Malam ini hujan turun dengan derasnya. Dan itu tepat sekali ketika Azizi berada di pertengahan perjalanan menuju rumah dengan sepeda kesayangan nya. Lelaki tersebut tak menepi, malah terus menggayuh sepedanya tanpa peduli dengan pakaiannya yang mulai basah.
Gerbang rumah Azizi sudah terlihat. Itu artinya tinggal beberapa gayuhan lagi Azizi sampai di rumah.
Pak satpam langsung membukakan gerbang ketika melihat tuan mudanya berdiri di depan gerbang di samping sepeda miliknya dengan keadaan basah kuyup. Lelaki itu bahkan menolak ketika hendak di payungi oleh pak satpam.
"Udah tanggung basah, pak." katanya begitu.
Daun pintu berwarna cokelat terbuka ketika Azizi memencet tombol bel nya. Lelaki tersebut tersenyum kepada Mba Ayu yang telah membukakan pintu untuknya. Raut wajah Mba Ayu terlihat terkejut melihat kondisi Azizi yang basah kuyup.
"Kenapa gak minta jemput Ko? Nanti sakit gimana?" Mba Ayu terlihat begitu khawatir.
"Tanggung Mba. Kehujanan di pertengahan jalan." jawab Azizi.
Mba Ayu adalah pengasuh nya sejak Azizi berumur 4 Tahun. Dan mengabdi kepada keluarga Azizi sampai saat ini.
"Sebentar, Mba ambilkan handuk ya." Mba Ayu hendak beranjak namun dengan segera Azizi berseru.
"Gausah Mba, aku mau langsung ke kamar aja. Mba Ayu langsung istirahat aja."
Diruang tengah, Azizi di hadang oleh kakak pertamanya. Azizi menatapnya takut. Kakaknya memang terlihat begitu anggun dari luar. Tapi kalo sudah marah, habislah riwayat Azizi. Marahnya dia tuh seramnya melebihi macan.
Sebelum wanita bernama Shani Indira Mateo tersebut mengeluarkan sabda nya. Lebih baik, Azizi segera kabur sebelum telinganya panas. Azizi melangkah tergesa-gesa ke lantai dua, meninggalkan tetesan air dari pakaian basahnya.
"Kenapa?" wanita lain datang.
"Adek kamu hujan-hujanan."
"Ohh.."
"Kok oh doang?! Kamu gak khawatir dia sakit?"
Tak mendapat jawaban.
Gracia menahan pergelangan tangan Shani yang hendak pergi ke lantai dua.
"Jangan marahin dia Ci. Kasian pasti lagi capek."
"Siapa juga yang mau marahin dia." Shani melengos.
Gracia menggaruk pelipisnya. Shani ini memang aneh.
Selesai mandi dan kini sudah memasuki jam makan malam. Tapi Azizi belum berani untuk turun ke lantai bawah. Telepon nya sudah berdering beberapa kali, tapi tak Azizi hiraukan. Tubuhnya sudah terlalu lelah jika harus menerima omelan dari kedua kakak nya.
Gracia menyerah. Dia menggeleng pelan pada Shani.
"Kayak nya harus di samperin deh." katanya pada Shani.
Tanpa kata, Shani melangkah ke lantai dua, dimana kamar adiknya berada.
"Koko makan dulu Koh."
Azizi yang sedang tidur terlentang seketika bangkit, dengan langkah malas dia berjalan menuju pintu.
"Kalian duluan aja. Aku belum lapar." Azizi hanya menyembulkan kepalanya.
"Belum lapar atau takut di marahin Cici?" tanya Shani tepat sasaran.
Azizi mendesis. "Cici ini sok tau. Orang beneran kok belum lapar."
"Cepet makan. Masa kita makan berdua aja?"
"Loh, memang nya Mas Juan kemana?"
"Dia lembur."
"Ayo makan, atau... Cici marah beneran sama kamu?" sambungnya penuh ancaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Dia Tapi Aku
Teen FictionOrang-orang terdekat itu tikamannya selalu tepat sasaran. Karena mereka menusuk kita dari jarak dekat. Kadang, kita sering tertipu dengan senyum mereka saat jumpa. Beberapa malah memeluk kita dengan erat, bukan karena kasih sayang, namun agar belati...