#11

34 7 0
                                    

Ada sebuah taman kecil tidak jauh dari apartement. Mereka menyusuri danau dan berjalan perlahan tanpa ada percakapan apapun. Salju putih menutupi rerumputan, meskipun demikian masih terlihat rumputnya yang berwarna hijau. Salju yang mencair diatas rumput menjadi es sehingga mengeluarkan bunyi saat terinjak kaki.

Dunk memakai mantel tebal, bentuk tubuhnya sudah seperti bacang namun masih tetap merasa kedinginan. Jari tangannya menjadi kaku. Dunk segera melepaskan sarung tangannya dan meletakan jemari tangan di depan mulut sambil menghembuskan udara ke tangan.
Joong menarik tangan Dunk dan menggenggamnya lalu memasukannya ke saku mantelnya.

“Kenapa diam saja? Bilang kalau kau kedinginan."

“A-apa?” Ujar Dunk gelagapan.

“Aku hanya… Aku…”

“Sstt…” Joong meletakan jari tangannya di depan bibir Dunk.

“Aku tau. Diamlah dan nikmati saja.” Ujar Joong sambil tersenyum nakal.
Dunk langsung bungkam. Saat ini Dunk bisa merasakan kehangatan tangannya. Perasaan ini sungguh sulit diartikan, seolah-olah merasakan sensasi yang luar biasa.
Dunk terbuai dengan kejadian berikutnya. Saat mengingatnya kembali Dunk seakan tidak percaya dan rasanya seperti mimpi.

Joong membalikan badan Dunk dan memeluknya. Dunk mulai gemetar. Dunk ingin berontak karena Dunk pikir Joong akan menciumnya tapi ternyata dia tidak melakukannya. Joong hanya menggunakan bibirnya untuk menyentuh daun telinga Dunk. Kulit dibelakang telinga Dunk terasa kesemutan. Jika ada urat yang menghubungkan telinga dan jantung, maka jantung Dunk akan langsung kram.

“Diorissimo.” Dia berkata dengan suara rendah.

“Ternyata kau menyukai parfum aroma ini.”

“Iya, parfum yang lain aromanya terlalu manis atau terlalu menyengat. Tidak sesuai denganku. Jadi aku memilih Diorissimo, terasa dingin dan wanginya tidak menusuk.”

“Kenapa selalu sama.”

“Maksudmu?”

“Ah.” Joong mengerjapkan matanya lalu tersenyum.

“Itu… tidak apa-apa. Lupakan saja.”

Tiba-tiba saja mata Dunk terpaku kepada bibir milik Joong yang penuh dan warnanya merah muda itu. Seperti terhipnotis, Dunk tidak dapat mengalihkan pandangannya dari bibirnya. Dunk jadi teringat saat Joong seperti orang yang kesepian di lorong kantor polisi, membuat hati Dunk menjadi sakit.

Dunk terkejut saat bibir Joong merapat ke bibirnya. Dunk dengan bodohnya menyambut, saking senangnya terasa nyawanya melayang. Rasanya agak pusing, mungkin karena kekurangan oksigen.
Ini adalah ciuman pertama Dunk.
Langit kelam dan cahaya lampu jalanan kerlap-kerlip memantulkan bayangan putih di sekeliling. Di depan mata Dunk terlihat langit berwarna kelabu. Mata Dunk terasa dingin. Ternyata turun salju lagi.
Joong melepaskan tautan bibir mereka yang membuat Dunk sedikit kecewa. Lalu Joong kembali memeluk Dunk. Dunk membenamkan wajahnya ke dada bidang Joong. Terdengar degup jantungnya di telinga Dunk. Dunk menghela nafas sejenak. Salahkah jika Dunk berharap jika didalam sana, didalam hatinya, tersimpan segala tentang dirinya?

Joong lalu melepas kerah Dunk dan mencium leher Dunk ke bawah. Bibir Joong menyentuh tulang dadanya, seperti bulu ayam yang menyapu dikulit. Jiwa Dunk terasa melayang, tidak tau kemana perginya. Tempat yang sepi sangat cocok untuk drakula mengincar mangsanya dan Dunk bersedia menjadi mangsanya, tenggelam dalam rasa bahagia yang tidak bisa dikatakan.

Lalu tiba-tiba, bayangan Phuwin muncul dikepala Dunk. Phuwin sahabatnya, sangat mencintai Joong.

Apa yang Dunk lakukan?

Dunk mulai melawan dan mendorong tubuh Joong sekuat tenaga.
Mengapa Joong begitu mudah menjerat orang dan membuatnya melayang hanya dengan menatapnya saja. Pasti Joong bukan orang baik-baik, dia seorang player.

First Sight // JDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang