01.Darah

192 29 3
                                    

Suara langkah kaki terdengar memasuki ruangan gelap itu. Wajahnya tidak begitu jelas karena tak ada banyak cahaya di sana.

"Soobin, seret dia kemari." Ujar wanita itu yang kini duduk di kursi yang telah disediakan oleh anak buahnya.

"Baik nona," soobin berbalik menatap bodyguard yang berada dibelakangnya,"seret dia kesini."

Dua orang bodyguard kini menyeret pria tua itu, banyak lebam yang memenuhi wajahnya. Pria itu dilempar dihadapan wanita tadi.

"Nona maafkan saya, tolong jangan bunuh saja, aku masih memiliki anak dan istri." Pria itu bersujud dibawah kaki wanita itu memohon agar dia dilepaskan.

Wanita itu berdiri, dia menatap tajam kearah pria itu,"lalu bagaiman dengan perbuatan yang kau lakukan pada keluarga ku."

Pria itu diam seribu bahasa, dia tidak berani menatap mata wanita itu.

"Unnie, kita lakukan sekarang." Wanita itu menatap sang kakak.

"Boleh, tapi aku ingin kedua bola matanya dilepas terlebih dahulu." Ujar sang kakak pada adiknya.

Mendengar hal itu membuat pria tadi merinding ketakutan,"nona maafkan saya nona." Pria itu terus memohon pada dua gadis itu.

"Okay, kalian pegang dia." Suruh wanita itu pada bodyguardnya.

Wanita itu tersenyum kearah pria itu, ia mulai mengeluarkan pisau kecil dari sakunya,"tahan sebentar, mungkin ini sedikit sakit." Ujar wanita itu.

Wanita itu mulai mencongkel mata pria itu, membuat pria itu menjerit kesakitan. Pria itu terus meronta-ronta dalam genggaman tangan bodyguard.

"AAKHHHH."

Wanita itu tersenyum setelah berhasil mendapatkan dua mata pria tadi,"ada yang lain unnie?"

Wanita yang dipanggil unnie itu menggeleng,"sepertinya unnie sedang malas bermain," wanita itu mengeluarkan pistolnya, dengan wajah tersenyum wanita itu mengarahkan pistolnya pada pria itu,"selamat tinggal."

Suara tembakan memekikkan telinga orang-orang yang berada di sana,"bereskan semuanya, jangan sampai ada yang tahu."

Para bodyguard membawa jasad pria itu, mereka akan mengurus semuanya agar tidak ketahuan.

"Semuanya beres Jennie-ya." Ujar wanita itu adiknya.

Jennie menggeleng, dia berjalan kearah foto-foto yang tertempel di dinding ruangan itu,"tidak Jisoo unnie, masih ada enam orang lagi." Jennie menancapkan pisau miliknya pada foto-foto itu.

Jisoo berjalan, ia menatap foto-foto itu,"Soobin."

"Iya nona." Ujar Soobin menunduk kearah Jisoo.

"Kirimkan mata itu pada keluarganya." Suruh Jisoo.

"Baik nona kami akan segera mengirimkannya." Setelah mengatakan itu Soobin pergi dari hadapan Jisoo dan Jennie.

"Kita pergi." Ajak Jisoo.

"Nee Unnie."

Kini keduanya pergi dari ruangan itu. Setiap langkah, setiap nafas, kami tidak akan membuat orang-orang itu bebas begitu saja. Kau membeli semuanya tapi bukan berarti keberanian kami bisa kau beli juga. Akan ku perbuat semua yang kau perbuat pada kami, bahkan kau akan mendapatkan lebih dari yang kau bayangkan.

"Pengusaha tambang Choi Minsoo dikabarkan menghilang"

"Choi Minsoo, sosok pengusaha tambang terbesar di Korea menghilang begitu saja."

"Keluarga Choi membuat petisi untuk Siapa saja yang menemukan Choi Minsoo akan diberikan hadiah."

Headline news itu terus tersebar bahkan bukan di internet saja, kabar ini juga diberitakan di televisi, banyak orang yang berbondong-bondong mencarinya, tapi itu mustahil untuk bisa ditemukan.

Dengan segelas kopi dan majalah, Jisoo kini duduk membaca berita yang sejak dulu ia inginkan.

"Bagaimana reaksi mereka Jennie-ya?" Tanya Jisoo yang menyeruput kopi miliknya.

Jennie yang sedari tadi memainkan pistol miliknya, kini menatap Jisoo,"cukup memuaskan." Dia mengeluarkan video yang orang suruhannya berikan padanya,"unnie ingin melihatnya." Jisoo mengangguk, Jennie mulai membuka rekaman video itu.

Didalam video itu memperlihatkan seorang wanita yang membuka hadiah dari Jennie, ya kalian pasti tau itu, mata dari Choi Minsoo. Teriak wanita itu membuat Jennie terbahak-bahak, dia menyukai ini.

"Satu sudah beres," Jennie menatap Jisoo,"beri jeda sebentar Jennie-ya, mereka juga tak akan jauh dari genggaman kita."Jennie mengangguk

Suara pecahan kaca terdengar membuat Jisoo dan Jennie segera berlari kearah kamar. Jennie membuka pintu segera, terlihat wanita paruh baya dengan pakaian kacau kini menghancurkan semua yang ada didalam sana.

"Eomma." Jisoo segera mengambil alih sang ibu, Jennie pula ia mengambil pecahan kaca yang berada digenggaman sang ibu.

"Dimana mereka Jisoo-ya?" Tanya Yuri sang eomma, dengan talenta Jisoo mengusap keringat yang membasahi dahi sang eomma,"jawab eomma Jisoo-ya, dimana mereka?"

"Mereka belum pulang eomma," sahut Jennie,"lihat, ini baru jam berapa, pasti mereka masih sekolah." Ujar Jennie memperlihatkan jamnya pada sang ibu.

"Eomma harus menyiapkan makan siang dulu,"sebelum beranjak Jisoo terlebih dahulu menahan Yuri,"eomma istirahat saja biar Jisoo dan Jennie yang menyiapkannya."

"Tapi.."

"Tidak ada tapi tapi eomma, dengar, Jennie dan Jisoo akan menyiapkannya, eomma tidur saja."

Dengan pasrah Yuri mengikuti perintah kedua sang anak,"tapi jangan sampai terlambat, dan juga jangan lupa masak kimchi dan gamjatang."

Jisoo mengangguk, ia menyelimutinya sang ibu,"Jisoo tidak akan lupa eomma."

Setelah memastikan sang eomma tertidur, Jennie dan Jisoo pergi keluar. Mereka sangat kasihan pada Eommanya, sulit memang untuk menerima kenyataan bahwa semuanya tidak seperti dulu lagi.

Dengan tekat yang kuat Jennie dan Jisoo akan membalas semuanya. Tikus-tikus yang merasa mereka adalah penguasa, mereka yang hanya berani menyuruh tanpa mau memegang. Tapi dengan tangan mereka sendiri, mereka akan membalas semuanya.

"Aku akan membalas semuanya, lihat saja aku tak akan pernah melepaskan mu." Jennie mencengkeram tangan kuat, dendam yang ia tanamkan semakin hari semakin besar.

Mereka kini terduduk diruang tamu, Jisoo sedari tadi hanya memasang wajah datarnya,"lihat saja, beri mereka jeda sebentar, lalu kita hancurkan mereka."

Langkah tak akan berhenti begitu saja, ini baru permulaan. Bersenang-senang lah terlebih dahulu, giliran mu akan terjadi pada waktunya.

Dering ponsel terdengar, Jisoo segera mengangkatnya,"Halo."

"Halo Noona, dia sudah berada disini, dia baru saja turun dari pesawat."

"Jangan sampai biarkan dia terlepas."

"Baik nona."

"Unnie." Panggil Jennie.

"Dia sudah berada disini Jennie-ya," Jisoo menatap jennie dengan,"sebentar lagi kita akan bersenang-senang."

Jennie tersenyum,"hahhh, pak tua, bersenang-senang lah terlebih dahulu, sebelum ajalmu menjemput mu."

"Mata dibalas dengan mata, mata dibalas dengan mata, semua yang kau lakukan akan menjadi milikmu kembali." Ujar Jennie dengan seringainya.

-To Be Continued-
22 Oktober 2024








Blood & Revenge || BlackpinkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang