STRING 0.3

61 11 2
                                    

warn! local-fanfic, or etc; semi-baku; slightly 18+

Prang

Suara pecahan kaca yang bergema sontak mengejutkan sang empu dari tempat duduknya, sedangkan Bima —sang pelaku utama diam-diam tersenyum atas kekacauan yang baru saja diperbuatnya.

"Ah sorry, gue gak sengaja."

Bima berkata dengan nada menyesal yang tampak dibuat-buat. Namun, hanya keheningan yang menyambut ucapannya, dua sosok dihadapannya menatapnya dengan pandangan yang berbeda, sang gadis tampak terkejut sedangkan sosok diseberang mejanya hanya terdiam tanpa minat.

"Loh Sadewa?"

Setelah beberapa saat hanya terdiam, akhirnya Jian membuka suara. Nada terkejutnya terdengar palsu, namun berhasil menyiramkan bensin pada api kecil yang sebelumnya telah Bima ciptakan. Suasana mendadak terasa kaku, bahkan alunan musik yang berdentum seolah tidak mampu menembus kebekuan yang tiba-tiba menyeruak.

Jian kemudian melirik pada seorang gadis yang tampak gelisah di tempat duduknya, jelas merasa terpojok dalam situasi ini. Untuk sesaat, Jian mencuri pandang pada Bima, pria itu berdiri dengan tenang, bersikap acuh tanpa repot-repot menoleh pada kekasihnya, Mira.

"Oh lagi sama selingkuhan," lanjut Jian dengan nada sarkastik, bibirnya menyunggingkan senyum miring seiring Sadewa bangkit dari duduknya, menatap Jian dengan sorot mata tajam.

"Masih butuh bukti?" Jian menggoyangkan ponselnya di depan wajah Sadewa, bersiap membuka kameranya saat tiba-tiba Sadewa merebut ponsel itu.

"Bukannya lo yang selingkuh?"

Suasana terasa mencekik begitu tuduhan Sadewa keluar dari mulutnya, pandangannya sekilas melirik pada Bima dengan penuh kecurigaan.

Jian memicingkan matanya tajam, hampir tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.

"Jangan asal nuduh!" desis Jian.

"Terus apa yang lo lakuin di bar sama cowok? Udah ngelakuin apa aja?" serunya sinis, sebelum tangannya dengan kasar meraih rahang Jian, mencengkeramnya dengan kuat.

Rasa sakit langsung menjalar di wajah Jian, membuatnya meringis dan berusaha melepaskan diri, namun fisiknya kalah kuat dibandingkan Sadewa.

"Apa-apaan lo anjing!" teriak Bima dengan nada yang tak lagi tenang.

Pria itu langsung tersulut emosi begitu melihat perlakuan kasar Sadewa terhadap Jian. Dengan cepat, Bima meraih tangan Jian, menariknya menjauh dari Sadewa.

"Gak usah ikut campur!" Sadewa berdesis tajam, matanya berkilat penuh amarah.

"Cupu! beraninya sama cewek!"

Bima berdiri tegak di hadapan Sadewa, melemparkan tatapan tajam seolah siap menantangnya. Suasana kian memanas di tengah dentuman musik dan keramaian bar, meninggalkan ketegangan yang begitu terasa di antara keduanya.

Di lain sisi, Jian terdiam mematung mencoba mencerna situasi. Tubuhnya seolah kehilangan tenaga, sementara rasa sakit dan kemarahan di dadanya perlahan naik ke permukaan. Tuduhan yang Sadewa lontarkan jelas menyakitinya, bukan hanya dari perlakuan fisik, namun juga dari kata-kata yang terasa menjatuhkan harga dirinya.

"Kalo iya kenapa? lo pikir cuma lo yang bisa selingkuh?"

Ucapan Jian sontak mengejutkan Sadewa, pun dengan Bima disisinya. Dalam sekejap, Jian yang semula terpojok kini berbalik mengambil kendali, membiarkan api dari segala tuduhan yang dilemparkan padanya berbalik membakar Sadewa.

Jian tidak lagi memperdulikan Sadewa ataupun segala tindak tanduk tidak tahu dirinya. Netranya menatap lurus pada Bima, dengan gerakan cepat, jari-jarinya menarik kerah kemeja Bima tanpa sedikit pun keraguan.

Bima tertegun, matanya melebar seiring wajah Jian yang bergerak semakin mendekat. Tatapannya beradu dengan netra kecoklatan milik Jian, hingga dalam hitungan detik bibir keduanya bertemu satu sama lain. Sentuhan lembut itu seolah melenyapkan segala suara, menciptakan suasana hening disekelilingnya. Keduanya hanya terdiam, terpaku dalam pagutan ringan tanpa pergerakan yang berarti.

Ketegangan yang semula mendominasi perlahan berubah menjadi lebih intens, ketika tangan Bima tiba-tiba meraih tengkuk Jian, memperdalam tautan bibirnya seolah menolak untuk membiarkan ciuman mereka berakhir begitu saja.

Sementara itu, tangan Bima tidak tinggal diam. Pria itu melingkarkan lengannya di pinggang Jian, menarik tubuh sang gadis kian mendekat. Jian dapat merasakan jantung Bima berdetak semakin cepat, selaras dengan irama napasnya yang kian berat.

"Wow get a room, dude!"

Teriakan itu seketika menghentikan dunia kecil yang tercipta antara Jian dan Bima. Dengan cepat Jian mendorong tubuh Bima menjauh, wajahnya memerah akibat kesadaran yang tiba-tiba menyeruak. Sementara Bima tampak tenang, mengusap bibirnya seraya melirik pria yang baru saja mengganggu kegiatannya.

"Will do, sir," balas Bima santai, pria itu terkekeh kecil seolah tidak terusik atas peristiwa yang baru saja terjadi.

Pikiran Jian melayang jauh, kesadarannya seolah ditarik paksa dari raganya, gadis itu sama sekali tidak mampu bereaksi, bahkan ketika Bima meraih tangannya dan menariknya untuk pergi.

Sekilas, ujung matanya menangkap sosok Sadewa yang tengah menatapnya penuh amarah. Di sisi lain, Mira tampak membuang pandangannya, namun tersirat kekecewaan dari raut wajahnya.

Lantas sebuah senyum kecil terukir di bibir Jian, saat perasaan puas mulai menyeruak ke dalam hatinya.

Kali ini ia menang dari Sadewa,

—mereka menang.

end.

***

after story;

after story;

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"makasih."

"makasih karena udah gue cium?"

1OO4Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang