{} PROLOG {}

5 3 0
                                    

 ANAK baru tersebut berjalan di depan kantor guru dengan kaku dan napas yang tersengal setelah berlari kencang menjauhi mobil hitam miliknya yang berada di parkiran belakang sekolah. Tak salah ia mendengar teriakkan ayahnya yang ikut keluar dari mobil hitam miliknya tersebut dari kejauhan.

"Nak, tunggu bapak!" teriak sang ayah sambil mengunci semua pintu mobil dengan sekali pencet di kunci yang dipegangnya. Sang ayah berlari kecil setelah hampir sampai di depan anaknya yang berada di depan kantor sekolah. Sang ayah dan anak menarik napas kecil untuk mempersiapkan diri ke dalam kantor sekolah tersebut, dan mereka pun berjalan maju seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya.

Diketuknya pintu hijau tua selama dua kali secara bertuturut-turut dan menunggu adanya jawaban dari dalam ruangan. Setelah beberapa detik menunggu, sepasang kacamata dengan wajah bersih milik seorang Wanita yang memakai kerudung pashmina berwarna krem itu muncul dengan wajah yang kebingungan.

"Ada perlu apa, pak?" tanya Wanita tersebut dari dalam ruangan dan hanya memunculkan kepalanya saja. "Ah, saya ingin mengantar anak saya ke kelas barunya, sekalian memperkenalkan diri sebagai anak baru." dari wajah sang Wanita tersebut awalnya terlihat masam, kini kembali segar setelah mendengar jika terdapat anak baru yang secara mendadak datang ke hadapannya.

Suaranya terlihat riang setelah membukakan pintu kantor untuk sang ayah dan anaknya sebagai murid baru di sekolah. Wanita tersebut meminta sejenak untuk izin ke toilet untuk merapihkan kerudungnya yang berantakan, "duduk dulu saja, pak. Saya akan segera Kembali," ucapnya riang dan linglung sambil berlari-lari untuk mempercepat waktu merapihkan kerudung berwarna krem miliknya.

"Nggak apa-apa. Santai saja, bu, saya juga sedang tidak ada kerjaan," kata sang pria yang berada di samping laki-laki berseragam rapih -yang sebagai anaknya sendiri.

Beberapa menit kemudian, Wanita yang sebagai guru tersebut datang dengan pakaian gamis hitam dan pashmina krem yang lebih rapih dari sebelumnya. Wanita itu berdehem kecil sebelum memulai beberapa kalimat untuk dilontarkan kepada dua orang di depannya tersebut.

"Dengan nama Praja Bima Arkhantara, ya?" tanyanya sambil mengecek formulir bersampul biru di tangannya. Sebagai pemilik nama, Praja mengangguk semangat, kecuali sang ayah yang tidak biasa dengan nama tersebut dan menggeleng ringan. Praja menyikut ayahnya yang berada di samping pas dengannya.

"Asal sekolah dari Sekolah Ardensyah Tiga. Sekolah yang bagus, padahal. Kenapa pindah?" tanya lagi Wanita tersebut sambil membenarkan kacamatanya yang setia bertengger di batang hidungnya. "Ceritanya Panjang sekali," jawab Praja sembari menghembuskan nafas kecil dan senyum yang masih terpasang di wajah sawo matangnya.

 Beberapa pertanyaan dilontarkan kepada Praja yang siap dengan jawaban-jawaban miliknya "aku akan menjawab jika pertanyaan itu bisa ku pahami secara cepat," katanya sebelum melakukan pertanyaan-pertanyaan berikutnya.

Hampir setengah jam Praja dan ayahnya diberi pertanyaan dan survei diri, terdengar suara bel panjang yang menggema di seluruh ruangan di sekolah. Sudah saatnya jam istirahat pertama dimulai selama setengah jam. Banyak siswa-siswi yang berlalu lalang untung mengisi perut kosongnya sehabis upacara dan pelajaran pertama.

"Praja masuk ke kelas saya ya, pak. Nanti nak Praja ikut ibu masuk ke kelas baru sehabis bel istirahat selesai." Ucap ibu guru di depan Praja dan ayahnya. Formulir kembali ditutup dan ada suara ketukan pintu membuat wanita berstatus guru tersebut membukakan pintu ruangan kantor untuk seseorang yang ia kenal.

"Selamat pagi. Eh, ini anak barunya?" tanya seorang pria dengan tas ransel hitam bergambar kuda putih digendongnya. Sang ayah dan Praja berdiri dan menjawab salam pria tersebut dan bersalaman dengannya.

Praja melihat pria tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Terlihat jelas jika dirinya adalah seorang guru di pelajaran bahasa. "Selamat siang, pak. Saya Praja, sebagai anak baru di sini," ucapnya dengan bahasa luar yang hampir sempurna. Pria berstatus guru bahasa tersebut terkejut dan terdiam setelah mendengar Praja berbicara berbahasa luar yang hampir lancar.

"Keren! Kamu bisa berbahasa asing dengan baik! Bapak sampai tidak bisa berkata-kata," kata guru tersebut dengan ekspresi terkejut dan melebarkan kedua matanya alih-alih tidak percaya apa yang ia lihat. Praja terdiam dengan senyumannya yang masih bertengger di wajahnya. "Pasti di sekolah awalmu, kamulah yang paling hebat dalam berbahasa!" seru guru bahasa tersebut dengan antusias. Mendengar hal tersebut, Praja mengendurkan senyumannya menjadi senyuman terpaksa.

"Tidak juga, ada orang yang lebih pintar dari diriku. Jika diurutkan dalam peringkat, aku adalah siswa dengan peringkat ke enam dari lima siswa terpintar di kelasku sebelumnya." Praja terdiam setelah berucap, pria berstatus guru tersebut menahan napas dan mengusap pundak kanan Praja dengan kencang.

"Semangat! Tidak ada murid baru yang lebih semangat dari dirimu sebelumnya!" senyuman guru bahasa itu membuat hati Praja hangat dan merasa kembali hidup setelah mati terlalu lama.

 "Bapak!" panggil seorang laki-laki berseragam sekolah dari luar ruangan. Menurut Praja, laki-laki tersebut sedang mencari guru bahasa itu untuk mengumpulkan tugas yang diberikan oleh guru bahasa tersebut. Sebagai perwakilan kelas, ia yang memberikan buku tugas itu sendiri ke kantor. Dan ternyata benar apa yang Praja tebak sebelumnya, laki-laki yang menjadi murid tersebut masuk ke dalam kantor dengan banyak buku di kedua tangannya. Praja melihat dirinya kesusahan, ia berpikir jika membantunya sedikit bisa meringankan beban di tangan laki-laki tersebut.

"Biarku bantu, kau terlihat kesusahan memegang buku-buku itu." Praja mengambil sebagian buku-buku yang dibawa laki-laki tersebut, lalu menyimpannya di meja yang berada di dekat dirinya.

Laki-laki tersebut bingung dan menatap Wanita berstatus guru tersebut dan berganti menatap guru bahasa di sampingnya.

Guru bahasa itu tersenyum ceria setelah melihat muridnya tersebut kebingungan apa yang terjadi di sini. Ia pun beranjak dan berjalan ke arah Praja yang masih sibuk merapihkan buku-buku di atas meja.

"Ini teman kamu yang baru, Nusa!" seru guru bahasa itu membuat Praja terlonjak akan tepukkan di pundak kanannya dengan kencang. Praja berbalik ke arah laki-laki yang bernama Nusa tersebut.

 Praja tersenyum ramah dan dijawab senyuman dengan Nusa. Laki-laki dengan kemeja putih berlengan baju yang dilipat itupun memberi salaman dengan memberikan tangannya kea rah Praja. "Aku Tara Nusabintara, Nusa bisa dan Tara juga bisa," katanya dengan nada yang semakin tinggi.

 Praja pun menjawab salam hangat tersebut. Lalu menjabat tangan dengan Nusa yang di depannya. "Aku, Praja Bima Arkhantara. Praja saja tidak apa." Praja dan Nusa mendengus bersama sebagai isyarat mereka sudah menjadi kenalan yang terbaik.

 "Ah, iya. Ibu, Praja di kelas delapan B kan? Kalau iya, aku mengantar dirinya denganku!" seru Nusa kepada Wanita di sebrangnya. Wanita yang membenarkan kacamata di batang hidungnya itupun mengangguk dan tersenyum.

 "Iya, Nusa. Kalian duluan saja, ibu juga ingin berbincang dengan bapak Praja," katanya dengan suara dan tatapan yang mendukung. 

 Nusa dan Praja pun mengangguk dengan snyuman yang masih bertengger di wajah mereka. Keduanya saling menatap satu sama lain lalu terkekeh kecil sebelum berlari kecil ke luar kantor.

Di perjalanan ke kelas barunya, terlihat banyak sekali orang-orang yang menatapnya karena terkesan akan perawakan Praja yang asing menurut mereka. "Biarkansaja mereka, pada akhirnya mereka mati karena penasaran," kata Nusa dengan ekspresimukanya yang tidak menyenangkan. 

Pradja has been found [] ON GOING []Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang