"Rel, mau cium" ~Marsha
"Sini, mau yang mana?" ~Zarrel
"Mencintaimu itu lebih berat, ketimbang gue harus belajar rumus fisika,"
~Zarrel Rimba Tirtabara
Sequel Ferrel, cerita ketiga di SMA JAYA setelah yang lain lulus.
Kita lanjut lagi ya, cerita Dia Zarrel, cerita antara Zarrel Hararimba Alsan dan Marsha Aluna Ayodia.
Selamat membaca maaf kalau ada typo.
Semoga kalian suka. Amiin
Jangan lupa ninggalin jejak vote and komen sebelum membaca.
Gas bro, Happy Ready❤️
Awali dengan senyuman.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
Malam itu setelah banyak yang terjadi tadi siang, Zarrel memutuskan untuk pergi kerumah Marsha, laki-laki dengan jaket Denamix itu melaju pelan dijalan ibu kota malam ini, hari sedikit mendung berkabut hitam, bintang dan bulan tidak kelihatan dilangit, rintik rindu mulai merabah masuk kedalam tubuh laki-laki bermata hitam pekat itu, Zarrel.
Motor sport Zarrel berhenti didepan rumah Marsha, laki-laki itu turun dari motornya setelah melepaskan helm Full Face yang ia kenakan. Namun saat hendak berjalan menuju pintu rumah Marsha, seorang pria paruh baya dengan bersidekap dada berdiri didepan pintu rumah Marsha. Tatapan tidak suka terpancar dari mata miliknya, Zarrel yang memang mengetahui itu bahwa papa Marsha tidak suka kepada dirinya.
"Mau ngapain?" tanya pria paruh baya itu, dengan tatapan tidak suka pada Zarrel yang menggunakan jaket Denamix tersebut.
"Mau ajakin Marsha jalan, Om," balas Zarrel pada papa Marsha itu, laki-laki bermata hitam pekat itu menatap pria yang berdiri diambang pintu tersebut.
"Marsha lagi belajar, dia ngak boleh diganggu, jadi kamu pulang aja, lagi udah malam begini mau kemana," terang pria itu pada Zarrel.
"Lebih baik kamu pulang belajar, pikirin masa depan kamu, jangan cumanya pacar, tawuran, narkoba, merusak fasilitas umum," kata-kata itu begitu panas masuk kedalam telinga Zarrel malam ini, ia biasanya papa Marsha selalu pulang malam tapi mengapa dia ada malam ini.
"Bukanya Om ngusir, tapi lebih baik kamu pulang, Marsha lagi ngak bisa diganggu," sambung pria paruh baya itu dengan tatapan yang masih sama, dingin, tajam dan tidak suka dengan keberadan Zarrel di rumahnya.
"Oke, Om," hanya itu yang keluar dari mulut Zarrel, laki-laki bermata hitam pekat itu tersenyum pada papa Marsha itu.
"Kalo gitu saya pamit pulang," pamit Zarrel, laki-laki itu kembali berjalan kearah motornya, kemudian mengenakan helm Full Face-nya.
Sebelum pergi dari rumah Marsha, Zarrel menoleh kearah sudut kiri rumah Marsha disana ada motor sport yang tidak asing bagi Zarrel, laki-laki bermata hitam pekat itu hanya tersenyum saat melihat motor itu.
"Oh, jadi lo udah main belakang sekarang, ya," gumam laki-laki bermata hitam pekat itu, dia menutup helm Full Face-nya.
"Iya," satu kata dari papa Marsha pada Zarrel yang pergi meninggalkan pelantaran rumah milik nya.
Motor Zarrel pergi dari sana, rasa kecewa pasti ada dalam diri laki-laki bermata hitam pekat itu, bagaimana tidak dia diusir oleh papa Marsha, namun kenapa orang itu tidak, apakah sebenci itu dia kepada Zarrel hingga tidak mau anaknya dekat-dekat dengan laki-laki itu.
Semenjak insiden tawuran dijalan Merdeka itu, papa dari Marsha merasa bahwa Zarrel adalah laki-laki tidak baik untuk anakya, dia mencap Zarrel sebagai brandalan yang suka tawuran, memakai narkoba, suka balapan liar, punya banyak cewek disetiap perempatan dan suka dengan keributan, apalagi setelah dia juga tau bahwa Zarrel adalah pemimpin sebuah Geng besar di kota ini, Wolf Clozer, itu semakin membuat papa dari Marsha merasa Zarrel itu berbahaya untuk putrinya, dan juga kedekatan Chiko dengan papa Marsha membuat Zarrel semakin terpojok dibuatnya.
"Siallllll!!!" kesal laki-laki bermata hitam pekat itu dia memukul bagian motornya, rasa kecewa namun dia tidak dapat berbuat banyak.
Zarrel memberhetikan motor miliknya dibahu jalan, dia turun dari motor nya, kemudian duduk ditrotoar jalan tersebut, menikmati hidup yang rasanya begitu buruk malam ini.
"Sendirian aja nih?" suara dari samping kiri Zarrel, membuat laki-laki bermata hitam pekat itu memalingkan wajah kearah sumber suara.
"Elo, Shan?" ujar Zarrel saat mengetahui bahwa orang yang bersuara barusan adalah, Shani Androvera, perempuan cantik yang begitu sederhana.
"Habis ngak? Kalo ngak biar gue beli semua," lanjut Zarrel pada Shani, perempuan cantik itu memang seri lewat disini sehabis jualan kue brownies buatan dirinya.
"Ya, sayangnya udah habis, Rel," balas Shani kepada Zarrel, perempuan cantik itu juga ikut duduk ditrotoar jalan itu, dua remaja itu melihat kearah kendaraan yang melintas didepan mereka.
"Ngomong-ngomong lo dari mana?" tanya Shani pada Zarrel yang berada disebelahnya.
"Dari rumah Marsha tapi gue diusir papanya," balas Zarrel atas pertanyaan perempuan cantik itu.
"Kenapa? Papa nya gak suka ma lo?"
"Ngak tau gue, Shan, tapi menurut gue sih iya, soalnya dia liat gue tawuran waktu itu di jalan merdeka ama anak-anak Wolf Clozer, gue berasumsi papa nya gak suka sama gue gara-gara itu," jelas Zarrel pada Shani, soal kenapa papa dari Marsha tidak menyukai dirinya.
"Lo yang sabar ya, gue doain semoga papa Marsha bisa nerima lo, biar lo ngak kayak gini," tenang Shani, perempuan cantik itu menepuk pundak Zarrel yang ada disebelah.
"Lo mau," tawar perempuan cantik itu, dia mengeluarkan dua buah teh botol dari keranjang kue miliknya.
Zarrel tersenyum menerima teh botol dari Shani tersebut," Makasi ya," ujar Zarrel meraih teh botol itu, Shani hanya membalas nya dengan senyuman yang bisa bikin orang jadi gila tambah gila dibuatnya.
"Oiya gue sampai lupa," ujar Zarrel, laki-laki bermata hitam pekat itu mengeluarkan dua buah coklat yang tadi hendak ia berikan kepada Marsha namun tidak jadi karena dia diusir oleh papa dari Marsha.
"Gue ada coklat nih, lo mau," kata Zarrel, menyodorkan coklat itu pada Shani, perempuan cantik itu menerima dengan senang hati.
"Lo ngak capek apa Shan, pagi disekolah lo jualan, malam lo juga masih jualan," tanya Zarrel pada Shani, bukan tanpa sebab Zarrel bertanya begitu, perempuan cantik ini memang begitu pagi disekolah di menjajakan kue brownies miliknya kesetiap siswa siswa Sma Jaya, lalu malamnya dia berjualan di toko miliknya dipingir jalan.
Shani hanya tersenyum," Ya, mau bagaimana Rel, lo tau sendirikan keadaan keluarga gue, papa gue udah lama ngak ada, mama gue sakit-sakitan, gue harus beli obat, ya jadi gue harus terus begini sampai dia bisa sembuh, karena hanya dia yang gue miliki saat ini," jelas Shani pada Zarrel soal dia harus jualan siang malam mencari uang demi kebutuhan keluarga.
"Gue salut ama lo, Shan, karena banyak diluar sana mereka hanya bisa mengelu dengan keadaan hidup nya tanpa mau berusaha kayak lo," puji Zarrel, cowok itu menatap Shani penuh kebanggaan.
"Gue doain mama lo supaya cepat sembuh ya," lanjut Zarrel memberikan doa supaya mama Shani cepat sembuh dari sakit nya.
"Makasi, Rel, gue juga berharap dia cepat sembuh," balas Shani tersenyum pada Zarrel.
Ditengah malam yang begitu mendung berkabut itu Zarrel duduk bersama Shani malam ini dibahu jalan sembari menikmati hidup yang begitu tidak bersahabat kepada mereka. Shani Androvera perempuan cantik, kuat dan pekerjaan kuat dan sederhana.