B2: Keputusan

151 35 4
                                    

Keputusan sidang telah keluar jauh-jauh hari, dan Chika terbukti telah berselingkuh dengan asisten suaminya sendiri, Vian. Meski Tuhan dan Chika tahu, itu semua tidaklah benar dan hanya tuduhan semata.

Kala sidang tengah berlangsung, Chika tidak bisa berbuat apapun dan hanya bisa meneteskan air mata di antara banyaknya keluarga suaminya yang hadir.

Chika hanya seorang diri menghadiri sidang tanpa ada yang menemani.

Ibu mertua, ayah mertua, saudara suaminya, serta suaminya sendiri, yakni Aran tak berbuat apapun walaupun hanya untuk sekedar meredakan tangis seorang Chika yang sebenarnya tengah mengandung seorang bayi.

Chika benar-benar sendiri waktu itu, tidak ada yang menemaninya sama sekali. Bahkan seorang saksi yang ia sewa pun sama sekali tidak hadir saat sidang dilaksanakan, padahal Chika telah memberikan sebagian uang pribadinya sebagai bayaran.

Semua bukti mengarah pada Chika, tuduhan pun semakin diperkuat dengan saksi lain yang notabene adalah mertuanya sendiri.

Chika tidak tahu dirinya salah apa, dan telah melakukan hal buruk apa di dunia, sampai-sampai mertuanya sendiri yang telah ia hormati layaknya seperti orang tua kandung pun ikut menyalahkan dirinya.

Saat palu diketuk, dan Chika telah resmi bercerai dengan Aran pada hari itu, semuanya seolah runtuh di sisi Chika.

Lagi-lagi ia hanya bisa menangis dan menangis, terus menguras semua air yang ada di dalam kelopak matanya.

Singkat waktu yang terasa lama bagi Chika, sekarang ruangan sidang telah benar-benar sepi. Hanya tinggal Chika sendiri yang duduk termenung, mengelus perutnya yang kian terasa keram lantaran korset yang ia pakai dengan cukup kencang, sesuai dengan apa yang Aran perintahkan agar sang Hakim tidak mengetahui tentang kehamilannya.

" Jangan benci mama ya, nak? " Chika mengukir senyum sekuat hati, membuat tubuhnya menjadi bergetar merinding dengan hati yang terasa sakit. " Jadi anak yang ceria, mama tunggu kamu sampai kamu tiba di dunia ini. "

Air mata Chika kembali menetes. " Dunia emang kejam sama nggak adil. Jadi sebisa mungkin, kamu harus kuat kalau udah di dunia, ya? "

°°°

Berbulan-bulan pun telah berlalu dan Chika hanya tinggal menunggu waktu untuk kelahiran anak barunya.

Chika duduk di teras rumah pada sore ini, menikmati hembusan angin yang juga menemaninya selama ini.

Chika mengelus perutnya yang buncit besar, dengan usapan lembut, merasakan gerakan bayi di dalam perutnya.

Senyum manis terukir di wajah Chika, meski tubuhnya terus melemah selama masa kehamilannya, seperti digerogoti dari dalam, tetapi ia tidak pernah sekalipun menyalahkan hal itu. Ini adalah hal wajar yang dialami oleh setiap ibu di dunia.

Chika pun tidak terlalu mengkhawatirkannya, menganggap semua normal lantaran ia pernah melewati masa-masa kehamilan seperti sekarang ini tidak hanya satu-dua kali pengalaman.

Frean, Ferrel dan Felicia, seingat Chika dulu, ia juga mengalami perasaan yang sama saat dulu mengandung ketiganya.

" Mama! Makan dulu yuk. Frean udah masak! "

Frean datang dari arah pintu depan untuk menghampiri Chika, ibunya yang begitu ia sayangi.

" Makan yuk, Ma! Dedek pasti laper juga. " Frean memeluk ibunya dengan hangat, lalu mengelus perut sang ibu guna menyapa calon adiknya. " Kamu pasti laper kan? "

Chika mengusap lembut kepala Frean, ia benar-benar bersyukur telah melahirkannya ke dunia.

Dibalik umurnya yang baru belasan tahun, alias baru saja lulus SMA, pemikiran Frean sudah cukup bisa dikatakan dewasa. Jauh lebih dewasa dari anak-anak seusianya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 20 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RaharshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang