Na Jaemin adalah seorang aktor papan atas yang telah mencuri perhatian banyak orang dengan bakat dan pesonanya yang menawan. Dikenal karena perannya yang memukau dalam berbagai film dan drama, ia adalah sosok yang sangat diidamkan, tidak hanya oleh para penggemar tetapi juga oleh rekan-rekannya di industri hiburan. Namun, kehidupan Jaemin tidak semulus yang terlihat. Di balik senyumnya yang menawan dan kesuksesannya, ada tekanan besar dari dunia hiburan yang selalu mengawasi setiap gerakannya. Setiap langkahnya, setiap kata yang diucapkan, selalu menjadi bahan perbincangan, dan itu membuatnya merasakan beban yang cukup berat.
Di sisi lain, ada Lee Jeno, seorang model muda yang sedang naik daun. Dengan wajahnya yang polos dan senyuman ceria, Jeno dengan cepat menjadi favorit di kalangan desainer dan fotografer. Dia baru saja memulai karirnya di industri fashion dan selalu berusaha tampil maksimal. Jeno adalah pribadi yang ceria dan optimis, tetapi dunia hiburan bisa sangat kejam, dan setiap perhatian negatif dari media atau penggemar bisa sangat menghancurkan mentalnya. Terkadang, meski dikelilingi oleh banyak orang, Jeno merasa kesepian. Ia merasa terjebak dalam ekspektasi tinggi yang diletakkan pada dirinya.
Kedua pria ini berasal dari dua dunia yang berbeda, tetapi takdir mempertemukan mereka di berbagai proyek. Mereka telah mengenal satu sama lain selama beberapa tahun dan sering bekerja sama dalam pemotretan dan acara. Awalnya, mereka hanya bersikap profesional satu sama lain. Namun, seiring berjalannya waktu, hubungan mereka perlahan-lahan berkembang. Mereka mulai saling berbagi cerita dan pengalaman, menumbuhkan rasa saling percaya yang mendalam. Momen-momen kecil yang mereka habiskan bersama, tertawa dan berbagi impian, menjadi fondasi bagi perasaan yang lebih dalam.
Rumor mulai beredar ketika foto Jaemin dan Jeno terabadikan di sebuah kafe tersembunyi. Dalam foto tersebut, keduanya tampak akrab, berbagi tawa dan cerita. Begitu foto itu tersebar, perhatian publik menjadi luar biasa. Jeno, yang baru saja menikmati kesuksesan karirnya, tiba-tiba terjerat dalam sorotan yang tidak diinginkannya. Media dengan cepat mengeluarkan spekulasi, berusaha mengungkap hubungan antara dua bintang ini. Apakah mereka berpacaran? Apakah mereka hanya teman? Atau ada yang lebih dari sekadar hubungan profesional di antara mereka?
Sementara itu, Jaemin, yang sudah terbiasa dengan kehidupan di bawah sorotan, merasa bahwa beban ini terlalu berat untuk ditanggung Jeno. Dia melihat bagaimana perhatian media mempengaruhi Jeno. Di depan publik, Jeno berusaha keras untuk tetap ceria dan kuat. Namun, Jaemin tahu betul bahwa di dalam hatinya, Jeno merasa tertekan dan takut. Jaemin tidak ingin melihat Jeno menderita karena sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Malam itu, Jaemin memutuskan untuk mengambil tindakan. Dia mengundang Jeno ke apartemennya, merasa bahwa sudah saatnya untuk berbicara dan mendiskusikan apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Jeno tiba, suasana di apartemen terasa tegang. Jaemin dapat melihat betapa lelahnya Jeno, meskipun dia berusaha untuk terlihat baik-baik saja. “Kamu terlihat tidak baik, Jeno,” ujar Jaemin, menyuguhkan minuman hangat kepada Jeno, berharap dapat menghangatkan suasana.
Mereka duduk di sofa, dan setelah beberapa saat hening, Jaemin memecah keheningan. “Jeno, bagaimana perasaanmu tentang semua ini?” tanyanya lembut, memperhatikan ekspresi wajah Jeno yang tampak ragu.
Jeno menghela napas panjang. “Aku merasa terjebak, Jaem. Semuanya terasa terlalu cepat. Aku tidak siap menghadapi semua ini. Dan setiap kali aku melihat berita atau komentar di media sosial, aku merasa semakin tertekan.”
Jaemin mengangguk, mendengarkan dengan seksama. “Kamu tidak sendirian, Jeno. Aku ada di sini. Aku tahu dunia ini bisa sangat kejam, tetapi kamu harus tahu bahwa kita bisa menghadapi ini bersama.”
Jeno menundukkan kepala, jari-jarinya menggenggam tepi sofa. “Tapi mereka tidak tahu apa-apa tentang kita. Semua orang berspekulasi, dan aku tidak tahu bagaimana cara menjelaskan semuanya.”