10

34 7 7
                                    

Setelah selesai mengambil semua foto-foto dirinya dengan Argadana di mading, Eleanor membuangnya ke tempat sampah.

Matanya langsung membulat sempurna saat melihat kehadiran Aswangga di sebrang sana.

Eleanor menelan air liurnya dengan susah-payah ketika Aswangga berjalan menghampirinya.

"Be-Beb," gugup Eleanor.

"Buang apa?" tanya Aswangga.

Eleanor melihat ke arah tempat sampah dan berdehem beberapa kali. "I-itu, aku buang sampah," jawabnya.

Aswangga menganggukkan pelan. Tangannya kini terulur menyelipkan anak rambut Eleanor ke belakang telinga gadis itu. Bisa dilihat kalau raut wajah sang kekasih seperti panik.

Dengan cepat Aswangga pun kembali menurunkan tangannya.

"Ka-kamu udah bangun, Beb?" tanya Eleanor dengan matanya yang kini melihat kesana kemari - takut Argadana melihatnya.

"Udah. Tapi waktu aku bangun, kamu nggak ada," jawab Aswangga.

"Kamu kemana? Kok pergi?" tanyanya pada sang kekasih.

"I-itu, aku sakit perut," jawab Eleanor. "Maaf ya, Beb. Tadi nggak bilang dulu kalau aku mau pergi, soalnya tadi kau tidurnya pules banget. Tadinya aku mau temui kamu lagi, eh kita malah ketemu disini," jelas Eleanor panjang lebar.

Lagi-lagi Aswangga hanya mengangguk. Tangannya kini memberikan cardigan Eleanor yang gadis itu gunakan untuk bantal dirinya, dan dengan cepat Eleanor mengambilnya.

"Kamu udah makan, sayang?" tanya Aswangga. Lelaki itu kini bersikap seolah tidak terjadi apa-apa.

"Kalau belum, kita makan bareng yuk," ajaknya.

Eleanor gelagapan, bingung harus menjawab apa.

Kalau ia kembali ke kantin bersama Aswangga, takut sekali kalau Argadana melihat keduanya.

Tapi kalau dirinya menolak, pasti Aswangga akan bersedih.

Triiiiiing!

Bel masuk terdengar dan membuat Eleanor bernafas lega.

"Beb, udah bel. Kita nggak jadi makan bareng deh," kata Lea sedikit kecewa. Padahal kini gadis itu mengucapkan rasa syukur di dalam hatinya.

"Yaudah gapapa, nanti kita bisa kapan-kapan makan di kantin bareng," jawab Aswangga dengan memperlihatkan senyum hangatnya.

"Aku antar kamu ke kelas ya."

"Hah? Gi-gimana?" Eleanor pun kembali gelagapan. 

"Aku antar kamu ke kelas," Aswangga kembali mengulangi ucapnya.

Tanpa menunggu jawaban dari Eleanor, Aswangga menarik lembut lengan gadis itu dan mengajaknya pergi.

Eleanor sudah berdo'a di dalam hatinya - semoga Argadana belum masuk ke dalam kelas dan tidak melihat dirinya bersama Aswangga.

Selama perjalanan ke arah kelasnya, entah kenapa Eleanor seperti berjalan ke sebuah perjalanan terakhirnya. Dia tidak bisa membayangkan kalau Argadana sudah ada di dalam kelas dan melihat dirinya.

"Siapapun tolong gue," batin Eleanor.

"Sudah sampai."

Mendengar itu membuat Eleanor melihat sekelilingnya. Saking takutnya bertemu dengan Argadana - Eleanor sampai memejamkan matanya selama perjalanan ke arah kelasnya, sampai tidak sadar kalau sudah sampai.

Kepalanya melihat sedikit ke dalam kelasnya. Gadis itu bernafas lega karena Argadana belum ada.

"Makasih ya, Beb, udah anterin aku," kata Eleanor dengan manja. "Aku makin sayang deh sama kamu," lanjutnya dengan sedikit berbisik - karena takut ada yang mendengar.

"Iya, Beb," jawab Aswangga sembari mengelus lembut pucuk kepala gadis itu.

"Nanti malam, makan malam di luar sama aku mau?"

"Mau!" jawab Eleanor cepat.

"Dandan yang cantik, nanti malam aku jemput," kata Aswangga.

"Jadi selama ini aku nggak cantik?" bibir Eleanor mengerucut lucu.

"Cantik. Pacar aku selalu cantik," jawabnya dengan mencolek hidung mancung kekasihnya itu.

Eleanor tersenyum manis pada Aswangga. Tapi tak lama senyumnya langsung luntur saat melihat Argadana yang sudah berada diujung koridor.

Melihat raut Eleanor yang sedikit panik, Aswangga pun melihat ke arah pandang gadis itu.

Mengerti dengan situasinya, Aswangga memilih untuk berpamitan. "Aku ke kelas dulu ya," pamitnya dengan lembut.

"Iya, hati-hati," jawab Eleanor dengan tersenyum kecil.

Setelah Aswangga pergi, Eleanor mengembuskan nafas leganya.

"Sayang." 

Eleanor melihat pada Argadana yang memanggilnya.

"Ngapain dia?" tanya Argadana dengan menunjuk ke arah Aswangga dengan dagunya.

"I-itu, tadi dia nanyain Karang," jawab Eleanor dengan asal.

"Katanya nggak lihat Karang dari jam istirahat," jelasnya.

Argadana mengangguk paham. "Besok-besok jangan terlalu dekat sama dia," ucapnya.

"Ke-kenapa?" tanya Eleanor dengan hati-hati.

"Takutnya dia jatuh cinta sama kamu," jawab Argadana yang membuat Eleanor tersenyum ragu.

"Ayo masuk." Argadana merangkul tubuh Eleanor dan mengajaknya masuk ke dalam kelas.

Aswangga yang melihat itu dari kejauhan, hanya bisa diam dan menundukan kepalanya.

Eleanor Athala Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang