Bab 28 : Rasa Iri Ghelia

24 3 0
                                    

Di aula megah yang masih berkilau oleh cahaya kristal, pesta penyambutan untuk para tamu kehormatan telah usai. Suara musik yang tadinya mengalun merdu kini digantikan oleh bisikan-bisikan lembut para tamu yang mulai meninggalkan tempat itu.

Xienna berdiri anggun di dekat pilar marmer, gaunnya berkilau lembut tertimpa cahaya.  Tak heran jika Xyon, kaisar vampir yang menjadi pusat perhatian sepanjang malam, tak bisa melepaskan pandangannya dari Xienna.

Dari sudut ruangan, Ghelia mengawasi dengan tatapan penuh kebencian. Gaun biru elegannya menyapu lantai saat dia melangkah perlahan. Tangannya yang tersembunyi di balik sarung tangan renda menggenggam erat sebuah pisau perak kecil.

"Mengapa selalu dia?" bisik Ghelia pada dirinya sendiri, mengingat bagaimana Xyon terus memperhatikan Xienna sepanjang pesta. Cara Xyon tersenyum pada Xienna, cara dia mengulurkan tangan mengajak Xienna berdansa - semua itu membuat hati Ghelia terbakar cemburu.

"Xienna!" panggil Ghelia dengan suara yang dibuat seceria mungkin. "Kau tampak memukau malam ini."

Xienna menoleh, tersenyum hangat. "Ghelia, terima kasih. Kau juga terlihat cantik."

"Kulihat kau dan Xyon sangat dekat," Ghelia memulai percakapan, menyembunyikan getir dalam suaranya. "Kalian tampak serasi saat berdansa tadi."

Pipi Xienna merona merah, "Ah, Xyon hanya bersikap ramah..."

"Ramah?" Ghelia tertawa kecil, meski hatinya terasa seperti tersayat. "Dia jelas-jelas tertarik padamu, sayang."

"Di sini mulai pengap," Ghelia berujar lembut. "Bagaimana kalau kita ke taman? Udara malam pasti sangat segar."

Xienna mengangguk setuju, tidak menyadari kilat berbahaya di mata Ghelia. Mereka berjalan beriringan menuju taman yang dihiasi ratusan mawar merah yang mekar sempurna.

"Kau tahu, Xienna," Ghelia memulai, suaranya berubah dingin. "Aku selalu bertanya-tanya, apa yang membuatmu begitu istimewa?"

Xienna merasakan perubahan atmosfer di sekitar mereka. "Ghelia, apa maksudmu?"

"Mengapa harus kau?" suara Ghelia bergetar. "Mengapa Xyon selalu memilihmu? Apa yang kau miliki yang tidak kumiliki?"

Sebelum Xienna sempat menjawab, Ghelia telah mengeluarkan pisaunya. Dalam satu gerakan cepat, dia menghujamkan pisau itu ke dada Xienna.

Waktu seolah berhenti. Bulan purnama di atas sana menyinari kejadian itu dengan cahayanya yang dingin. Xienna terhuyung, matanya membelalak tidak percaya. Darah segar mengalir dari lukanya, menetes-netes ke tanah, membasahi gaunnya yang indah.

Di bawah sinar rembulan, darah Xienna menggenang di antara mawar merah, menciptakan pemandangan yang mengerikan namun entah mengapa terlihat begitu puitis. Kelopak-kelopak mawar seolah menyambut darahnya, memeluk tragedy yang baru saja terjadi.

"Sekarang kita lihat," Ghelia berbisik dingin, "apakah Xyon masih akan memandangmu sama."

Dengan langkah anggun, Ghelia menghilang ke dalam bayangan malam, meninggalkan Xienna yang terbaring lemah. Bulan purnama bersinar semakin terang, menjadi saksi bisu sebuah pengkhianatan yang dipicu oleh cinta tak terbalas.

Taman mawar yang indah itu kini menyimpan rahasia kelam. Di antara kelopak-kelopak merah yang berguguran, terukir kisah tentang cinta, kecemburuan, dan dendam yang berakhir dengan darah.

Dan malam itu, di bawah langit berbintang, taman mawar menjadi saksi bisu sebuah tragedy yang lahir dari hati yang terluka oleh cinta yang tak terbalas.

The Villain Is Obsessed With Me Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang