Dua

63 7 3
                                    



Egie menatap dua penyanyi yang sedang rekaman suara dengan membawakan lagu seluruh cinta, tidak banyak ucapan atau arahan dari egie dirinya hanya terhanyut dalam lagu seolah nyawanya berada di tempat lain.

"Egie, fokus." Ucap Yura dengan memegang bahu egie.

Seketika itu egie kembali sadar ke dunia nyata, ia menggelengkan kepalanya dan menatap Yura, kakak iparnya.

"Kak Yura, sorry gue terlalu terhanyut dalam lagu." Mendengar itu Yura tersenyum

"Sebesar itu rasa cinta lu buat dia, gie?." Pertanyaan Yura tidak langsung dijawab oleh egie, namun egie terlebih dahulu melepaskan pegangan tangan Yura di bahunya.

"Cinta?, pengetahuan cinta buat lu itu apa kak?, dia bukan cinta tapi dia kehidupan gue kak. Seluruh gerak tubuh gue ga lagi sinkron setelah kepergian dia."

"Kalo emang lu punya perasaan sebesar itu, lanjutin hidup lu sebagai mestinya. Ikutin apa yang dia mau." Ucapan Yura tidak di dengar oleh egie, ia hanya terdiam

"Pikirin masa depan lu, nalla dan thalla. Mencoba mencintai orang baru gaada salah nya Gie. Terhanyut dalam masa lalu cuman bikin lu dilingkupi oleh arus lautan, yang bikin lu terbawa jauh dalam kenangan yang lu dan dia ciptain." Ucap Yura, egie menatap Yura dengan tatapan putus Asanya

"Gue udah gabisa kembali kak, arus lautan ini membawa gue sangat jauh dan ga berujung." Yura pun menepuk bahu egie,

"lu bisa gie, trust me. Arus itu mempunyai ujung selama lu berusaha mencapai ke permukaan." Ucapan Yura dibenarkan oleh egie.

Sampai kapan dirinya harus terus berada dalam masa lalu, sampai kapan dirinya harus menangisi kepergian sosok nya?, sampai kapan ia harus merasakan sesak di dada nya saat rasa rindu melanda dirinya?.

"Gue bakalan coba kak, secara perlahan." Mendengar itu Yura mengangguk

"Lu emang harus nyoba Gie, dia emang gaada dua nya, tapi biarin cinta tulus lu bisa di rasain sama orang lain yang lebih bisa menghargai lu." Ucapan Yura terus terngiang di kepala egie walaupun kakak iparnya sudah berjalan pergi dari hadapannya.

"Apa aku beneran bisa, la?."

Egie menatap ke arah dua penyanyi yang baru saja menyelesaikan rekamannya, dan langsung saja ia memberikan signal bahwa mereka semua akan beristirahat terlebih dahulu.




















Egie baru saja keluar dari ruang rekaman dan dirinya di hampiri oleh Evelyn yang membawa beberapa jingjingan makanan restoran.

"Egie kamu pasti belum sempet makan, ayo makan siang bareng aku."

Egie baru saja akan menolaknya namun hal itu ia urungkan,

"Oke, kita makan di ruangan gue." Egie kemudian berjalan pergi meninggalkan Evelyn yang merasa sedikit syok karena biasanya dirinya akan ditolak mentah mentah oleh egie.

"Egie tunggu aku." Evelyn dengan langkah terburu buru menyusul egie yang mulai memasuki ruangannya.




















"Selamat makan siang la." Ucap egie sembari memegang tempat makannya dan menatap ke arah frame foto sosok yang ia cintai.

"Aku disini loh gie, kenapa malah ngomong sama benda mati."

"Ah sorry lyn, gue kebiasaan." Ucap egie dengan perasaan sedikit menyesal

"Oke aku maklumin buat sekarang, tapi lain kali kamu gitu lagi aku gatau harus apa." Ucapan Evelyn diangguki oleh egie.
















Evelyn melihat makanan egie yang masih tersisa sedikit, dengan inisiatif ia pun duduk di samping egie kemudian mengambil wadah makanan egie.

"Aaa gie, abisin makanannya." Melihat Evelyn yang menyuapkan makanan yang tersisa dan hal itu mampu membuat egie terdiam.

"Aaa, sini abisin mie nya sedikit lagi. Mau aku benahin nanti."

"Egie?, cepet makan tangan aku pegel."

"Oh?, so-sorry lyn." Ucap egie yang kembali tersadar akan dunianya, lalu mulai membuka mulutnya untuk memakan makanan yang disuapkan oleh Evelyn.

"Kamu ke inget dia lagi ya?." Pertanyaan Evelyn itu dijawab gelengan kepala oleh egie.

"Engga, gue cuman ga nyangka lu mau suapin gue." ucap egie setelah selesai menelan makanannya.

"Kenapa engga?, aku ga suka kalo makanan harus terbuang sia sia." ucap Evelyn yang membuat egie tersenyum kecil dan saat hendak mengambil tisu tangganya tidak sengaja menyenggol gelas sehingga seisi gelas tersebut berceceran.

"Egie jangan ceroboh dong, siapa yang mau ngebenahinnya kalo gini?." Mendengar ucapan Evelyn egie hanya terdiam sembari melihat ke arah tangannya yang terkena tumpahan minumannya.

Hey sayang apa kamu masih mau marahin aku lagi kalo aku ga sengaja tumpahin minuman padahal kamu abis ngepel.

"Egie awas sepatunya, ini basah kena tumpahan minumannya."

Egie menatap sepatu pantofel nya yang terbasahi oleh cairan berwarna merah menyala, ia segera mengambil tisu dan mengelap bulir bulir cairan kemerahan tersebut.

"Udah biarin aja lyn, biar ob yang bersihin nanti. Thanks udah repot repot bawain gue makanan, lain kali gue bakalan traktir lu sebagai balasannya." Ucapan egie membuat senyuman Evelyn mengembang.

"Kapan giee?."

"Kalo nalla dan thalla lagi libur." Seketika itu senyuman Evelyn menjadi luntur

"For real gie?, harus banget ngajakin mereka?." Evelyn tidak habis pikir dengan jalan pikiran egie

"Kenapa harus engga?, anak anak gue juga harus makan siang bareng papa nya." Ucapan egie jelas membuat Evelyn muak dan langsung meninggalkan ruangan egie setelah menarik tas nya yang tersampir di kursi egie.


"Gue gamau nalla dan thalla marah karena gue harus makan siang berduaan sama lu Lyn." Ucap egie yang melihat kepergian Evelyn dari hadapannya.

Egie memutar tubuhnya dan menatap frame foto yang selalu ia ajak bicara.

"Apa udah waktunya bagi aku buat membuka hati aku kembali, sayang?."

"Apa kamu bakalan mengembalikan seluruh perasaan aku yang udah kamu bawa pergi?."












Keabadian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang