Tak Lebih, Sekedar Mengagumi.

37 23 41
                                    

"Tuhan memahami cinta jenis apa yang kau butuhkan selama ini.Dia hanya ingin kau menyadari, bahwa Dialah sumber cinta yang harus kau awali.

Saudaraku,

Jatuh cintalah padaNya terlebih dulu.Sebab bahkan setan-setan di luar sana pun tahu: Keyakinan tanpa Tuhan adalah buntu.Dan jalinan tanpa Tuhan adalah palsu." -Kak Zha

*****

Sesi acara akhirnya menemui usai. Jutaan kelegaan memenuhi dada Ji'en. Begitu juga ribuan tanya yang selama ini membuat hatinya resah, kini telah menuai cerah. Sebelum beranjak dari aula gedung super megah itu, Ji'en dan Laits dihadiahi sebuah ole-ole terindah. Mereka terpilih menjadi salah satu jamaah paling beruntung untuk berswafoto dengan Ustadz Hanan. Momen langka, dambaan takdir semua yang hadir.

Tepatnya, setiap jamaah yang bertanya dalam sesi acara tadi, mendapat kesempatan berfoto dengan sang pemateri. Serta dapat mengajak satu orang temannya untuk maju ke depan. Betapa Ji'en berdiri kegirangan dari duduknya, segera menggandeng tangan Laits menuju panggung. 

Beruntungnya lagi, mereka bisa beradu sapa dengan Sabil, perempuan bercadar beraura teduh itu. Tak banyak yang dapat diobrolkan dengannya, karena semua mulut akan membisu takjub kala mendengar suara Sabil. Tuturnya lembut, sangat sopan, punyai khas, dan memancar tenang. Ia membuyarkan seribu tanya yang ingin diutara.

Persis seperti awal masuk tadi, kepadatan antrian pulang memenuhi muka elevator. Ji'en ingin kembali menuruni anak tangga, tapi Laits buru-buru menahan langkah sahabatnya. Seolah mengatakan, 'itu bukan ide yang bagus kawan' dengan muka memelas. Laits jera, betapa letihnya dia menaiki anak tangga saat pergi tadi. Betisnya berasa mau copot, mukanya peluh oleh keringat.

Sepanjang anak tangga tadi, Laits mengomel serapah, atas keputusan konyolnya mengikuti ide gila Ji'en. Namun, nasi sudah jadi bubur, susu sudah jadi yakult, kedelai menjadi tempe, dan penyesalan Laits sudah membawanya sampai ke lantai lima. 

Alangkah bijaknya ia tinggal menanjaki lagi setengahnya. Ketimbang harus berbalik, menyiakan letih langkah sebelumnya. Meski dalam hati, Laits terus-terusan mendomel tak akan mau menuruni anak tangga itu lagi.

Akhirnya, kesabaran panjang harus mereka tempuh agar bisa keluar dari gedung. Sudah 30 menit berlalu, jumlah antrian hanya bergeser sedikit. Ji'en paling bosan dalam hal menunggu. Namun, demi Laits yang sudah lebih dulu mengalah untuknya, Ji'en rela membunuh kebosanan itu. Ia teralihkan oleh update-an terbaru postingan instagram Tuan Alif. Matanya fokus menginderai layar ponsel, mulutnya komat-kamit seperti mengeja satu per-satu huruf.

"Ehem, fokus amat buk" sindir Laits, tak mendapat respon sama sekali.

"Lagi lihat apaan sih?"

"Hallo, ada orang di sini" jengkel Laits melambaikan tangan di depan muka Ji'en.

"Berisik!" balas Ji'en menepis tangan Laits. Ia masih tak menolehkan diri. Keberadaan Laits seperti dinafikan dari pandangan.

"JI'EN!" kejut Laits, menggelitik kedua sisi pinggang sahabatnya. Sontak membuat Ji'en shock, ponselnya hampir terlepas dari genggaman.

"Jangan main sentuh pinggang gue, Laits Azmi" protes Ji'en.

"Ye, salah sendiri, gue ngomong dari tadi ga direspon. Emang lagi baca apaan sih?

"Kepo!"

"Hah? Lo mau lagi?" ancam Laits menunjukkan kedua telunjuknya. Siap menusuk lebih dalam, pinggang Ji'en yang menjadi titik kelemahannya itu.

"Ampun, ampun" pasrah Ji'en tak mau cari gara-gara. Ji'en tahu betul ancaman Laits bukanlah gertakan semata. Tempo hari, Laits pernah menggelitik pinggangnya tanpa ampun, sampai membuat Ji'en hampir terkencing menahan geli.

Seiman Tapi Tak SejalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang