mobil tersebut, terlihat tiga anak yang duduk di depan dan dua duduk di belakang. "Apakah kita benar ke rumahmu itu, Rian?" tanya Praja ragu sambil menatap jendela mobil di sebelah Rian.

  Rian yang masih menatap jendela mobil di sebelahnya itu berkabut pun berdehem kecil untuk menyempurnakan suaranya saat berbicara.

  "Apa? Ah ... iya, benar. Bicaranya nanti saja, aku sedang tidak enak sekarang," kata Rian terlihat gugup. Praja hanya memiringkan kepalanya bingung, tetapi baginya terserah Rian.

  Praja bingung, mengapa Rian terlihat kaku dan gugup saat berbicara dengannya. Praja pun hanya menatap ke jendela mobil dekatnya dan beralih ke arah depan untuk melihat Celcilia yang berada di kursi depan.

  Sama seperti Rian, Celcilia terlihat kaku dan pucat sambil menatap ke luar yang berkabut itu lewat jendela mobil sampingnya.

  Ada apa dengan mereka? Ah aku lupa menanyakan siapa yang mengemudi-

  Praja terkejut melihat seseorang yang mengemudi di depan sana, lewat cermin di depan kedua orang di depannya itu. Terlihat seorang pria dengan jas hitam topi pengemudi hitam menatapnya dengan kedua mata yang merah menyala.

  Pria tersebut menatapnya tajam tanpa melihat ke depan jalan. Praja mulai merasakan apa yang dirasakan Rian dan adiknya, Celcilia.

  Kaku, takut, tertahan, dan menekankan. Oksigen yang bersama mereka terasa semakin lama semakin memudar dan menghilang. Aura mencekam menyelimuti pria pengemudi itu dengan menggebu-gebu.

  Siapa dia? Sekelilingnya penuh dengan aura hitam gelam ... berbeda dari orang lain, ini sangat mencekam!

  "Langsung pulang ke rumah, Tuan?" tanya pria tersebut dan akhirnya tidak menatap tajam ke arah Praja.

  Rian yang merasa terpanggil kembali duduk tegak sambil menaikkan kedua pundaknya bertanda ia terkejut. "Iya ... tapi berhentilah di depan saja, tidak perlu ke garasi belakang ..." jawab Rian penuh paksaan untuk berbicara dengan suara yang penuh tekanan.

  "Mengapa? Reporter akan mengelilingi Tuan jika turun di depan." Suara pria tersebut terlihat sangat berat dan sedikit serak, tetap tertuju pada jalan yang sepi dan setir mengemudinya.

  Rian meneguk liur keras dan menunduk takut dengan tangannya yang bergetar, "itu ... tidak apa-apa, aku sudah lama tidak menyapa mereka saja," ucap Rian terlihat riang walaupun sedikit bergetar bunyinya sembari mendongak menatap kursi di depannya itu.

  Reaksi datar yang terpajang di wajah pria tersebut mulai mengangkat kedua alisnya dan memberhentikan mobil saat sudah sampai di depan Rumah Besar Wibisana.

  "Sudah sampai, Tuan. Biarkan saya membukakan pintu untuk kalian." Pria pengemudi mobil hitam tersebut pun turun dan membukakan pintu mobil Celcilia lalu menggenggam tangan putih Celcilia untuk membantunya berdiri.

  Celicilia ingin menolak permitaan tangan pengemudi itu, tetapi karena telah memegang tangan dingin pria itupun terpaksa dan tidak bisa menolaknya. Celcilia di gendong ala bridal style oleh pengemudi tersebut karena pria itu tahu jika kaki kanan Celcilia terkilir dan membiru.

Pradja has been found [] ON GOING []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang