Askara Embun Rendra

9 2 0
                                    

PLAK

"APA KAU TULI!! AKU SUDAH BILANG BERKALI-KALI JANGAN PERNAH KAU SENTUH BARANG MILIK YANZA ANAKKU. BEDEBAH." Suara teriakan charla mengema menyantap indra pendengaran Askara yang Masih tidak bergeming saat mendapatkan tamparan keras dari sosok wanita yang telah melahirkannya bahkan yang membesarkannya Selama ini.

Askara diam membatu menatap lantai dengan tangan yang Masih setia menyentuh wajahnya yang baru saja menerima satu tamparan keras.

Srekk

"Ah, ma?" Gumam Askara tersentak kaget saat foto yang sedari tadi ia pandang dirampas tanpa belas kasih oleh charla.

"INI, MILIK ANAKKU, DAN KAU TIDAK BERHAK MENYENTUHNYA." Tunjuk charla didepan wajah Askara yang Masih diam membisu.

Tidak bukan ini yang dirinya inginkan, Bukan. Pagi yang harusnya menyambut kebahagian menjadi kelam saat suara amarah Charla memuncak pagi ini.

"Keluar, KELUAR KAU DARI KAMAR ANAKKU." Usir charla kasar mendorong Askara kuat membuat tubuh laki-laki itu terhuyung kebelakang menabrak pintu kamar cukup keras.

"Aghk. Ma~, Kara."

"DIAM, berani sekali kau mengeluarkan suara menjijikanmu itu di depanku. Hah." Sela charla wajahnya yang memerah marah dengan semua emosi yang ia miliki membuat Askara tak mampu mengutarakan kata maaf sekali pun di depan ibunya.

"Pergi, sebelum aku kembali menamparmu lagi, lebih baik kau pergi. PERGI." Seru charla penuh penekanan

Askara menatap ibunya berkaca-kaca, matanya menyiratkan kepedihan disana. Bagaimana tidak, sosok yang begitu iya kagumi kini membencinya. Bahkan tidak ada kata kasih lagi yang pernah ia dapatkan Selama ini.

Askara berbalik melangkah pergi keluar dengan langkah yang berat dirinya meninggalkan charla yang kini menangis tersendu memeluk foto yanza anaknya yang telah pergi selamanya.

BRAKK

Suara pintu tertutup kuat menandakan bawah Askara telah benar benar pergi.

*
*
*

TAMAN LAMA

Askara pemuda tampan berusia 17 tahun, dengan kulit putih pucatnya seakan menandakan bawah dirinya tidak baik-baik saja, ya itu benar.

Seorang pemuda yang Masih harus memiliki banyak bimbingan Dari kedua orang tuanya, bahkan nasehat Dari kakaknya kini tengah menatap langit sendirinya. Air matanya bergulir semakin deras saat kenang indah kembali bersua bagai kaset rusak di kepalanya. Kilas balik akan kejadian, kemarahan, bahagia. Yang mungkin akan Askara kenang sampai akhir.

"Kau lihat? Sudah aku bilang bukan, semua tidak baik-baik saja." Gumam Askara menatap langit, ya dirinya tengah berbicara dengan langit saat ini.

Seakan merespon apa yang diucapkan Askara langit berseru menyuakan angin sepoi sepoi membuat pepohonan bergerak seakan tengah menghiburnya saat ini.

"Hahahaha, ini lucu sekali. Apa kau tengah mengejekku sekarang hah?" Kekeh Askara lirih saat merasakan angin yang seakan kini tengah mengejeknya.

"Apa kau ingin bilang padaku. Wah Kara kau memang bodoh, ingin mendapat kasih sayang dari kedua orang tuamu? Apa kau lupa siapa dirimu itu? Pembunuh." Askara kembali bersuara.

Memandang remeh langit yang Masih menunjukkan mendungnya, cih memalukan bahkan langit pun mengasiganinya. Apakah sangat sulit untuk melupakan masa lalu? Tidak, itu sangat sulit.

"Hah, bisakah kau mengabulkan keinginanku langit? Kau tau kan aku selalu bercerita padamu. Aku seperti orang gila sekarang kau tau, hahaha. Sakit sekali." Askara kembali mengeluarkan air matanya sakit, tangan kananya meremas dada kiri miliknya, sakit sekali.

Nafas Askara memburu namun tidak membuat ia pupus dalam kesedihannya, jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya, sungguh ini melelahkan.

"Agh, ha ugh." Keluh Askara merebahkan tubuhnya seraya perlahan mengatur nafasnya bahkan mencoba agar jantungnya tidak berdebar begitu kuat. Askara menutup matanya sejenak mencoba untuk tidak memikirkan semua yang baru saja terjadi, ini melelahkan.

Tbc...

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Oct 15 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

LANGIT jangan ambil ASKARAKU Where stories live. Discover now