Bab 22 : Penyesalan tak berguna (Spesial Chapter)

27 3 0
                                    

Malam semakin larut, bulan memancarkan cahaya pucat melalui jendela tinggi kamar Xienna. Di sudut ruangan yang gelap, ia meringkuk, menyandarkan kepalanya pada dinding dingin. Air mata mengalir tanpa henti, membasahi gaun sutranya yang indah.

"Kebebasan..." bisiknya getir pada kesunyian malam. "Dulu aku begitu menginginkannya, bermimpi tentangnya setiap malam. Tapi sekarang..."

Xienna tertawa pahit, suaranya bergetar penuh kesedihan. Tangannya menggenggam erat kalung ruby yang berkilau redup di lehernya.

"Apakah selama ini... aku telah mengkhianati perasaan Xyon dengan cara menginginkan kebebasan?" tanyanya pada diri sendiri, suaranya nyaris tak terdengar. "Bahkan sekarang, ketika aku telah mendapatkan kebebasan yang kuinginkan... mengapa ini terasa lebih menyakitkan daripada seperti burung yang dikurung dalam sangkar?"

Bayangan-bayangan tentang hari-harinya di istana berkelebat dalam benaknya - tatapan mencemooh para dayang, bisikan-bisikan kejam di setiap sudut, dan yang paling menyakitkan... ketidakhadiran Xyon.

"Xyon..." nama itu terucap bagai doa yang patah dari bibirnya. "Sudah berapa hari aku tidak melihatnya? Mengapa dia menghilang? Apa yang terjadi padanya?"

Air mata semakin deras mengalir saat mengingat kata-kata para dayang tentang kondisi Xyon yang memburuk. Tentang bagaimana sang kaisar vampir yang perkasa kini lebih sering mengurung diri, menolak meminum darah, tatapannya kosong kehilangan jiwa.

"Apakah benar..." suaranya tercekat, "apakah benar dia membenciku seperti yang dikatakan para dayang? Apakah kehadiranku di sini hanya membuatnya semakin menderita?"

Xienna memeluk lututnya lebih erat, mencoba meredam isakan yang semakin kencang. Pikirannya dipenuhi penyesalan dan kebingungan.

"Ini semua salahku..." bisiknya di antara isakan. "Seandainya aku bisa mengingat masa lalu... seandainya aku tahu apa yang telah kulakukan padanya... Mengapa aku harus menjadi Ivory? Mengapa takdir begitu kejam?"

Kalung ruby di lehernya berdenyut hangat, seolah meresponnya. Namun kali ini, kehangatan itu tidak memberinya ketenangan. Justru membuat dadanya semakin sesak dengan rasa bersalah.

"Mungkin para dayang benar," lanjutnya lirih. "Aku hanya membawa kesedihan. Bahkan kebebasan yang kuimpikan ternyata adalah kutukan. Setiap langkah bebasku di istana ini hanya menambah luka bagi semua orang... terutama bagi Xyon."

Angin malam berhembus masuk melalui jendela, membuat tirai-tirai tipis menari dalam kegelapan. Xienna menatap kosong ke arah bulan yang bersinar redup, seolah langit pun ikut berduka atas kepedihannya.

"Maafkan aku, Xyon..." bisiknya pada kekosongan. "Maafkan aku karena telah membuatmu menderita... karena telah menginginkan kebebasan... karena tidak bisa mengingat masa lalu kita..."

Di sudut ruangan yang dingin itu, Xienna terus menangis dalam diam. Kebebasan yang dulu ia impikan kini terasa seperti rantai tak kasat mata yang mencekiknya. Dan yang lebih menyakitkan, ia bahkan tak tahu bagaimana cara memperbaiki semua kesalahan yang bahkan tak ia ingat telah ia lakukan.

Jam berdentang dua belas kali di kejauhan, menandakan tengah malam telah tiba. Namun Xienna tetap terjaga, tenggelam dalam kesedihan dan penyesalannya. Mungkin inilah hukuman baginya - terjebak antara kebebasan yang menyakitkan dan kerinduan akan sangkar emas yang pernah ia benci.

The Villain Is Obsessed With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang