2 1 0
                                    

[Happy Reading]

Jam menunjukkan waktu istirahat. Setelah tiga jam penuh berhadapan dengan soal-soal matematika, akhirnya bel yang ditunggu-tunggu berbunyi. Suara riuh langsung memenuhi kelas, wajah teman-temanku tampak lega dan penuh kepuasan.

"Syukurlah, akhirnya selesai juga," gumam Priya, sambil meregangkan otot-otot lengannya yang tampak kaku.

Bu Liora, guru matematika kami berdiri di depan kelas sambil tersenyum tipis. Ia menutup bukunya dengan tenang, lalu menatap kami satu per satu.

"Sekian pelajaran hari ini, sampai jumpa di pertemuan selanjutnya," pamitnya dengan nada lembut. Dengan langkah yang anggun, Bu Liora meninggalkan kelas.

Begitu Bu Liora keluar dari kelas, suasana langsung berubah. Teman-temanku serentak berdiri, beberapa mulai bercanda dan berceloteh riang. Ada yang berjalan keluar menuju kantin.

Aku mulai memasukkan buku ke dalam tas, melakukan hal yang sama seperti Priya di sebelahku. Dia menatapku sekilas, wajahnya terlihat lebih santai sekarang.

"Ke kantin?" tanya Priya sambil mengangkat alis.

Aku mengangguk. "Yuk, tapi kita ke kelas IPA dulu, jemput Meisya sama Narin." Priya balas mengangguk.

Kami berjalan keluar kelas, melewati deretan kelas lain yang mulai sepi ditinggalkan murid-murid. Lagu nasional diputar dari pengeras suara di sudut sekolah, seperti tradisi yang selalu dilakukan setiap jam istirahat. Lagu itu seolah menjadi latar bagi langkah-langkah riuh siswa yang keluar untuk mencari makan atau sekadar bersantai.

Angin lembut berembus, membuat dedaunan di taman sekolah bergoyang perlahan. Kami berdua berjalan beriringan. Sesekali, kami harus menepi saat murid lain berlalu dengan tergesa-gesa atau tertawa lepas dengan teman-teman mereka.

"Menurutmu Meisya sama Narin masih di kelas?" tanya Priya, memecah keheningan.

"Sepertinya iya," jawabku.

Saat kami mendekati kelas IPA, aku melihat Meisya sedang berbicara dengan Narin. Mereka terlihat sedang serius mendiskusikan sesuatu, mungkin tugas yang baru saja selesai dibahas. Aku melambai ke arah mereka, dan Meisya langsung tersenyum begitu melihat kami.

"Yuk ke kantin, perutku udah keroncongan dari tadi," tambahku sambil tertawa kecil.

Kami mulai berjalan bersama, langkah kami semakin cepat membayangkan makanan di kantin yang sudah menggoda dari kejauhan. Suasana kantin sudah mulai ramai ketika kami tiba.

Suara obrolan riuh dan aroma makanan bercampur dalam udara. Kami langsung menuju ke meja di sudut, tempat kami biasa duduk bersama.

"Kayaknya aku mau bakso deh," kata Narin, matanya berbinar melihat semangkuk bakso yang baru saja lewat.

"Aku juga," sahut Priya,

"Tambah teh manis dingin enak nih." Ucap Meisya

Aku menatap menu sebentar, lalu tersenyum kecil. "Aku juga mau."

Kami memesan makanan dan menunggu dengan obrolan santai, menikmati waktu istirahat setelah jam pelajaran yang melelahkan. Suara-suara denting sendok bertemu mangkuk semakin jelas.

Tak lama, pesanan kami pun datang. Semangkuk bakso panas dengan uap yang naik, menggoda indera penciuman kami, sementara es teh manis dingin tampak menyegarkan.

Aku menuangkan sambal, saus, dan kecap, mengaduknya perlahan hingga kuah bakso berubah warna menjadi merah kecokelatan yang menggoda. Aroma pedasnya langsung menyeruak, membuat air liurku hampir menetes.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 8 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BISIKAN WAKTUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang