[00:42]

1.3K 202 16
                                    

Tandai kalo ada typo

Karena kalian antusias untuk minta lanjutin, aku turutin, tapi jangan lupa tinggalkan vote dan komen ( ◜‿◝ )

Happy Reading

☾︎──────°❀•°✮°•❀°──────☽︎

42. Berusaha

Suasana dalam satu meja itu terasa canggung, baik Jayden maupun Azura yang saling duduk berhadapan hanya diam membisu sementara ibu mereka saling mengobrol satu sama lain.

Sebenarnya di ruangan ini bukan hanya ada Tante Lauren dan mamanya, tetapi ada teman mamanya yang lain, tapi di sini sepertinya mamanya hanya dekat dengan Tante Lauren.

“Kalian berdua kok diam aja? Ngobrol dong, atau kenalan lagi gitu,” desak Tina menyenggol lengan anaknya.

“Mungkin mereka malu, gimana pun juga mereka pasti nggak saling kenal karena terakhir kali mereka bareng itu sewaktu masih kecil, kan?”

“Kau benar, Ren. Mereka pasti nggak inget kalau pernah mandi berdua waktu kecil,” ucap Tina membuat Lauren tertawa kecil mendengarnya. 

Muka Azura memerah mendengar ucapan frontal mamanya, ia memejamkan matanya, rasanya Azura ingin menghilang sekarang juga.

Baik Azura dan Jayden sudah tahu jika mereka memang sudah mengenal satu sama lain sejak kecil karena ibu mereka saling berteman.

Tapi saat di kehidupan pertamanya, Azura tidak tau jika ia dan Jayden saling mengenal sejak kecil, sebab mamanya juga tidak pernah memberitahunya tentang hal ini.

Azura juga memang tidak memberi tahu pada Tina jika di kehidupan pertama Jayden adalah pasien pribadinya.

“Kalian ngobrol aja ya di sini berdua, Mama sama Lauren mau gabung sama temen-temen lain.”

Tanpa sempat protes mamanya dan Tante Lauren pergi begitu saja meninggalkan ia dan Jayden di sana. Suasana yang tadi canggung kini terasa semakin canggung saja, tangan Azura sudah berkeringat dingin sejak tadi. Ia tak berani mendongak untuk sekedar menatap Jayden.

“Apa kabar, Azura?” tanya Jayden dengan suara beratnya, namun cukup jelas untuk mengguncang dirinya.

Azura menelan ludahnya susah payah, ia berusaha menetralkan napasnya. Perlahan dengan keberanian yang ada Azura mendongakkan kepalanya dan memberanikan diri menatap Jayden.

“Aku baik,” jawabnya singkat.

Jayden menyunggingkan senyumnya mendengar itu, “Sudah lama sekali ya, tidak terasa waktu sudah berjalan begitu cepat.”

“Tidak perlu berbasa-basi untuk berbicara denganku,” sarkas Azura.

Jayden terkekeh kecil, Ia tahu jika gadis di depannya sedang marah kepadanya. Terlihat sekali dari tatapan gadis itu yang dilayangkan untuknya.

“Baiklah, aku tidak akan berbasa-basi lagi. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu.”

“Apa yang ingin kau tanyakan?” tanya Azura.

“Apa kau masih ingat dengan ucapanku enam tahun yang lalu saat sore hari waktu itu?”

Azura menaikkan sebelah alisnya, ia tersenyum remeh. “Tidak, untuk apa aku mengingatnya? Ucapanmu tidak terlalu penting untukku waktu itu, jadi aku tidak mengingatnya.”

Tentu saja ia mengingatnya, semua perkataan Jayden dan kenangan tentang Jayden masih tersimpan rapi di ingatannya.

“Begitu ya?” ucap Jayden yang terdengar kecewa.

“Iya, sudahkan? Kalau tidak ada lagi aku ingin ke toilet dulu.” Melihat Jayden yang hanya diam saja, Azura memilih bangkit dari kursinya untuk pergi ke toilet. Namun pergerakannya terhenti saat seseorang memegang tangannya.

Azura menoleh menatap tangannya yang berada dalam genggaman Jayden, jantungnya berdegup kencang saat kulitnya bersentuhan lagi dengan Jayden. Ia menatap pria itu bingung.

“Zura, apakah kau tidak memiliki perasaan untukku meskipun hanya sedikit saja?”

🎤🎤🎤

Azura mencuci wajahnya di wastafel beberapa kali, lalu menatap pantulan dirinya di cermin. Jujur ia masih syok dengan pertanyaan yang keluar begitu saja dari mulut Jayden beberapa menit yang lalu.

Dan lebih parahnya ia malah pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Jayden, Azura memukul keningnya beberapa kali merasa bodoh atas tindakannya.

Ia merasa bersalah pada Jayden karena bersikap seperti itu. Tapi ia sengaja bersikap seperti itu agar dirinya tidak berharap lebih pada pria itu.

“Apa maksud Jayden bertanya seperti itu tadi? Apa selama ini dia mengharapkan perasaanku untuknya?”

Reflek Azura memukul kepalanya saat berpikiran seperti itu, “Tidak, tidak mungkin dia berharap seperti itu.”

Dengan cepat Azura membasuh wajahnya dan merias wajahnya dengan make up yang ia simpan di dalam tas, Setelah di rasa pas, Azura keluar dari toilet. Ia kembali menuju mejanya, tapi di sana ia tak melihat kehadiran Jayden.

“Ke mana perginya pria itu?” batinnya, Azura menoleh ke sana kemari mencari kehadiran Jayden, tapi ia tak menemukannya.

Azura menghela napas gusar, “Apa dia sudah pergi dari sini?” Entah mengapa saat tak melihat kehadiran Jayden di sini seolah ada yang hilang dari dalam dirinya.

Ia seolah merasa kesepian, Azura memilih keluar dari ruangan ini tanpa memberitahu mamanya yang masih sibuk mengobrol dengan temannya entah kapan selesainya. Berjalan menyusuri kafe luas ini, ia berhenti di depan pintu keluar.

Azura memesan taksi untuk pulang dari pada di antara sopir rumahnya, ia hanya ingin menghabiskan waktunya sendiri saat ini. Berharap bisa melupakan pertemuan tak sengaja dirinya dengan Jayden.

Tanpa Azura sadari, dari lantai dua kafe ini, sepasang mata tajam melihat  gerak-geriknya sejak ia menunggu taksi.

Sejak Azura pergi ke toilet, ia tak langsung pergi dari sana. Jayden pergi ke balkon lantai 2 kafe milik keluarganya. Abra’s Caffe, adalah kafe elit di daerah Jakarta milik keluarga Abraham.

Jayden, tak mengalihkan perhatiannya dari mobil yang ditumpangi Azura sampai mobil itu hilang dari pandangannya.

“Aku akan membuatmu memiliki perasaan yang sama denganku, Azura.”

☾︎──────°❀•°✮°•❀°──────☽︎

To Be Continued

part ini agak pendek, tapi kalo rame aku bakal update hari ini juga

jadi jangan lupa tinggalkan jejak seperti biasa

jadi jangan lupa tinggalkan jejak seperti biasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Thread of Destiny [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang