Mohon memberikan dukungannya.....
"Feel better?"
Angga mengusap jari jemari Sania dengan lembut dan perlahan wanita itu mulai merasa tenang. Sejauh ini Sania memang tidak pernah dekat dengan seorang pria kecuali Alex, itupun karena Sania sudah menganggap Alex adalah sahabat sejatinya. Jelas Sania sebenarnya merasa malu, baru berdekatan begini saja dia sudah gugup bukan main. Sania merasa harga dirinya turun sampai ke dasar jurang... kenapa juga dia lemah dengan senyuman pria tampan?
"Ya... sekarang aku merasa lebih baik, tunggu disini ya aku harus mencari kain yang terbaik untuk jasmu..."
Sania harus profesional sebagai desainer dan dia memutuskan mencari kain yang cocok dengan Angga. Sepertinya warna biru terlihat bagus terlebih Angga memiliki tubuh tinggi semampai. Yah meskipun Sania yakin warna apapun akan terlihat attractive jika Angga yang memakainya.
Sementara itu Angga masih duduk di sofa kantor Sania sambil menatap lama sebuah foto keluarga. Disana foto Sania sedang tersenyum bersama kedua orang tuanya. Tentu saja di foto itu ada Tuan Satya Nugraha yang tampak sumringah hingga membuat mata Angga berkaca-kaca saking bencinya dengan pria tua itu. Terlihat sekali wajah pria tua itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Sungguh membuatnya emosi tapi saat ini Angga harus menahan diri. Tidak baik dia terus terjebak amarah karena emosi tidak akan menyelesaikan apapun.
Mantan ayah tirinya itu jelas hidup bahagia karena ibunya Sania adalah orang kaya. Tidak seperti ibunya Angga yang miskin jelas saja Tuan Satya lebih memilih mencampakan sang ibu demi wanita lain. Saking kayanya sang istri, Tuan Satya didapuk menjadi menteri dan dekat dengan presiden.
"Maaf aku lama ya?"
Lamunan Angga buyar karena Sania sudah kembali dari gudang. Wanita itu terlihat bersemangat sambil membawa gulungan kain dan dengan segera Sania mencocokan warna tersebut dengan kulit Angga. Dengan perasaan puas Sania pun meletakan kembali gulungan kain itu dan rencananya dia akan segera membuat setelan jas untuk Angga malam ini.
"Aku sangat menantikan karyamu Sania.. ah ya boleh gak aku minta no ponsel kamu siapa tahu aku mau berkunjung kesini lagi.."
Angga tidak mau membuang banyak waktu dan sekarang tanpa basa-basi dia meminta nomer ponsel Sania. Tentu saja gadis itu tampak kaget dan terkejut. Ini bahkan melebihi ekspektasinya dan Sania terlihat senang karena dia adalah orang yang jujur. Saking jujurnya Angga tahu kalau Sania mulai terpikat padanya. Bahkan gadis itu tidak curiga sama sekali pada Angga.....
"Boleh.. pintu butik ini akan selalu terbuka buat kamu Angga..."
"Glad to hear that... semoga kita bisa menjadi lebih dekat.."
Angga berbisik di telinga Sania dan aroma parfum pria itu membuat Sania melayang. Tentu saja dia juga merasa tubuhnya membeku karena posisi Angga yang sangat dekat. Bahkan deru nafasnya telah mengenai wajah Sania.
Dengan senyuman palsu akhirnya Angga pergi dari tempat itu dan siap untuk misi selanjutnya....
***********
Tahun 1998....
"ibu saat ini lagi gak ada uang untuk beli sepatu tapi ibu usahakan secepatnya kamu bisa pake sepatu yang bagus ya Angga..."
Sejak tadi Angga mengeluh karena sepatunya sudah koyak di bagian alas. Bocah itu bukan sosok yang manja namun ada kalanya Angga ingin hidup seperti anak-anak lain yang berkecukupan. Sayangnya ayah tirinya hanyalah seorang pekerja serabutan karena di PHK tahun lalu. Sedangkan sang ibu hanyalah penjual nasi kuning yang keuntungannya tidak seberapa karena mereka tinggal di Jakarta yang semuanya serba mahal.
"Nanti ayah aja yang usahakan cari uang ya Angga supaya kamu bisa beli sepatu batu" Tuan Satya menimpali.
"Ayah serius?" Tanya sang istri ragu karena sejauh ini sang suami memang tidak punya uang.
"Ayah emang lagi masa sulit tapi ayah kan bisa kerja apa aja bu.. nah sepulang kamu sekolah kita ke pasar ya buat jual koran"
Angga menganggukan kepalanya senang bukan main karena sebentar lagi keinginanya akan terkabul. Bocah itu sangat menyayangi sang ayah meskipun pria itu bukan ayah kandungnya. Menurut Angga Tuan Satya itu sangat hangat dan penuh kasih sayang. Urusan ayah kandung Angga tidak peduli saat itu asalkan ada Tuan Satya yang menjadi tempat berlindungnya.
"Aku mau ayah..."
Angga terlihat sangat bersemangat pergi ke sekolah pada akhirnya meski sepatunya sudah jelek dan usang. Sang ayah menambal sepatu itu dengan kardus untuk sementara sampai berhasil membeli yang baru. Meskipun dalam hatinya dia sedikit tak tega karena Angga hidup dalam kesusahan. Bahkan baju seragamnya saja sudah lusuh dan menguning... ini jelas sangat memprihatinkan.
"Gin rasanya mas merasa sedih melihat kondisi Angga... tapi mas juga gak tahu harus bagaimana supaya dapet kerjaan lagi" Tuan Satya mengeluh.
"Kita gak boleh nyerah mas... aku bakal bantu dan mungkin aja ini ujian bagi rumah tangga kita tapi Mas Satya harus janji gak akan tinggalin aku sama Angga...."
Saat itu Tuan Satya sudah berjanji akan membahagikan istri dan anaknya. Tapi entah bagaimana semuanya berubah begitu saja......
*******
Now....
Tanpa sadar Tuan Satya melamun di kantor mengingat masa lalu. Dia menghela nafas panjang dan masa lalu itu selalu menghantuinya setiap saat. Tentu saja ada rasa bersalah dalam hatinya karena sudah meninggalkan sang istri demi menikah lagi. Tapi saat itu Tuan Satya bahkan tidak diberi pilihan sama sekali. Ranti datang begitu saja ke hidupnya dan menjebak Tuan Satya untuk bermalam bersama hingga hamil. Bahkan pria tua itu diancam akan masuk penjara jika tidak segera menikah dengan ibunya Sania yang tengah hamil.
Tadinya Tuan Satya hendak kembali dan membawa sang istri dan Angga setelah urusannya dengan Ranti selesai. Tapi pria tua itu kaget luar biasa karena tetangga mengatakan kalau sang istri sudah meninggal bunuh diri dan anak tirinya sudah dibawa ke sebuah panti asuhan yang bahkan dia tidak tahu dimana. Bahkan penyesalan dalam hatinya sangat besar karena Gina ibunya Angga bunuh diri dan membuat Tuan Satya tidak bisa hidup tenang. Selain itu selama bertahun-tahun dia mencari sang anak tiri ternyata sampai sekarang belum bertemu juga.
"Pak maaf mengganggu ada telepon dari presiden katanya bapak dimohon menghadap..."
Salah satu staf kementrian membuyarkan lamunannya dan Tuan Satya pun akhirnya memutuskan untuk segera menghadap ke istana. Saat ini dia harus fokus dengan pekerjaannya.
Pria tua itu hanya berharap Angga hidup dengan baik meskipun harus hidup tanpa sang ibu. Padahal anak tirinya itu selama ini hidup penuh kekurangan namun beruntung dia dibesarkan di salah satu panti asuhan dengan penuh kasih sayang. Ya... selama belasan tahun Angga dibesarkan dan dididik dengan baik sehingga dia bisa mengubah nasibnya.
Tapi sikap abai Tuan Satya tentu menciptakan rasa benci yang besar di hati Angga. Kalau memang ada niat dan usaha tentunya Tuan Satya pasti berhasil mendapatkan informasi dimana Angga berada. Tapi sejauh ini pria tua itu hanya diam dan tidak melakukan apa-apa. Justru malah sibuk nostalgia dengan masa lalunya padahal itu tidak menyelesaikan apa-apa. Dia memang pernah mencari Angga tapi itu dulu sekali....
Semua sikap Tuan Satya di masa lalu akan mendapatkan karma yang pantas di masa ini....
Bersambung.....
Barangkali mau mampir....