VII. Get Rid Of

22 6 0
                                    






Cahaya biru menyilaukan pandangan Azura. Ada sebuah lingkaran bergelombang dengan kilatan-kilatan cepat seperti listrik yang mengisi. Tampak begitu menyeramkan dengan suara berisik hingga membuat Azura menutup telinga karena berdengung keras. Kepalanya pusing, matanya tak sanggup memandang ke arah sana.

Ia tak paham, kenapa tiba-tiba di dalam kamarnya ada pusaran listrik seperti itu ketika ia baru kembali dari tempat makan. Muca belum ada tanda-tanda kembali dan ia panik ketika petir-petir di sana menyambar keluar dari pusaran, menghanguskan tembok. Semakin lama semakin melebar jarak sambarannya.

"Aa!!" Kakinya meloncat ketika sambaran itu mengenai lantai kayu, punggungnya menabrak pintu di belakang. Saat angin tiba-tiba muncul dari dalam dan memporak-porandakan seisi kamar, Azura menarik gagang pintu. Begitu kuat ia menariknya, tetapi tidak terbuka.

"Aaa!! Tolong!!!" Tubuh Azura terseret pusaran, angin yang begitu kencang di sana menarik kakinya hingga tak menyentuh lantai. Ia berpegangan pada knop pintu, menahan agar tak tertarik.

"Akh!" jerit Azura ketika kakinya merasakan perih luka bakar. Ketika ia menunduk untuk memastikan, matanya melebar karena ada lilitan listrik di kakinya. Pusaran itu akan menyeretnya masuk.

"Tolong! Siapa pun! Tolong aku!" teriaknya makin kencang.

Ia tak tahu apakah orang di luar sana akan mendengarnya karena suara listrik yang seperti kicauan burung cepat itu menyamarkan suaranya. Bahkan ke telinganya sendiri, suaranya terdengar sangat kecil.

Napasnya terengah, ia menangis menahan sakit di kaki serta tangannya yang sudah memerah. Ia tak kuat menahan rasa sakit ini. Namun, ia tak rela jika dirinya berakhir seperti ini.

"Sial!!"

"Apa ini?!" pekiknya dalam tangis.

"Aku tidak boleh mati!!"

"Siapa yang berani memperlakukanku seperti ini! Siapa?Akh-"

Mata serta mulut Azura terbuka lebar saat lilitan listrik yang begitu cepat itu masuk ke sana. Tubuh Azura tersetrum hebat, tangannya terlepas dari gagang. Dalam keadaan mengambang, tubuh Azura yang terlentang disambar oleh petir dari pusaran secara bertubi-tubi. Membuat banyak kejutan hingga cahaya di sana gelap terang sangat cepat. Kemudian sebuah pedang listrik keluar secara perlahan dari pusaran menuju Azura yang tak sadarkan. Pedang itu berada di atas Azura, mencari posisi jantung gadis itu berada. Saat berada di titik yang tepat, pedang itu menancap di sana.

Azura langsung terbangun dari tidurnya, tubuhnya dipenuhi dengan keringat dingin. Matanya yang melebar masih dipenuhi rasa takut dan trauma yang luar biasa. Seketika ia meraba tubuhnya, ia menunduk dengan napas lega. Semuanya hanya mimpi buruk, walaupun begitu sangat mengerikan karena ia bisa melihat gambaran jelas tentang cara dia mati.

Ia menyikap rambutnya yang menempel di wajah karena keringat, sembari berusaha tenang ia menoleh ke ranjang Muca. Badannya menegang ketika melihat Muca duduk membelakanginya sambil menghadap jendela yang tertutup. Yang membuatnya semakin takut adalah ketika ada cahaya biru di depan gadis itu, suara kicauan burung seperti di mimpinya membuat jantungnya berdebar keras.

Azura lekas menyembunyikan diri dengan masuk ke selimut. Napasnya kembali berat.

Tidak mungkin Muca, kan? Tidak mungkin dia yang membahayakanku.

Mencoba memberanikan diri, Azura mengintip pada cela, lalu dengan spontan ia menurunkan selimut itu dari wajahnya ketika Muca sudah kembali tidur. Azura bahkan langsung duduk dengan alis terangkat, Muca terlihat aneh.

Mata gadis itu tertutup, tetap napasnya memburu seperti sangat kelelahan, dia juga terlihat kesakitan. Maka dengan penasaran Azura bangkit menuju sisi gadis itu. Dalam sedekat ini wajah Muca pucat.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 9 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CALLING OUT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang