CHAPTER 1

14 5 3
                                    

Di sebuah restoran cepat saji yang sibuk, di tengah riuh rendah suara mesin dan percakapan pelanggan, seorang gadis bernama Aerisella, atau lebih dikenal dengan panggilan Aeris, berdiri di belakang meja kasir dengan cekatan melayani para tamu. Rambut panjangnya yang lurus dan berwarna cokelat keemasan, diikat dalam kuncir kuda sederhana, tergerai lembut di punggungnya. Matanya yang hijau cerah memancarkan ketenangan dan kebijaksanaan, meski saat ini terlihat sedikit lelah setelah berjam-jam berdiri di tengah keramaian. Kulit cerahnya dengan rona alami menambah kesan elegan pada tubuh ramping dan idealnya.

Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul 07.00 malam. Dengan gerakan yang sudah terlatih, dia mengatur pembukuan dan menjawab pertanyaan pelanggan sambil melirik ke arah rekan kerjanya yang sedang berdiri di belakang meja. "Aku perlu istirahat sebentar, bisa gantikan aku sebentar?" dia meminta dengan nada penuh harapan, wajahnya yang lembut dan pipi sedikit merona menunjukkan ekspresi lembut.

Rekannya, dengan wajah yang sedikit kesal namun tetap bersedia, mengangguk. "Baiklah, tapi cepatlah," katanya sambil mengacak-acak rambutnya yang lepas.

Aeris tersenyum tipis sebagai ucapan terima kasih sebelum cepat-cepat melangkah menuju ruang ganti. Di dalam ruang kecil itu, dia mengeluarkan ponselnya dari saku, tangan bergetar penuh antisipasi. Dengan hati yang berdegup kencang, dia membuka email yang baru saja masuk.

"Semoga lulus, semoga lulus," dia bergumam, berdoa dalam hati. Ketika email terbuka dan mata hijau cerahnya membelalak membaca isi pesan, bibirnya yang tipis mengembang dalam senyuman lebar. "Yeyy!! Akhirnya aku bisa pergi dari rumah sialan itu!!" teriaknya dengan penuh kegembiraan, suaranya meledak dalam ruangan yang kecil dan sunyi itu.

Dalam kebahagiaan yang membuncah, dia tidak menyadari betapa nyaring teriakannya. Tiba-tiba, dari ruang sebelah terdengar suara tegas, "Hei, siapa di sana? Kenapa ribut sekali?!"

Aeris tersentak, wajahnya memerah. Dengan cepat, dia menutup mulutnya dan merangkak keluar dari ruang ganti. Dia berusaha mengumpulkan sisa-sisa ketenangannya, dan dengan gerakan hati-hati, kembali ke meja kasir, mencoba menutupi rasa malu dan kecanggungan yang kini menggelayuti dirinya.

Dia mendapati rekannya memandang dengan keheranan. "Kamu baik-baik saja?" tanya rekannya, sedikit khawatir.

Aeris mengangguk, mencoba menutupi keceriaannya dengan senyuman malu. "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya sambil mengambil alih tugas dari rekannya.

 "Ya, aku baik-baik saja," jawabnya sambil mengambil alih tugas dari rekannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pukul 09.00 malam, sebuah taksi berhenti di depan gerbang rumah mewah, membawa serta Aeris yang turun dengan hati yang berat. Pandangannya menatap rumah itu dalam-dalam, seakan mencoba mengukir setiap detailnya dalam ingatan. Sedikit kesedihan melintas di mata hijaunya. "Sebentar lagi aku akan meninggalkan rumah ini," gumamnya lirih, penuh dengan perasaan yang campur aduk.

Begitu masuk ke dalam rumah, seorang wanita paruh baya yang merupakan kepala pelayan, bibi Marie, menyambutnya dengan senyum ramah dan penuh perhatian. "Anda sudah kembali, Nona."

Takdir yang BerulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang