BAB 2 : TEMAN ATAU MUSUH?

33 24 20
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat gelap. Sepertinya hujan deras akan turun lagi seperti minggu lalu. Angin-angin mulai berhembus kencang, menerpa wajah milik Zeva yang kini sedang asyik menatap sebuah jalan raya yang ramai.

"Huh ... Kenapa setiap gue melihat jalan raya yang ramai dengan kendaraan, gue selalu teringat akan hal yang terjadi kemarin." ucapnya, dengan mengusap keningnya.

"Kira-kira ... Cowok itu siapa ya?" Zeva teringat kejadian kemarin malam. Ia berpikir siapakah cowok itu? Mengapa dia bersikap seakan-akan kehilangan seseorang yang ia sayangi?

Tak lama ketika Zeva melamun memikirkan cowok itu, ponselnya tiba-tiba berbunyi yang menandakan terdapat sebuah telepon dari seseorang.

Drtt.. Drtt... Ponsel itu terus berbunyi sampai membuat lamunan Zeva buyar. "Ah! Siapa sih yang nelpon?!" Zeva pun akhirnya memutuskan untuk melihat, siapakah yang menelpon dirinya. "M-Ma-Mama?!"

"ZEVA! KAMU DI MANA SEKARANG?! BISA-BISA NYA KAMU KABUR DARI RUMAH. SEKARANG, KAMU PULANG ATAU MAMA USIR KAMU DARI RUMAH?!" ya.. Suara itu adalah suara dari Mama Zeva, yang bernama Maya. Ketahuilah bahwa, Maya memiliki sifat kejam terhadap Zeva.

Mendengar ocehan dari sang Mama lewat telepon, Zeva merasa kesal akan hal itu. Ia merasa lelah, sangat-sangat lelah. Dari dulu ... Maya tak pernah menyangainya, bahkan satu pelukan saja tidak pernah ia dapatkan. Sekarang, hanya kehancuran dan ketakutan yang kini ia rasakan seumur hidupnya.

"Zeva! Jawab Mama! Kamu gak tuli kan?!" sentak Maya di sebrang sana. Sebelum menjawab pertanyaan dari Maya, Zeva mengambil napas sedalam-dalamnya untuk menjawab. "Maaf, Ma. Zeva gak mau pulang ke rumah. Zeva capek ... Capek Ma, Z-Zeva ... Ingin sendiri." jawabnya. Cairan bening dari kelopak matanya yang indah pun keluar begitu saja.

"Huh! Kalau begitu, kamu gak usah pulang sekalian biar jadi gelandangan!"

Tut... Panggilan pun diputuskan oleh Maya sepihak. Zeva menatap layar ponselnya dengan tatapan nanar. Tangannya bergetar, membuat dirinya tak tahan dan tergeletak di balkon itu.

"Pa ... Mama jahat Pa. Boleh gak kalau Zeva ikut Papa aja?" Zeva terisak, ia sangat-sangat lelah. Ia ingin sekali memeluk mendiang sang Papa, dan mencurahkan isi hatinya.

~o0o~

Zeva mencuci mukanya dengan air mengalir. Ia melihat cermin yang ada di depannya. Cermin itu memantulkan sebuah dirinya yang sedang berdiri menatap nanar dirinya sendiri. Sungguh mengerikan sekali muka Zeva dicermin itu. Matanya yang sembab, rambut hitam yang kini menjadi acak-acakan, dan juga terdapat sebuah luka goresan di pipinya akibat tamparan dari Maya Minggu lalu.

"Kenapa hidup gue kayak gini?" tanyanya kepada diri sendiri. "Gak sepantas itukah gue di depan Mama? Makanya gue sampai di usir dari rumah. Gue kan emang gak di anggap sebagai anaknya." lanjutnya dengan nada yang bergetar.

Zeva membuka kotak P3K yang ada di sebelahnya. Ia mengambil sebuah plaster dan menempelkan ke luka yang ada di wajahnya. Zeva juga merapikan rambutnya menggunakan sisir yang sering ia pakai, sampai rambutnya rapi kembali seperti semula.

"Huh ... Lo harus kuat Zev. Semangat ... Ini semua demi masa depan lo!" ucapnya menyemangati dirinya sendiri untuk menjalani kehidupan selanjutnya.

Setelah merasa dirinya pulih dari kesedihan yang baru saja menimpanya, Zeva berjalan keluar dari kamar mandi menuju ke dapur. "Gue laper banget. Malam ini makan mie instant mungkin enak." ucapnya, dengan mencari keberadaan mie yang akan ia masak.

"Buset, kok gak ada?! Perasaan kemarin gue cuma makan 3 bungkus deh. Masa udah habis aja sih?" sayang sekali, mie instant yang biasanya ia makan sekarang sudah habis, yang mengharuskan dirinya pergi ke minimarket sebelah apartemen milik Tantenya.

Zeva bersiap-siap dengan pakaian ala kadarnya dan tidak lupa dengan cardigan kesayangannya. Ia berjalan di bawah payung yang ia bawa, karena sekarang hujan deras melanda Kota Bandung.

Saat di perjalanan menuju minimarket, Zeva tak sengaja berpapasan dengan cowok kemarin. Namun, sialnya kali ini ia mendapati bahwa cowok itu telah membasahi rok yang Zeva pakai dengan cipratan genangan air yang ada di jalan.

"WOI BAJINGAN, KALO BAWA MOTOR PELAN-PELAN KEK. GAK LIAT APA ADA ORANG JALAN?!" teriak Zeva, yang membuat cowok itu memberhentikan sepeda motor ninja nya.

Cowok itu memutar balik kendaraannya, dan melaju mengarah ke Zeva. Saat cowok itu turun dari motornya dan mematikan mesin motor, ia pun menatap Zeva dari arah ujung kaki hingga ujung rambut.

"Lo mau kemana?" tanya cowok itu.

"Mau pindah alam, puas lo?!" ketus Zeva.

"Santai aja kali, gue cuma nanya. Lagian hujan-hujan kayak gini lo jalan kaki lewat jalan ini. Ya otomatis ini murni bukan kesalahan gue," ucap cowok itu dengan mengangkat kedua alisnya.

"Bodoamat! Pokoknya ini semua salah lo!" sewot Zeva tak mau kalah pembicaraan.

Cowok itu hanya diam, menatap Zeva remeh.

"Hihhh! Lo siapa sih?! Emosi banget gue kalo ngeliat muka lo yang sok ganteng itu!" ujar Zeva dengan nada geram. Jujur saja ia ingin sekali memukul wajah cowok itu sampai penyet.

"Gue Varen, masa lo gak kenal sama gue?" tanya Varen sedikit terkejut. Ia pikir Zeva telah mengenalinya.

"Ohh ... Gak peduli. Udah gue mau ke minimarket, bye!" ketus Zeva dan langsung berjalan menuju tempat yang akan ia tuju.

"Mau gue anter gak nih? Mumpung gratis loh," tawar Varen dengan menaikkan satu alisnya.

"Gak makasih, tawaran lo kayak bapak-bapak modus!"

Shit men ... Hati mungil bin jamet milik Varen berasa tergores mendengar ucapan kejam dari mulut cewek itu. Sungguh pedas sekali mulut Zeva, seperti omongan tetangga!

~o0o~

"Ternyata selama ini gue akrab sama Varen jamet? Eh, gak akrab sih ... Aduh amit-amit kalo akrab, liat mukanya aja gue mau muntah. Lebih tepatnya MUSUH anjir!" Zeva bertengkar dengan pikirannya sendiri. Sampai-sampai mbak-mbak kasir di depannya heran.

"Total belanjaannya jadi dua ratus lima puluh ribu ya, kak." ucap penjaga kasir itu.

Tak ada sautan dari Zeva, ia masih melamun dan melamun memikirkan kejadian tadi.

"Kak? Hallo? KAK?!"

"Hah? Iya ada apa?!" jawab Zeva linglung, karena terkejut.

"Oh kirain kakaknya kesambet apaan. Nih total belanjaannya dua ratus lima puluh ribu." ujar penjaga kasir itu, mengulang perkataannya.

Zeva pun membayar belanjaannya, dan setelah itu berjalan pulang ke apartemen yang sekarang ia tinggali.

"Sumpah malu banget gue. Duh ... Ini semua gara-gara Varen, titik gak pake koma! Gue benci sebenci-bencinya ke dia!"



THE NIGHT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang