1. Ibu

306 50 4
                                    

Suasana rumah itu terlihat tenang dari luar, tapi bagi ketiga gadis yang tinggal di dalamnya, ketenangan itu hanyalah ilusi. Setiap pagi, suara alarm Pharita memecah keheningan. Dia anak sulung yang paling disiplin, atau setidaknya dia berusaha begitu. Dalam pikirannya, beban menjaga dua adiknya serta menjalani kuliahnya sudah lebih dari cukup. Setiap kali dia melirik jam dinding, ada desakan untuk mengatur ulang waktu, tapi yang tak pernah berubah adalah tanggung jawab yang menumpuk.

Pharita mendesah, merapikan rambut panjangnya yang berantakan sebelum berdiri dari tempat tidur. Dia punya kelas pagi ini, dan seperti biasa, dia harus memastikan semuanya berjalan sesuai rencana, bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk Ahyeon dan Rora.

Di seberang kamar Pharita, Ahyeon masih tertidur nyenyak. Jam alarmnya sudah berbunyi beberapa kali, tapi seperti biasa, gadis itu menekan tombol snooze. Bagi Ahyeon, sekolah hanya rutinitas yang membosankan. Dia duduk di kelas tiga SMA, di tengah-tengah pertempuran batin antara keinginan untuk mencari jati diri dan tekanan besar dari orang tuanya untuk selalu patuh.

Pintu kamar Rora sedikit terbuka. Gadis SMA kelas satu itu duduk di depan meja belajarnya. Sejak semalam, dia belum menyentuh pekerjaan rumah yang menumpuk. Matanya terfokus pada layar laptop, tapi pikirannya terbang ke tempat lain. Rora masih merasa canggung berada di SMA, lingkungan barunya. Kakak-kakaknya tampak sudah terbiasa dengan aturan rumah, tapi dia merasa semakin tersudut oleh semua larangan dan tuntutan yang diberikan orang tuanya.

Pharita mengetuk pintu kamar Ahyeon dengan keras. "Yeon, bangun! Udah jam berapa ini? Kamu mau telat lagi?" Pharita berteriak sambil memutar kenop pintu.

Ahyeon yang masih setengah sadar hanya menggerutu. "Sebentar lagi, Kak... Aku baru tidur beberapa jam."

Pharita menghela napas panjang. Dia tahu adiknya punya kebiasaan buruk, begadang hanya untuk hal-hal tak penting.

"Kalau kamu terlambat lagi, Ayah pasti bakal marah. Ayo bangun!" Pharita menggoyang-goyangkan bahu Ahyeon dengan lembut tapi tegas. "Ayo cepat, Kakak gak mau lihat kamu dimarahi lagi pagi ini."

Ahyeon mengerang pelan, lalu dengan enggan dia membuka matanya sepenuhnya. "Oke, oke... Aku bangun," sambil duduk dengan rambut yang semrawut.

Pharita tersenyum puas melihat adiknya mulai bergerak. "Nah, gitu dong."

Tanpa berkata apa-apa lagi, Ahyeon langsung turun dari tempat tidur dan berjalan menuju kamar mandi dengan langkah gontai. Pharita melihatnya sebentar, memastikan adiknya benar-benar bergerak. Setelah pintu kamar mandi tertutup, dia menghela napas lega. "Setidaknya pagi ini jangan terlalu berantakan," gumamnya pada diri sendiri.

Di ruang makan, Rora sudah duduk dengan wajah pucat. Dia belum menyentuh sarapannya. Makanan di meja yang seharusnya hangat kini terasa dingin. Pharita bergabung, sementara Ahyeon akhirnya muncul dengan wajah yang tampak segar.

Pharita langsung mengerutkan keningnya. "Kok lama banget sih?" tanyanya sambil melipat tangan di dada.

Ahyeon hanya menatap malas sambil duduk. "Lama-lama juga sama aja kak. Gak ada yang berubah di rumah ini selain peraturan makin ketat."

"Aturan ini ada buat kebaikan kita, Yeon" Pharita menjawab sambil memasukkan sesendok nasi ke mulutnya. "Kamu tahu kan gimana Ayah sama Bunda. Kita gak bisa sembarangan."

Ahyeon mendengus, "Kebaikan siapa? Kebaikan kita atau cuma buat nambah tekanan aja?"

Rora menunduk, tidak ingin terlibat dalam percakapan itu. Baginya, setiap kata yang keluar dari mulut Ahyeon hanya menambah perasaan terkekang yang sudah dia rasakan selama ini. Tidak ada yang bisa dia lakukan tanpa pertimbangan kakak-kakaknya atau keputusan yang datang dari Ayah dan Bunda.

Deadly Silent Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang