ㅡ 25. If Only For a While.

106 31 33
                                    

flashback to chapter O3; Comfort in Chaos ㅡ Jaival and Hiran.

"Eh, Ran. Bokap nyokap Chandra sama Jayen masih kayak gitu, kah?" tanya Jaival, suaranya pelan takut ada yang dengar walaupun ia tau penghuni lain sudah lelap.

Hiran menghela napas sejenak, lalu menatap Jaival dengan serius. "Nah, ini gue mau ceritain. Kemarin tuh gue sama Chandra 'kan mabar terus habis itu dia cerita kalau bokap-nyokapnya masih tetap nggak berubah, mereka keras banget. Maksa dia buat selalu perfect.

"Segala aspek hidup Chandra seolah diatur sama mereka. Chandra tuh pengen banget ambil jurusan seni musik, tapi lo tau lah orangtuanya keras banget, pokoknya nggak mau Chandra ambil jurusan itu."

Jaival mendengus, matanya menatap kosong ke depan. “Padahal, 'kan, hidup Chandra ya hidup dia. Gue heran, kenapa orangtuanya nggak mau ngerti.”

Hiran terdiam sebentar, menatap secangkir kopinya yang mulai dingin, “Iya, Val. Tapi, kemungkinan mereka juga nggak paham caranya merelakan anak-anaknya jalan di luar rencana yang mereka buat. Mereka takut Chandra gagal, mungkin.”

Jaival mengangguk paham, raut wajahnya ikut murung. “Orangtua aneh, keinginan anak sendiri nggak diturutin. Makanya akhir-akhir ini dia sering menyendiri, 'kan? Gue kasihan aja sama dia. Dia bahkan jarang cerita sama kita tentang itu.”

Hiran mengangguk, pandangannya ke lantai. “Iya, dia makin jarang terbuka sama kita. Dan Jayen juga... kasihan, Val. Gue ngerasa orangtuanya masih sama aja, cuek banget. Anak sepolos dia nggak pernah dapet perhatian yang layak.”

Jaival terdiam sesaat, menatap Hiran dalam-dalam. “Jayen... anak sepolos itu kurang dapet perhatian orangtua. Dia selalu berusaha kelihatan kuat, tapi gue yakin dia butuh kita semua disini buat ngedukung dia.”

Hiran tersenyum tipis, seakan menemukan secercah harapan di tengah kekhawatiran mereka. “Iya, Val. Mungkin, di kos-kosan ini kita udah jadi semacam keluarga buat mereka. Kita nggak cuma sekedar temen kos. Mereka harus tau kalau kita ini selalu ada buat mereka, nggak peduli seberat apapun masalah yang mereka hadapi.”

Jaival tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. “Eh, lo sadar nggak, sih? Kita jadi kayak orangtua asuh mereka, anjir! Lucu juga sih kalau dipikir-pikir.”

Hiran ikut tertawa, meskipun sorot matanya tetap menyimpan kesedihan. “Iya anjir, jadi orangtua tapi di usia segini. Mana anaknya rada-rada lagi.”

Jaival terkekeh, matanya tertuju kamar Chandra dan Jayen yang bersebelahan, “Gue cuma pengen mereka tau kalau kita nggak bakal pernah tinggalin mereka. Mau di tengah masalah kayak apapun, kita di sini buat mereka.”

Hiran mengangguk, “Iya, Val. Mereka harus tau kalau kita selalu ada disini buat mereka. Keluarga atau bukan, buat gue mereka udah kayak abang sama adik sendiri.”

Malam itu, kedua sahabat ini saling berbagi harapan dan kekhawatiran mereka untuk Chandra dan Jayen, tanpa menyadari betapa momen-momen seperti ini akan menjadi fondasi kuat yang mengikat mereka semua dalam persahabatan yang kokoh.

flashback off.

bimantara.

Pagi ini suasana kos riuh hanya karena Maven dan Rasen akan berangkat ke stasiun kereta menuju halaman kampung masing-masing. Bahkan, saking tidak ingin meninggalkan drama, Jaival sampai tukar shift. Jadi, dia akan berangkat sore nanti.

Drama yang Jaival maksud itu adalah drama lebay yang diperankan oleh Hiran dan Chandra. Mereka berdua lebih lebay daripada Jayen. Kedua bokem itu nampak sedang memeluk erat Maven dam Rasen sampai sesak nafas.

[i] bimantara [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang