Living Blue, A Cat's View

1 1 0
                                    

Aku tidak akan pernah melupakan pertemuan kita untuk pertama kalinya.

Kala itu aku tengah kesulitan bernapas di pinggir jalan, kakiku juga berlumuran darah dan aku tidak bisa berjalan. Memang manusia sialan! Dia pergi begitu saja setelah menabrakku dengan kendaraan beroda empat berkecepatan tinggi. Aku sudah menyeberang dengan hati-hati. Ketika ia menabrakku, mobilnya sempat kehilangan keseimbangan dan aku bisa mendengar ia bersumpah serapah karena kaca mobilnya yang terbuka. Entah siapa yang ia salahkan.

Kakiku digilasnya tanpa merasa bersalah dan aku bersusah payah mengungsi ke pinggir jalan. Kupikir aku akan mati saat itu juga, jadi aku bersumpah dalam hatiku bahwa aku membenci manusia sampai akhir hayatku.

Sebab ini bukan pertama kalinya. Sebagai kucing jalanan, sudah banyak jenis manusia yang kutemui. Aku menjadi sedikit takut melihat manusia sejak salah satu dari mereka memukulku dengan batang kayu karena aku mencari makanan di tempat sampah. Beberapa dari mereka juga pernah melempar tubuhku sambil tertawa. Aku berjalan dengan kaki pincang selama beberapa hari karena kejadian itu. Ketakutan itu memuncak ketika aku melihat temanku disiksa dengan kejam oleh mereka dari kejauhan. Aku ... aku tidak bisa menyelamatkannya. Aku takut.

Memang pengecut.

Maka, ketika kamu datang di ambang kematianku, aku mendesis dan sempat mencakar tanganmu yang hendak meraih tubuhku. Aku takut. Aku takut jika sesuatu yang terjadi pada temanku terjadi padaku juga.

Tetap saja, dengan keadaanku yang seperti itu, apakah aku bisa melawan? Kamu membalutku dengan kain dan mengangkatku sehingga aku tidak merasakan tanah lagi. Entah apa yang akan manusia ini lakukan padaku, aku tidak peduli lagi. Toh, pada akhirnya, aku akan mati juga, 'kan?

Ketika aku membuka mata, semua hal yang berada di sekelilingku berwarna putih. Ah, inikah surga? Namun, aku masih merasakan rasa sakit di kakiku. Aku bahkan melihat bahwa kakiku dibalut oleh sesuatu. Benarkah ini di surga?

Oh? Tunggu, aku masih hidup! Namun ... entahlah, aku tidak tahu harus sedih atau senang dengan kenyataan ini. Ruangan berwarna putih ini ternyata bukan surga, melainkan rumah sakit. Ya, rumah sakit hewan. Aku ditempatkan di sebuah benda empuk dengan warna serupa, di dalam sebuah kotak kaca.

Selama beberapa hari di kotak kaca, seseorang yang menggunakan jubah putih sering kali mengecek keadaanku, memaksaku meminum obat sialan yang pahit itu, mengobati lukaku sehingga aku merasakan rasa sakit yang luar biasa, dan mengisi ulang makanan dan minumanku. Aku beberapa kali mendesis padanya dan menjauhi tangannya yang masuk ke dalam kotak kaca ini.

Aku ingin keluar dari sini, tetapi kakiku masih sakit. Tiba-tiba saja aku ingin menemui orang yang telah membantuku. Bukan, orang-orang yang menggunakan jubah putih itu bukanlah orang yang membawaku pergi dari pinggir jalan. Aku ingat tangannya yang sedikit keriput dan sebagian besar rambutnya berwarna putih. Kurasa dia seorang pria tua.

Beberapa hari kemudian, sesuatu yang membaluti kakiku itu sudah tidak ada lagi. Aku menjilati luka yang mengering di kakiku. Tiba-tiba, kotak kaca dibuka. Pria itu! Pria yang membawaku ke rumah sakit ini. Aku ingat betul aroma tubuhnya. Namun, kakiku melangkah mundur secara otomatis. Aku mendesis kepadanya tatkala tangan itu hendak meraihku dan kaki depanku mencakar tangannya lagi.

Oh, tidak! Maafkan aku, Pria Tua. Aku tidak bermaksud melakukannya. Tubuhku bereaksi secara otomatis. Selama ini aku takut dengan uluran tangan manusia.

"Tidak apa," katamu lembut, menenangkanku.

Aku menjilati area mulutku, lalu terdiam dan menelan salivaku. Aku mencoba tenang ketika pria tua itu mencoba meraihku lagi dengan tangannya. Jarinya menyentuh kepalaku dan mengusapnya. Aku mencoba memberanikan diri untuk menghampirinya dan tangannya masih mengelus kepalaku.

Living Blue, A Cat's ViewWhere stories live. Discover now