Happy Reading.
Tetesan air hujan menyentuh tanah untuk kali pertama, meniupkan udara dingin menggelitik kulit. Air menetes di atas jalan itu dipandang dengan tatapan kosong, di balik jendela sebuah cafe tempatnya duduk ditemani caramel macchiato yang sudah dingin. Seolah jauh lebih menarik melihat turunnya air dari langit yang membuat genangan di jalan-jalan, membuat bebauan khas terendus penciuman.
Ayo putus, hubungan kita udah nggak sehat. Kalimat itu terus berputar di otaknya, nyaris empat puluh delapan jam terus mencari letak di mana ketidak-sehatan hubungan yang sudah terjalin lebih dari tujuh tahun lamanya.
Yangyang terus mencari di mana letak kesalahan pada hubungan mereka sampai Jaemin memilih untuk menyerah di tahun ketujuh mereka berpacaran. Apa dia terlalu pasif? Apa dia terlalu manja? Apa Jaemin sudah lelah dengan sikap kekanak-kanakannya? Apa dia terlalu sering ngambek? Apa karena Yangyang tidak pernah berinisiatif menghubungi Jaemin lebih dulu? Apa karena Yangyang sangat sering mencari perkara pada Jaemin sehingga mereka lebih sering bertengkar dibanding bemesraan?
Yangyang tak tahu. Yang jelas, dua bulan sebelum mereka berakhir dengan kata selesai. Komunikasi antar keduanya sudah merenggang. Jaemin sibuk dengan tur dunianya, sedang Yangyang disibukkan persiapan comeback. Meski demikian, bukankah itu hal yang mustahil bagi mereka untuk berakhir karena alasan kesibukan? Mereka jelas sibuk sejak dulu, baik Jaemin ataupun Yangyang memiliki jadwal yang berbeda. Namun keduanya selalu menyempatkan waktu untuk bertemu dan berkomunikasi—meski mencuri-curi waktu. Namun sejak tiga bulan lalu, rasanya mulai berbeda.
Mereka jarang berkomunikasi, bahkan bertelepon pun nyaris tidak pernah dilakukan sejak satu bulan lalu. Mengapa? Entah, Yangyang juga tidak tahu. Semua terasa abu-abu sebab Jaemin hanya memberikan alasan bahwa mereka sudah tidak cocok sedangkan Yangyang hanya bisa menerima tanpa bertanya lebih.
Anggap terlalu pecundang sebab Yangyang memang demikian. Ia sebisa mungkin menghindari Jaemin ketika berpapasan di gedung perusahaan, bahkan saat mereka dalam satu ruang lift yang sama. Yangyang memilih menunduk memainkan hoodie dibanding melirik Jaemin yang dia lihat biasa saja. Lelaki itu kelihatan baik-baik saja, berbanding terbalik dengan dirinya yang susah payah melupakan bayangan Jaemin dalam hidupnya.
"Maaf menganggu tapi cafe kami akan tutup sebentar lagi," ucap seorang pegawai menghentikan lamunan Yangyang.
Pemuda itu menoleh pada seorang pegawai perempuan yang tersenyum canggung padanya. Pandangannya mengedar ke sekitar, ia bahkan baru sadar jika lampu ujung cafe mulai dimatikan. Tersisa sekitar tujuh pengunjung dalam cafe ini, satu di antaranya adalah dia yang sudah duduk dengan menu makanan utuh sejak tiga jam lalu.
"Ah, baik..." Ia lekas berdiri dengan canggung, meraih masker dan ponselnya serta memakai tudung hoodie untuk menyembunyikan wajahnya.
Sejujurnya, ia terlalu malas untuk kembali. Pulang ke apartementnya hanya akan membuat dia makin terpuruk karena setiap sudut kamarnya mengingatkan dia pada Jaemin. Kembali ke dorm pun juga tak ada bedanya sebab dorm miliknya adalah tempat di mana kekasihnya dahulu tinggal. Ada banyak hal yang kadang terputar tanpa dia mau. Maklum, dia dan Jaemin sudah merajut banyak kisah selama tujuh tahun lamanya. Tentu bukan hal mudah baginya untuk melupakan mantan kekasihnya itu.
Yangyang menyusuri jalanan di bawah payungan langit yang sedang meneteskan air hujan. Gerimis yang lama kelamaan membasahi hoodienya tak menjadi penghalang. Lagipula, jarak cafe dan perusahaannya lumayan dekat. Dia bisa berjalan memperlambat waktu dibanding meminta managernya untuk menyusul ke sini.