Malam semakin larut di istana vampir yang megah. Jam antik di kamar Xyon berdentang dua belas kali, menandakan tengah malam telah tiba. Xienna yang terlelap dalam pelukan hangat Xyon perlahan membuka matanya. Tenggorokannya terasa kering, menimbulkan rasa tidak nyaman yang memaksanya untuk bangun.
Dengan sangat hati-hati, Xienna mengangkat lengan Xyon yang melingkar di pinggangnya. Gerakan sekecil apapun bisa membangunkan vampir, mengingat indra mereka yang sangat tajam. Namun sepertinya Xyon benar-benar lelap - mungkin efek dari menggunakan kekuatannya seharian untuk melayang dan mengajarinya bahasa kuno.
Xienna menahan napas saat kakinya pertama kali menyentuh lantai marmer kamar Xyon. Dinginnya menyengat hingga ke tulang, membuatnya tersentak. Lantai di kamarnya tidak pernah sedingin ini. 'Ah, benar juga,' pikirnya. 'Ini kan lantai khusus para vampir.'
Dengan langkah seringan mungkin, Xienna berjinjit menuju pintu. Gaun tidur lavendernya yang tipis berkibar pelan, membuat tubuhnya semakin merasakan hawa dingin. Ia melirik sekilas ke arah Xyon - vampir tampan itu masih tertidur pulas, wajahnya damai seperti malaikat.
Pintu kamar Xyon terbuka dengan derit pelan. Xienna menyelinap keluar, disambut oleh lorong yang remang-remang. Obor-obor yang tertempel di dinding berkobar lemah, menciptakan bayangan-bayangan yang menari di dinding batu.
'Kalau tidak salah, dapur ada di lantai bawah,' Xienna mencoba mengingat-ingat. Selama tinggal di istana, ia jarang sekali ke dapur. Biasanya para pelayan yang mengantarkan makanan dan minuman ke kamarnya.
Lorong istana vampir seperti labirin - berkelok-kelok dengan pintu-pintu tinggi yang tampak identik. Lukisan-lukisan kuno para leluhur vampir berjajar di dinding, mata mereka seolah mengikuti setiap langkah Xienna. Gadis itu bergidik, mempercepat langkahnya.
Setelah berbelok ke kiri, lalu ke kanan, melewati tangga spiral, dan menyusuri lorong panjang lainnya, Xienna akhirnya menemukan dapur. Ruangan itu luas dengan langit-langit tinggi, perabotan dari kayu gelap berjajar rapi. Panci-panci tembaga berkilau tertata di dinding, dan aroma rempah-rempah samar mengambang di udara.
Namun seperti yang ia duga, dapur itu kosong. Para koki istana - yang sebagian besar juga vampir - hanya bekerja saat ada jadwal makan. Dan tentu saja, tidak ada tanda-tanda keberadaan dispenser atau tempat air minum.
'Bodoh sekali,' Xienna menggerutu dalam hati. 'Tentu saja tidak ada air putih di istana vampir!'
Dengan kecewa, ia memutuskan untuk kembali ke kamar Xyon. Namun saat berbalik, Xienna menyadari sesuatu yang membuatnya panik - ia tidak ingat jalan kembali.
Semua lorong tampak sama. Penerangan yang remang-remang tidak membantu, dan lukisan-lukisan di dinding seolah mengejeknya dengan tatapan dingin mereka. Xienna mencoba mengingat-ingat belokan mana yang ia ambil tadi, tapi sia-sia.
Jam demi jam berlalu. Xienna terus berjalan, naik turun tangga, melewati lorong demi lorong. Kakinya mulai terasa pegal, dan rasa haus yang awalnya mengganggunya kini terlupakan, digantikan oleh kecemasan dan kelelahan.
Fajar mulai mengintip dari jendela-jendela tinggi istana, memberikan cahaya keemasan yang menerangi lorong-lorong gelap. Xienna bisa merasakan matanya mulai berat - ia tidak tidur semalaman, terus berjalan tanpa tujuan yang jelas.
Sementara itu di kamar Xyon, vampir tampan itu terbangun saat merasakan kehampaan di sampingnya. Matanya langsung terbuka lebar saat menyadari Xienna tidak ada. Dengan panik, ia bangkit dan mengendus udara, mencoba menangkap aroma khas kekasihnya.
"Xienna!" serunya, keluar dari kamar dengan tergesa. Indra vampirnya yang tajam menangkap jejak samar aroma lavender - parfum kesukaan Xienna.
Xyon melesat menyusuri lorong, mengikuti aroma itu. Kecemasannya semakin menjadi saat mencium aroma kelelahan dan stress yang bercampur dengan parfum Xienna. 'Ya Tuhan, apa yang terjadi padanya?'
Akhirnya, di salah satu lorong dekat taman, Xyon menemukan sosok yang dicarinya. Xienna berdiri sempoyongan, wajahnya pucat dengan lingkaran hitam di bawah mata. Gaun tidurnya kusut, dan tubuhnya gemetar kedinginan.
"Astaga, sayang!" Xyon langsung meraih Xienna dalam pelukannya. "Apa yang terjadi? Kenapa kau berkeliaran sepanjang malam?"
Tangan Xienna bergerak lemah, membentuk isyarat, 'Haus... mencari air... tersesat.'
Hati Xyon mencelos. Tentu saja - ia lupa menyediakan air minum di kamarnya. Dan tentu saja Xienna akan tersesat - istana ini bahkan membuat para vampir muda kebingungan dengan lorong-lorongnya yang rumit.
"Maafkan aku," Xyon mengecup kening Xienna yang dingin. "Aku harusnya memikirkan hal ini. Ayo, kita kembali ke kamar. Akan kusuruh pelayan membawakan air dan sarapan untukmu."
Tanpa menunggu respon Xienna, Xyon mengangkat tubuh mungil itu dalam gendongannya. Xienna langsung membenamkan wajahnya di dada Xyon, mencari kehangatan yang familiar.
'Maaf membuatmu khawatir,' isyarat Xienna lemah.
"Sssh, tidak apa-apa," Xyon mengusap punggung Xienna lembut. "Tapi lain kali, bangunkan aku kalau kau butuh sesuatu. Aku tidak akan marah, sayang. Aku di sini untuk menjagamu."
Xienna mengangguk pelan, matanya mulai terpejam karena kelelahan. Xyon tersenyum kecil, mengecup puncak kepala kekasihnya dengan sayang.
"Tidurlah," bisiknya. "Dan saat kau bangun nanti, akan kupastikan ada seteko air di kamar kita."
Ya, kamar mereka. Karena mulai sekarang, Xyon akan memastikan Xienna tidak perlu berkeliaran sendirian di istana yang membingungkan ini. Lagipula, bukankah lebih baik kalau mereka berbagi kamar selamanya?
Dengan pemikiran itu, Xyon membawa Xienna kembali ke kamarnya, membiarkan gadis itu beristirahat dalam pelukannya yang hangat dan aman. Di luar, matahari semakin tinggi, tapi tirai tebal kamar Xyon memastikan mereka bisa tidur dengan nyaman, terlindung dari dunia luar.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Villain Is Obsessed With Me
RomancePertemuan Takdir yang Gelap Dalam keheningan malam yang mencekam, istana Kekaisaran Veliau dipenuhi dengan cahaya lilin dan tawa merdu para tamu undangan. Di tengah keramaian itu, seorang gadis kecil berambut pirang keemasan dan mata sebening rubi...